Pentigraf

Oleh : Maharani Ritonga

Handoko terduduk lemas sambil meneguk segelas air yang dihidangkan istrinya. Pikirannya kacau, Handoko satu diantara banyak karyawan yang di rumahkan. Ia tidak tega menyampaikan kabar duka ini kepada istrinya. Matanya tertuju pada kalender yang terpajang di dinding. " Tanggal 20" gumamnya dalam hati . Semua tagihan melintas satu persatu di benaknya. Mulai dari sewa rumah, Listrik, Air dan biaya hidup mereka ke depannya. Kecemasan mulai merasuki. Akankah Santi Istri yang baru dinikahinya 2 bulan lalu sanggup hidup bersamanya dengan masa depan suram seperti ini?. Kemarin kang Hendra menawarkan pekerjaan tapi Handoko menolak secara halus karena masih sayang dengan pekerjaan sekarang. Ternyata hari ini. Kabar duka yang Ia peroleh.

"Mas,Tadi Kang Hendra datang beserta istrinya, Ujar Santi dengan hati-hati. Istrinya menawarkan kepada kita untuk menempati rumah mereka yang di kebun. Kata mba Diah, kalau kita mau. Kita boleh tinggal disana sembari menjaga kebun teh mereka. Handoko bertambah sedih mendengar cerita istrinya. Ia tak sanggup mengatakan kalau kemarin Kang Hendra sudah menawarkan hal itu kepadanya dan Ia tolak dengan Halus. "Telat Santi, sudah telat" Kata Handoko sedih. "Mas susah tahu semuanya. Telat Santi maafkan mas ya" ucapnya sembari merangkul pundak Santi.

"Mas tahu kalau Santi telat" teriak Santi histeris. Handoko mengangguk dengan sangat menyesal. Terlihat benar penyesalan di wajahnya. Kemudian Handoko menceritakan kejadian kemarin. Santi tertawa terpingkal-pingkal. "Santi telat mas, Santi hamil".