budi harsono

budi harsono, guru smpn 2 ngunut tulungagung penulis pemula, pecinta lingkungan, pecinta sejarah saat ini berjuang untuk menghidupkan gerakan literasi sekolah...

Selengkapnya
Navigasi Web

WAJAH CERIANYA HILANG

“Bapaknya bersikeras tidak mau mengakui bahwa anaknya bermasalah. Dia datang marah-marah ke ruang BK. Akan mendatangi alamat pacar anaknya. Gara-gara pacarnya, anaknya tidak bersemangat sekolah,” informasi dari petugas BK

“Bapak sudah mengetahui keadaan dia yang sebenarnya?”

Diajaknya lelaki itu masuk ke ruangan BK. Ruang penyuluhan pribadi. Karena kasusnya tidak perlu banyak didengar orang lain. Ada kehawatiran dia marah-marah didengar banyak orang. Karena ruang BK sering anak keluar masuk. Ada yang karena masalah, ada yang karena ingin curhat.

Disodorkannya catanan anak perempuan itu. Catatan ketika di kelas tujuh. Dia pernah merokok. Sering ke warung kopi. Bahkan sudah kenal narkoba. Sering mendatangi rumah pacarnya untuk urusan narkoba.

Wajah bapaknya berubah. Semula memerah nada marah, sekarang agak turun nada wajah marahnya. Tampak dia mengkela nafas. Digaruknya kepala yang mungkin tidak gatal.

“Data ini dari mana? Yang membuat siapa?”

“Ini data pribadi siswa, Pak. Pengakuan dia. Karena bapak adalah orang tua kandungnya, makanya saya tunjukkan. Inilah anak bapak di sekolah ini. Ada tanggal wawancara, ada tandangan anaknya.”

“Bagaimana dengan anak saya nantinya?’ bapaknya bertanya dengan serius. “:apakah masih diijinkan bersekolah? Apakah nantinya naik kelas?”

“Dia anak usia sekolah. Biarlah dia tetap bersekolah. Masalah dia naik apa tidak itu bukan kewenangan BK, tetapi kewenangan bapak ibu guru pengajarnya. Kita tunggu nanti ketika kenaikan kelas bagaimana.”

“Jadi anak saya nanti tidak naik? Saya tidak terima. Pacarnya harus bertanggung jawab! Gara-gara anak itu anak saya rusak!” wajahnya kembali memerah. Rasa amarah membuatnya bicara dengan nada tinggi.

“Naik dan tidak, itu urusan nanti, setelah kenaikan kelas. Saat ini akan ada kegiatan Ulangan Kenaikan Kelas. Bergantung nilainya Pak, juga perilakunya. Saat ini alpa 14 kali.”

“Bapak jangan menyalahkan pacarnya. Dari pengakuan dia, justru cowoknya pasif, tidak pernah datang ke rumah ceweknya. Ceweknyalah yang agresif. Sering datang ke rumah cowoknya.” Wali kelasnya menjelaskan data yang didapat dari cewek punk itu.

“Dia selalu datang ke rumah pacarnya ketika memerlukan pil, katanya. Kalau di rumah nggak berani. Paling lama dua jam, setelah itu pulang. Di rumah cowoknya sering kososng. Ibunya ke Hongkong, bapaknya kerja di bengkel, pulang jam lima sore bahkan pulang malam jika banyak lemburan.

Cewek itu di rumah terkontrol. Saat jam pulang dia juga pulang tepat waktu. Tapi siang hari rumah pacarnya sering ksosong. Ibunya di luar negeri, bapaknya pergi ke sawah. Ketika ke rumah pacarnya, dia hanya ijin beli makanan atau dolan ke rumah temannya, tidak pernah pulang malam.

“Anak ini pandai bersandi wara. Pinter menutupi permasalahannya. Dia periang, kita tidak mengetahui bahwa di balik ceria penampilannya ternyata dia memendam masalah.”

Ketika disuruh mengisi buku BK tentang masa depannya nanti pengen apa, dia tiba-tiba menangis. Gurunya bertanya mengapa menangis, dia tidak menjawab.

“Saya peluk anak itu, dia nangis terisak-isak. Saya tanya tetap tidak mau bercerita. Hanya sebuah kalimat terucap “Aku tidak ingin apa-apa.”

“Mengapa lidahmu kamu tindik?”

“Aku nggak tahu.”

“Mengapa kamu tato lenganmu?”

“Aku nggak berguna,”

“Kamu terlihat makin kurus. Apa kamu sakit?”

Dia hanya menggeleng. Air matanya menetes. Namun tak ada yang terucap. Keriangan anak ini hilang. Biasanya ramai di kelas. Cuek, namun kali ini jauh berbeda. Sering bertopang dagu, pandangan kosong.

“Bagaimana lingkungan rumahnya?”

“Cowoknya tinggal di dekat masjid, di belakang masjid. Anak perempuan ini juga tinggal dekat masjid, empat rumah dari masjid. Tapi mereka memang tidak pernah ikut kegiatan di masjid, kecuali bulan Ramadhan,” wali kelas memiliki data lengkap sehingga bisa menjelaskan secara detail.

“Pak, boleh saya bercerita?” tanya petugas BK dengan mimik serius.

“Anak itu mengaku tidak datang bulan. Ini bulan ke tiga. Namun dia tidak berani bercerita pada bapaknya.”

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post