Sri Ayu Sipah

Alumni IPB dan Kepala MTs Darul Hikmah Subah di Kankemenag Kabupaten Batang. Belajar dan terus belajar dalam universitas kehidupan untuk berika...

Selengkapnya
Navigasi Web
Rahasia Kolong Musala
Tentang Sri dan sahabatnya. Sibakkan Dusta

Rahasia Kolong Musala

Ruang shalat mushalla putri berbentuk panggung dengan papan kayu sengon sebagai lantainya, jadi ada rongga tercipta cukup besar diantara tanah dan lantai papan. Dan kami tak pernah berani menengok pada kolong mushalla, karena kata Mbah Kabul itu berbahaya, ada banyak hewan berbisa di dalamnya. Hanya Mbah Kabul yang bisa menengok ke dalam kolong mushalla.

Pada saat shalat isya aku dan Darti shalat di bagian tengah, letak lantai papan yang sebagian besar sudah tercabut pakunya.

Lantai papan itu berderit-derit seperti suara pintu rumah Mandor Boden yang tak lagi rapat. Saat sujud yang kedua, aku melihat di balik rongga papan, ada bulatan putih banyak bertumpuk di bawah lantai mushalla, “apa itu ?”batinku. Aku yakin pasti Darti juga melihatnya dalam sujud, karena Darti shalat tepat di sampingku dan kami berada pada celah papan yang sama.

Memang syetan menggoda hati tak tahu tempat, kita dalam posisi shalatpun masih ditiup-tiupnya. Dulu saat senang jadi gembala muda berkepang dua, aku shalat hanya dengan tingkat khusyu’ separuh. Kini lebih parah lagi, bahkan tak ada seperempatnya. “Ah hebat kali kau syetan, tak salah jika Nabi Adam tergoda buah khuldi” kata Kang Bomin saat isi pengajian.

Selesai shalat, aku sudah tak sabar ingin berlari keluar, tetapi Kang Bomin memimpin dzikir dan doa terasa lama sekali, padahal yang dibaca juga sama seperti itu setiap ba’da shalat.

Darti juga tampak gelisah sepertiku, matanya menatapku penuh makna terkait rahasia di kolong mushalla. Aku berbisik ke telinga Darti “Ti, nanti setelah shalat tunggu aku depan tempat wudhu ya”, belumlah Darti mengangguk, terasa memanas telinga kiriku, ternyata tangan Emak menjewer telingaku sembari berkata “Imam sedang berdoa, tadahkan tanganmu minta sama Gusti Allah agar kau jadi Sri yang hebat”.

Aku meringis menahan sakit rasa jeweran Emak, Darti menahan tawa melihatku di jewer Emakku. Sambil agak bersungut aku tadahkan tangan dan mengaminkan doa Kang Bomin sambil dalam hatiku berucap “Ya Gusti Allah, kabulkan doa Emakku agar aku sepintar Sri Mulyani, sekharisma Sri Sultan Hamengkubuwono dan Semakmur Dewi Sri, Amin”.

Semoga Gusti Allah tidak salah mengabulkan terkait Dewi Sri, karena Dewi Sri di sini tak hanya Dewi padi lambang kemakmuran, tetapi juga nama bis yang lalu lalang di jalan raya saat aku lihat sesekali di TV rumah pak Kadus.

Setelah selesai doa kang Bomin dan ditutup dengan bersalam-salaman, aku langsung mencium tangan Emak dengan takzim dan berucap “Emak, Sri ijin main sama Darti sebentar ya Mak”. Emak menatapku dan Darti, Darti segera menganggukkan kepala dan meyakinkan Emak bahwa aku memang akan main dengannya.

Emak beranjak pulang sambil berpesan “jangan sampai malam, nanti laukmu keburu dimakan kucing”. Aku melonjak kegirangan dan menitipkan mukena untuk dibawa Emak pulang.

Darti telah menungguku di depan tempat wudhu dan kami langsung menuju ke tempat sasaran yang kami lihat saat sujud tadi. Aku dikenal dengan Sri Gering karena tubuhku yang kurus, kolong mushalla itu terlihat cukup longgar untukku merayap ke dalam.

Aku terkesiap ternyata luar biasa, di dalam kolong Mushalla itu kutemukan banyak sekali telur berserakan, dari telur yang berukuran agak besar sampai yang agak kecil, jumlahnya puluhan.

Aku tak hafal itu telur ayam atau telur menthog karena aku hanya mengandalkan penerangan temaramnya lampu lima watt dari celah papan lantai mushalla. Tapi aku mulai berfikir “mungkin inilah yang membuat Mbah Kabul tak ijinkan orang lain masuk kolong Mushalla”.

Aku ingin segera merayap keluar untuk menemui Darti dan memberitahukan tentang penemuanku, tetapi belum sempat aku keluar, terdengar suara bentakan keras, suara Mbah Kabul “apa yang kau lakukan di sini ?” Darti terlihat ketakutan dan tidak menjawab hanya menangis.

Mbah Kabul sangat terkenal galak di kampung kami, kumisnya yang melintang membuat kami takut untuk menatapnya apalagi berhadapan langsung dengan Mbah Kabul.

Mbah Kabul berjongkok dan menyorotkan lampu senter pada mukaku, aku ketakutan, semakin tak mau aku keluar dari kolong mushalla. Darti yang biasanya lambat berfikir mendadak cerdas, dia langsung lari dan teriak-teriak “tolong-tolong, Sri dimakan ular di kolong mushalla” .

Teriakan Darti memecah keheningan malam dan semua orang berhamburan keluar menuju mushalla. Emak dan Bapak menjadi orang yang terakhir yang datang setelah sudah banyak lampu yang menyorotku di kolong Mushalla.

Kang Bomin menarik tanganku keluar dari kolong mushalla dan orang-orang berteriak riuh melihatku muncul. Aku menunduk tak berani menatap wajah Emak yang nanar menatapku.

Kang Bomin mengelus kepalaku dan bertanya lembut “apa yang kamu lakukan di dalam kolong Mushalla Sri ?”. aku menatap Mbah kabul dengan ketakutan, Mbah Kabul salah tingkah, aku menjawab “telur Kang”, “Telur apa ?” tanya kang Bomin.

Aku menunjuk ke kolong Mushalla, “Sri lihat banyak telur di kolong Mushalla, banyak sekali kang”. Kang Bomin terkejut dan menoleh pada Mbah Kabul. “Mbah Kabul, benarkah ada banyak telur di bawah kolong mushalla itu, bukankah Mbah kabul yang melarang anak-anak main di kolong mushalla karena banyak hewan berbisa?”.

Mbah Kabul tertunduk malu, kumisnya yang melintang tak lagi kokoh terbentang, lunglai seperti kerupuk tersiram hujan. Tersibaklah dusta di kolong mushalla demi segenggam asa telur ayam.

Mbah Kabul berkata perlahan “maafkan aku, selama ini aku yang mengambil telur-telur itu dan aku jual untuk aku beli makan dan rokok”.

Orang-orang menarik nafas panjang, yang sedianya mau marah tak jadi, karena mereka memahami Mbah Kabul hidup sebatangkara dan selama ini hanya mengandalkan dari pemberian tetangga.

Aku tercekat, pantaslah Rasulullah sampaikan kefakiran akan membawa kita pada kekafiran. Jika tak dilandasi iman. Itu yang aku dengar dari ceramah radio KH Zainudin MZ, di rumah Kang Bomin.

Hanya para Emak-Emak yang menggerutu “pantesan ayamku tak pernah bertelur, ternyata bertelur di sini dan dijual Mbah Kabul”.

Akhirnya Kang Bomin yang mendamaikan suasana. Mbah Kabul berjanji untuk tidak lagi mengambil telur ayam-ayam di kolong mushalla, dan agar ayam tak lagi bertelur di situ, maka mulai besok sekitar kolong mushalla akan dipasangi jaring.

Dan Kang Bomin menyampaikan sesuatu yang membuatku haru “Bapak dan ibu, kita patut berterima kasih pada Sri, karena anak inilah kita jadi tahu ada rahasia di kolong mushalla”.

Orang-orang bertepuk tangan, Emakku menatap haru dari kerumunan, menyeka matanya dengan ujung bajunya yang memudar karena sudah tahunan tak berganti.

Terlihat mulut Emakku komat kamit berdoa, dan aku yakin doa itu masih sama tentang Sri yang Emak impikan 6 tahun silam saat pertama aku terlahirkan. Sri Mulyani, Dewi Sri dan Sri Hamengkubuwono. Pasti Emak mulai yakin bahwa aku kan jadi orang hebat karena aku Sri.

Saat kerumunan orang bubar, aku bergegas mencari Darti, “kemana anak itu, tak nampak sama sekali dari tadi”. Kulihat sesosok tubuh kecil meringkuk di bawah pohon sukun masih menangis, aku dekati ternyata Darti. “Ti, makasih ya sudah bantu aku”.

Tiba-tiba Darti bangkit memelukku dengan erat dan semakin menangis, aku larut dalam tangisnya. Tangis anak 6 tahun yang takut kehilangan sahabatnya. Sejak itulah aku menyadari betapa persahabatan tak mengajukan syarat, lillah, tak terhijab, dan tanpa prasangka.

Meski banyak orang bilang Darti anak lemah mental, tapi bagiku Darti adalah sahabat yang paling sempurna. Nantinya Dartilah orang pertama yang selalu ingin kutemui setiap aku kembali menjejakkan kaki di tanah kelahiranku ini.

Takdir Sri terus merayap. Niat baik yang salah akan ajarkan Sri arti kehidupan berikutnya. Sri tak terhenti !

#Dunia Literasi. Dunia Baca Tulis Kunci Gerbang Peradaban Zaman. Dunia Buku Tempat Ilmu Bertumpu

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Sri memang hebat. Di tunggu kisah Sri selanjutnya bunda.

15 Nov
Balas

Insya Allah Ibu Dyahni. Niat baik yang salah. Mohon bimbingannya Ibu, agar bisa sepintar Ibu memilah diksi, merangkai kata. Terimakasih Ibu Dyahni. Sukses selalu kagem Ibu.

15 Nov

Betapa persahabatan tak mengajukan syarat, lillah, tak berhijab dan tanpa prasangka. Subhanallah, Sri luar biasa dan pasti tidak terhenti. Konon ada doa emak yang tulus menyertai setiap gerak dan helaan nafas Sri. Salam sehat dan sukses selalu. Barakallah, bu guru.

16 Nov
Balas

Jazakillah Ibu. Mohon berkenannya, terus menjadi bagian dari perjalalan hidup Sri temukan jalan. Menukil kata atau kalimat dari tulisan dalam Ibu berkomentar sangatlah luar biasa. bangkitkan semangat penulis muda tuk kokohkan niat tetap menulis meski senyap. Teriring doa untuk kesembuhan kaki Ibu.

16 Nov

Kenakalan masa kecil yg bawa hikmah. Tulisan bu Ayu nyaris sempurna. Hanya ralat kata di antaranya dipisah. Seingat sy, kata DAN, tidak boleh diawal kakimat, krn kata DAN merupakan kata penghubung. Sukses selalu dan barakallah

16 Nov
Balas

Subhanallah, terimakasi Ibu. Sebuah kehormatan untuk Ayu mendapatkan ilmu menulis dari Ibu. Allah kirimkan editor luar biasa. Insya Allah akan terus belajar untuk sempurnakan tulisan ke depan.

16 Nov

Cerita yang renyah....Bu...

16 Nov
Balas

Alhamdulillah. Terimakasih Ibu Rini. Serenyah pagi Jum'at mubarok ini.

16 Nov



search

New Post