Perjalanan ke Baitullah (Bagian Pertama)
Tantangan Hari Ke-17
#TantanganGurusiana
Melihat dengan nyata ka'baitullah merupakan cita-cita setiap umat Islam di dunia. Betapa indah dan agung ciptaan Nya. Pemersatu umat Islam dalam balutan aqidah. Kebahagiaan tak terhingga ketika berada tepat di depan nya. Tak terasa air mata menetes dengan derasnya, sebagai tanda hati kita menyatu dengan Nya. Semoga segera bisa kembali lagi untuk beribadah di tanah suci Nya. Amiin yaa robbal alamiin......
Masih teringat beberapa tahun yang lalu, ketika Allah memberikan kesempatan saya bersama suami melaksanakan ibadah di haramain. Menjadi cita-cita sebagian besar umat islam di berbagai belasan dunia. Pastinya saya tidak akan menyia-nyiakan kesempatan beribadah di sana, baik di Kota Madinah maupun di Kota Mekkah Al Mukarromah.
Bisa dikatakan perjalanan umroh yang lumayan lama, meskipun tanpa adanya kunjungan ke negara lain. Artinya tujuan keberangkatan kami hanya ke Saudi Arabia tepatnya di dua kota suci umat islam. Akan tetapi, Allah memberikan kami pengalaman yang bisa diceritakan kepada anak cucu serta para sahabat saya.
Awalnya, saya mendapatkan informasi tentang keberangkatan umroh kami. Segera saya dan suami bersiap-siap untuk menyiapkan perlengkapan kebutuhan kami selama di perjalanan. Anak-anak kami titipkan kepada keluarga di desa. Segeralah kami menuju bandara menemui para jama’ah yang lain. Setelah semua terkumpul, kamipun berangkat menuju kota yang merupakan Ibukota Indonesia.
Sesampainya di Jakarta, kami berharap untuk segera melanjutkan perjalanan menuju Jeddah. Harapan kami musnah, ketika petugas travel mengarahkan kami menuju hotel untuk transit. Saya berpikir transit hanya untuk satu malam saja. Ternyata prediksi saya salah. Saya, suami bersama para jama’ah yang lain harus tinggal beberapa hari di Kota ini. Kami coba bersabar, tetapi semakin hari kesabaran kami pun semakin menipis. Pertanyaan dari berbagai jama’ah hampir setiap saat dilontarkan kepada petugas yang hadir menemui kami.
Ujian pertama kami di saat melaksanakan perjalanan ibadah umroh. Tetapi saya coba mencari sisi positif dari skenario Allah yang terjadi kepada saya. Mungkin karena selama ini saya dan suami sibuk dengan urusan pekerjaan dan urusan anak-anak yang masih kecil. Sehingga di saat inilah, saya bisa lebih maksimal bersama suami. Selayaknya pasangan pengantin baru, saya dan suami menikmati kebersamaa kami selama waktu menunggu ini, untuk bersama-sama saling instrospeksi diri.
***
Sekitar lima hari saya berada di Jakarta, akhirnya saya mendapatkan pencerahan bahwa rombongan akan berangkat di malam itu. Sore hari pun tiba, kami segera menyiapkan barang-barang menuju bandara Soetta. Ketika petugas membagikan paspor beserta visa kepada jama’ah, hanya tertinggal beberapa jama’ah yang belum mendapatkan paspor tersebut. Ada lima orang termasuk saya dan suami yang belum mendapatkan paspor.
Petugaspun mendapatkan serangan berbagai macam pertanyaan dari kami. Mereka berusaha menenangkan kami. Kamipun mencoba untuk tetap bersabar, kami percaya jika Allah sudah mentakdirkan saya dan suami untuk beribadah di Baitullah, pastinya jalan menuju ke sana akan diberikan kemudahan dan kelancaran oleh-Nya.
Kulihat jam dinding di bandara menunjukkan pukul 19.00 WIB. Sebagian besar jama’ah sudah berjalan menuju ruang tunggu bandara sebelum memasuki pesawat. Hanya kami berlima (termasuk salah satu ustadz yang ditugaskan pihak travel sebagai muttawif) yang masih menunggu kepastian, apakah kami akan berangkat atau harus reschedule lagi ?
Jujur saya merasa sedikit agak tenang, karena yang tertinggal salah satunya adalah muttawwif. Saya percaya bahwa pihak travel akan mengupayakan kami untuk berangkat bersama jama’ah yang lain. Beberapa menit kemudian, petugas dari pihak travel pun hadir. Mereka segera menghampiri kami, dan mengarahkan untuk “chek in” serta melakukan perjalanan menuju bandara di Malaysia. Rupanya perjalanan kami ke Jeddah akan diberangkatkan bersama jama’ah lainnya dari Bandara di Kuala Lumpur. Kami mengikuti semua instruksi dari petugas dengan harapan agar segera bisa berangkat.
Sembari saya berjalan menuju ruang tunggu bandara, saya coba menengok lembaran-lembaran paspor yang saya pegang. Saya menerka bahwa terpendingnya keberangkatan kami, dikarenakan adanya kesalahan nama suami pada visa saya. Sehingga visa yang sudah jadi beberapa hari sebelumnya harus dibuat hangus, dan dilakukan pengurusan ulang. Terbukti benar bahwa pengurusan visa saya yang baru selesai di hari itu, selanjutnya kamipun segera diberangkatan bersama para jama’ah yang lain.
Sesampainya kami diruang transit, petugas bandara segera mengarahkan kami menuju pintu masuk pesawat. Ternyata keberangkatan pesawat kami terjadi “delay” beberapa jam. Dan, ketika kami berlima sudah memasuki pesawat, sejenak pintu pesawat tertutup, pesawat mulai persiapan take off. Disitulah kali kedua saya merasakan keajaiban dalam perjalanan ibadah umroh kami. (bersambung).
Surabaya, 31 Januari 2020
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar