“Berapa gajimu seminggu?”

“Tidak tentu Pak. Kadang Rp 90.000,00 kadang Rp 150 .000,00.” Kalau kerja penuh, dalam seminggu dia mendapat gaji lebih banyak. Sepulang sekolah dia langsung ke tetangganya menjadi kuli di sebuah toko bangunan.

Badannya kelihatan kurus namun berotot. Wajahnya tampak letih. Pagi ini dia terlambat.

“Mengapa kamu terlambat? Bukankah jam lima sore sudah pulang?” tanya saya dengan sedikit kesal. Akhir-akhir ini banyak anak terlambat.

“Kemaren ada semen datang Pak. Teman saya pas tidak masuk. Jadi saya sendirian. Ngangkut semen sampai jam 6 sore. Saya sangat lelah,” kulihat matanya sedikit memerah. Memang tampak lesu. Keliahatan capek.

“Malamnya saya sulit tidur. Badan sakit semua,”

“Kamu tidak beli jamu atau minuman energy?”

“Sudah pak. Gara-gara saya minum minuman bernergi itu saya sulit tidur. Akhirnya terlambat bangun,” dia biacara sambil batuk - batuk kecil

“Tadi malam merokok habis berapa? Batukmu itu batuk kebanyakan rokok!” saya bertanya setengah memfonis bahwa dia banyak merokok.

“Satu bungkus Pak,”

“Satu malam satu bungkus?” saya terperanjat dengan kebiasaan merokoknya. Siswa kelas Sembilan SMP sudah menjadi perokok berat.

“Dirokok berdua Pak, sama bapak saya. Kalau bapak tahu saya dapat duit, kami selalu merokok berdua, sambil ngopi,”

Dalam hati saya tertawa. Entah tawa apa. Bahagia karena ada anak kecil merokok berdua dengan bapaknya? Di sekolah dinasehatai supaya tidak merokok, sementara di rumah dididik merokok oleh orang tuanya.