cecep peby

Guru SMPIT yang ingin belajar menulis dengan sungguh2. ...

Selengkapnya
Navigasi Web

INTEL

“Jangan dulu masuk!” ucap Pak Polisi.

“Baik, Pak,” kata Bima sambil penasaran apa yang terjadi dengan temannya.

Malam itu Bima diajak Tiara untuk bertemu, hanya saja Bima mendapatkan kendala karena mobil yang dia pakai tiba-tiba mogok di perjalanan.

“Apa yang terjadi, Pak?” ucap Bima.

“Kamu siapa?” tanya Polisi sambil menyelidiki.

“Saya .....”

Bippp bipppp bippppp

“Apa, Tiara telepeon?” dalam hati Bima.

Polisi langsung menoleh ke arah Bima sambil berteriak.

“Tangkap laki-laki itu!” ucap Polisi yang sedang memegang HP Tiara.

Bima pun kaget dan spontan dia ingin berlari, tapi dia berhasil dibekuk oleh Polisi. Setelah itu, Bima dibawa oleh polisi untuk dimintai keterangan. Bima pasrah ketika dia diajak oleh para polisi itu.

Hening, Bima tidak berucap sama sekali. Padahal polisi memperlakukannya bak seorang penjahat.

“Kenapa tadi kamu mau lari?” ujar Rudi polisi yang membekuk Bima saat dia ingin lari.

Diam seribu bahasa, dia tak mampu berucap. Pikirannya membuncah ke mana-mana. Tentu dia selalu memikirkan tentang Tiara. Entah apa yang terjadi dengan temannya sehingga para polisi ini bisa menangkap Bima.

“Woy... punya mulutkan?”

“Iya, Pak. Maaf..”

“Kenapa kamu mau lari?”

“Saya kaget, Pak. Benar-benar bingung,”

Plak ..............

“sakit, Pak,”

Plak ..............

Ampun, Pak,”

Tiba-tiba ada mobil hitam kekar menyalip dan memepet mobil polisi itu. Serentak mobil polisi itu mengerem dan para penumpang pun terdorong ke depan.

“Arghhh ... siapa yang bawa mobil!” ucap polisi yang sedang nyetir.

Suanan gelap ditambah cahaya lampu memantul semuanya tidak bisa melihat jelas apa yang ada di depan. Tanpa ada peringatan tiba-tiba suara tembakan yang diredam mendarat ke leher sopir. Sontak semua yang berada pada mobil menunduk untuk melindungi diri. Suara langkah kaki begitu terdengar, Bima ketakutan, teriak pun sulit karena lidahnya membeku.

Suara langkah kaki semakin terdengar jelas, deuppp ..... satu tembakan mengenai Rudi. Dan dia pun terkapar dengan menahan rasa sakit karena tembakannya mengenai dada kanan. Bima pun tak sadar dia menekan tuas pintu dan langsung terbuka pintu mobil tersebut.

“Ampun..... tolong, Pak. Jangan bunuh saya,” ucap Bima sambil berteriak memohon ampun.

Deuppppppp .........

Tembakan pun mengenai dada Bima dengan jelas.

******

“Kita melawan Polisi Republik Indonesia,” ucap Sandi.

“Ya, mau bagaimana lagi. Informan kita tewas dan mereka menemukan barang informan yang sudah dibunuh oleh orang lain,” tegas Tama, “kalaupun mereka hidup, nantinya mereka akan memberikan informasi itu kepada yang menyuap mereka!”

“Ya, sudah bangunkah anak itu?”

“Tim pengejar menembak efek bius yang sangat kuat, sudah dua hari dia belum sadar,”

Tokk .... tokk ... tokkkk ....

“Izin masuk, Kang,”

“Ya, masuk. Kenapa?”

“Berita sudah ramai di luar, banyak tim yang memburu pembunuhan kedua polisi itu. Untungnya kita sudah memberikan ‘petunjuk’ kepada para polisi,”

“Bukan polisi yang saya khawatirkan, tapi merekalah para penyuap yang saya khawatirkan, mereka itu jaringannya internasional. Konon pejabat kepolisian kita ada yang sudah kena suap mereka. Makanya operasi kita kodenya RJ bahkan atasan kita yang paling atas tidak tahu tim ini,”

“Atasan kita yang paling atas? Lalu, tim bantuan dari pusat??”

Semua terdiam, tiba-tiba Sandi langsung mengunci pintu. Tak lupa dia mengaktifkan keadaan darurat. Tama bergegas menghubungi petugas yang ada di luar. Mereka bertiga bagaikan burung dalam sangkar yang siap diledakan oleh orang-orang jahat.

Komunikasi dengan orang-orang sudah tidak tersambung. Mereka tidak ada yang membalas pesan Tama, bahkan petugas yang menjaga Bima pun sudah tak ada suara. Tama sudah nekat, dia ingin pergi keluar. Namun, Sandi menahannya karena ruangan ini memang didesain khusus untuk tidak terdeteksi. Peralatan secanggih apapun akan sulit menerobos ruangan ini.

“Tenang Tama!” ucap Sandi.

“Tapi Kang, teman-teman kita yang di luar??”

“Mereka mati demi negara, jangan biarkan mati mereka sia-sia!”

“Arrrhggggttt... keterlaluan!!!! Sejak kapan tim itu datang ke sini?”

“Satu jam yang lalu, Kang,” ucap petugas Dedi.

“Kenapa tidak lapor?”

“Mereka bawa surat resmi, kita juga bahkan sudah mengecek keabsahan surat itu. Dan memang itu resmi dari pusat,”

Bipppp biipppppppp bippppppp .....

“Sudah diam, Komandan telepon!” ucap Sandi.

“Tunggu... Kang!” bergegas melihat telepon yang dibawa Sandi, “ini bukan panggilan masuk, lihat, Kang. Ada kode enskripsi yang terlihat. Banyak kejanggalan dari layar paling atas, di sini kan jaringan gak stabil,”

Situasi semakin sulit, mereka hanya bisa bertahan dalam ruangan itu.

******

Badan Bima seakan-akan terasa melayang, bahkan dia merasakan kalau dia sedang dalam kendaraan. Tangan dia susah untuk digerakan, kepalanya pun masih pusing karena efek obat masih menempel dalam tubuhnya.

“Ehmm ... ehmmm .. “ Bima merasakan tenggorokannya kering dan perutnya mulai meronta-ronta kelaparan.

“Saya mau dibawa ke mana, Pak?” kata Bima lirih sambil menahan lapar.

Dalam kendaraan ada 4 orang tapi tak ada satu pun yang menyaut tentang pertanyaan Bima.

“Lapar ....”

“Woyy ... LAPAR ....”

“Ya, Tuhan .... saya lapar,”

“Laaparrrrrrrrrrrr....”

“Laparrrr....”

“Laparr ...”

Hingga dia terlelap kembali karena lemas dan lapar.

******

Dingin sekali lantai ini.. tiba-tiba Bima terbangun.

Nampak makanan banyak sekali, tanpa pikir panjang, dia lagsung melahap makanan yang ada di depannya. Rasa resah dan ketakutan kini ia tak peduli, yang penting sekarang adalah waktunya untuk makan banyak.

Keadaan benar-benar sunyi, Bima mulai berpikir panjang. Sampai-sampai dia berusaha mengingat kembali kejadian hari ini dan sebelumnya. Entah apa yang membawanya dia pindah ke sana kemari. Yang teringat paling menyakitkan adalah dia ditembak bagian dada, meskipun obat bius tetap saja menurutnya itu adalah hal yang menyakitkan yang akan selau dia ingat.

“Ada orang tidak?” teriak Bima, “halloo ....”

Teriak sekuat tenaga pun tetap orang-orang tidak menghiraukannya.

******

“Bagaimana Kang? Sudah bisa keluar tidak?” ucap Tama.

“Aman, tapi jangan lewat jalur sana. Mungkin tempat ini sudah dipasang bom!” kata Sandi, “ayo bantu saya angkat tembok ini,”

Akhirnya mereka bisa keluar dengan selamat, lantas mereka mencari kendaraan untuk pergi ke tempat aman.

“Kita mau ke mana Kang?” ucap Dedi.

“Kita langsung ke rumah Komandan!” tegas Sandi.

“Siap, Kang,”

banyak sekali mobil yang terparkir di rumah komandan, bahkan ada ambulan dan mobil petinggi militer.

“Kang ... ramai rumah komandan, tetap masuk?”

“Jangan dulu, perasaan saya gak enak, kita pantau di sini dulu,”

wartawan sudah banyak berdatangan, lantas Tama mulai mengecek berita terbaru hari ini. Dan ternyata, isi beritanya tentang makar oleh komandannya sendiri. Serentak mereka bertiga pun mulai menjauhi rumah komandan. Naasnya, komandan mati dalam keadaan bunuh diri, dan dia membuat sepucuk surat bahwa dirinya telah menyesal membuat makar tersebut.

“Kacau, inilah risiko yang akan kita ambil,” kata Sandi.

“Lihat Kang, ada nama-nama korban yang telah meninggal di tempat operasi RJ,” timpal Tama, “bahkan .... nama kita ada di daftar ini, Kang,”

“Terus kita harus bagaimana, Kang? Kita jadi buronan nasional kalau mereka tahu kita masih hidup,” ujar Dedi.

“Tetap tenang, mau tidak mau kita praktikan operasi senyap. Pasti ada dalang dibalik semua ini!” tegas Sandi, “Pasti ada orang dalam yang sudah merencanakan hal ini, komandan tidak mungkin bunuh diri. Baginya keselamatan Indonesia yang utama,”

“Betul, Kang. Tapi tetap kita harus jaga diri dulu, tidak mungkin kita langsung operasi senyap tanpa ada dukungan?”

“Ya, tidak mungkin juga kita menghubungi markas pusat! orang-orang di sana lah yang sudah membasmi tim RJ, sialan!”

“Bagaimana saat kamu menyelidiki mayat Tiara? Apa betul itu mayatnya?”

“Saya bawa sampel rambutnya mayat itu, ini hasil tesnya baru keluar dan ternyata hasilnya negatif, Kang,”

“Jadi, dia masih hidup?”

“betul, Kang. Dia intel yang hebat, makanya komandan memilih dia untuk operasi ini. Andaikan dia tahu bahwa komandan telah meninggal mungkin dia akan terpukul,”

Cekkiiitttttttttttt ................................

Tiba-tiba Dedi menghentikan kendaraaanya.

“Kenapa Ded?”

“Ada yang mepet kita, Kang,”

“Siapkan senajata, Jangan dulu dibuka pintunya, ini anti peluru! Tunggu sampai dia keluar!”

Mereka pun bersiaga, dengan keadaan tenang wanita itu keluar dari mobil. Dan mulai menghampiri mereka.

“Turunkan senjata kalian, ini saya Tiara!” ucap Tiara.

Mereka pun keluar dari mobil, orang yang kembali terpisah sudah kembali lagi bergabung. Canda beserta duka nampak dari raut wajah mereka, tak sedikit juga yang penasaran bagaimana Tiara bisa hidup dan selamat dari incaran para organisasi kriminal dunia.

“Laki-laki itu, si Bima siapa kamu?” tanya Sandi.

“Nanti juga dia ke sini,” jawab Tiara.

“Hah, yakin?”

“Tuh, orangnya,”

Sandi hanya bengong melihat Bima baik-baik saja, banyak sekali pertanyaan yang ingin dia sampaikan. Tapi apa daya, melihat mereka gembira Sandi jadi lupa segalanya. Semoga pertemuan ini bukan akhir dari kebahagian tim kecil ini.

Bekasi, 04 Agustus 2020

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Seru ceritanya. Keren.

04 Aug
Balas

makasih, Bu.

07 Aug



search

New Post