Ahmad Fahrizal Aziz

Tertarik menulis tentang Pendidikan dan Literasi. Blog pribadi www.jurnalrasa.my.id, tinggal di Blitar....

Selengkapnya
Navigasi Web
Alasan Kenapa Jumlah Perokok Terus Bertambah
Dok/pribadi

Alasan Kenapa Jumlah Perokok Terus Bertambah

Alasan Kenapa Jumlah Perokok Terus Bertambah

Jika ada pertanyaan, lebih banyak mana orang Indonesia yang merokok dan tidak merokok?

Tentu jawabnya: lebih banyak yang tidak merokok. Namun, jumlah perokok juga tidak bisa dibilang sedikit. Data terakhir Global Adult Tobacco Survey 2021, jumlah perokok dewasa di Indonesia sekitar 69,1 Juta.

Jumlah itu mungkin bertambah jika diambil data usia di bawah 18 tahun.

Artinya, meski mungkin tidak ada separuh populasi orang Indonesia menjadi perokok, namun jumlah perokok yang ada setara 2 kali penduduk Malaysia atau setara jumlah seluruh penduduk Thailand.

Jumlah perokok yang besar itu membuat industri rokok makin berkibar, bertalian dengan naiknya pendapatan bea cukai, meskipun cukai rokok terus dinaikkan yang berdampak pada naiknya harga rokok.

Meski demikian jumlah perokok tidak berkurang, malah cenderung naik. Setidaknya dari survey Global Adult Tobacco, ada kenaikan sekitar 8,8 juta dari 2012 ke 2021.

Itu berarti, memasuki usia dewasa, banyak yang menjadi perokok.

Pertanyaannya, kenapa orang memutuskan menjadi perokok?

Pada usia remaja (apalagi anak-anak) merokok bisa jadi sebuah trend, terutama di kalangan laki-laki.

Mereka yang merokok dinilai sebagai cowok keren, ini masuk varian toxic maskulinity. Hal sebaliknya justru terjadi di kalangan remaja perempuan, bahwa perempuan yang merokok dianggap nakal.

Sementara, merokok bagi orang dewasa bukan lagi sebagai trend, melainkan kebutuhan tubuh yang sudah terlanjur terpapar nikotin.

Jika merokok berdampak kurang baik pada tubuh, bagi seorang perokok berat, tidak merokok malah membuat mereka sedikit error.

Pelecutnya bisa beragam: mulai dari pekerjaan, beban hidup terutama secara mental, atau sekadar rekreasi.

Dari semua itu, yang membedakan adalah intensitasnya. Ada yang sehari cukup sebatang, atau merokok hanya bila perlu. Ada yang merokok terus menerus, seolah tak ada jeda.

Dari 69,1 juta perokok, tentu semuanya tidak sama. Mereka para perokok berat memerlukan candu asap tersebut untuk kestabilan hidup, memberi efek tenang.

Mungkin berawal dari trend, coba-coba, pengen tau rasanya, secara intens justru menjadi kebutuhan.

Andai tidak kenal rokok, mungkin akan punya mekanisme tersendiri untuk mengatasi stresing hidup atau sekadar backup menghadapi tekanan pekerjaan.

Berhenti merokok tentu tidak sesederhana memasukkan batang-batang tembakau itu ke laci kamar, namun ada mekanisme internal untuk bisa lepas dari candu asap itu.

Sejauh ini, pecandu rokok berat sangat sulit melepaskan diri dari jerat nikotin, terkecuali ada momentum luar biasa: misalnya muncul penyakit berbahaya. Naudzubillah.

Hal ini yang perlu dijawab: jika tidak merokok, mekanisme apa dan bagaimana upaya yang bisa dilakukan untuk menggantikan posisi rokok?

Jika rokok belum bisa tergantikan, maka jumlah perokok mungkin tak akan berkurang, sekalipun harga cukai dinaikkan.

Sebagai kebutuhan, rokok seperti obat, berapapun harganya pasti akan dibeli, apapun caranya pasti didapatkan.

Blitar, 21 April 2024

Ahmad Fahrizal Aziz

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post