Cicilia Sumarti

Berburulah Ilmu. Menulislah sebagai Tali Pengikatnya. Demikian motto yang sekarang dipegangnya. Gerakan Literasi Nasional telah membukakan mata dan hatinya untu...

Selengkapnya
Navigasi Web
Izinkan Mereka Bahagia
Pinteres.com

Izinkan Mereka Bahagia

TM Gurusiana 47/365

Izinkan Mereka Bahagia

Dua ekor pipit terlihat sibuk mondar mandir dari satu arah ke arah yang lain. Kucoba mendekatinya untuk memastikan apa yang sedang dilakukannya. Sebuah warna berbeda kulihat di suatu ranting yang rimbun. Sebuah sarang. Ya, sebuah sarang sedang dibangun keduanya. So sweet.

Beberapa hari kemudian, kulihat dari bawah pohon, sarang itu telah terlihat sempurna. Namun sesekali di paruh pipit itu terlihat rumput kering masih dibawanya kembali ke sarang. Hingga sarang itu terlihat semakin tebal dan rapat. Kulihat pula, bulu-bulu lembut seperti kapas, tersulam di antara rumput-rumput kering. Wow, rapat sekali dinding sarang itu! Pastinya akan menghangatkan mereka jika berada di dalamnya sebab angin tak mampu menembus dinding sarang.

Di sebuah pagi yang cerah, kulihat sepasang pipit pemilik sarang itu bertengger di dahan dekat sarang mereka. Mereka saling berhimpitan dan sesekali saling menyusupkan paruhnya ke bulu tubuh pasangannya. Mesra. Kulihat mesra sekali. Begitu adilnya Sang Pencipta membagikan cinta dan kasih sayang pada makluknya.

Beberapa minggu kemudian masih kulihat pemandangan yang sama. Kulihat si pipit mondar mandir membawa rumput kering di paruhnya. Namun tak sesibuk di awal membangun sarang. Karena sepertinya hanya satu pipit saja yang keluar sarang. Mungkin juga bergantian keluarnya. Aku tak bisa membedakan antara yang satu dengan yang lainnya.

Suatu hari sayup-sayup kudengar dari sarang itu, suara mencericit anak-anak mereka telah menetas. Wah, sudah tambah warga baru, tuh! Aku tak bisa melihat anak-anak mereka berapa jumlahnya. Yang pasti lebih dari satu didengar dari suaranya. 

Setiap senja, kuluangkan mendongak ke atas di mana sarang si pipit bertengger kuat di antara rimbun dedaunan. Mereka akan terbang menjauh atau masuk sarang bila kudekati. Mereka pastinya merasa terancam ketika ada orang yang mendekati sarangnya. Aku tak tega berlama-lama mengganggu kenyamanannya. Maka kutinggalkan sarang itu.

Beberapa minggu kulihat, si pipit sibuk keluar masuk sarang. Mondar-mandir dari arah yang hampir sama. Ketika kembali ke sarang suara anak-anaknya terdengar ramai berebut minta disuapi. Ya, aku yakin. Si induk pipit mondar-mandir keluar masuk sarang demi anak-anaknya yang belum berdaya. Mereka dengan gigih berjuang agar anaknya tak kelaparan.

Bulan berganti, kulihat anak-anak pipit mulai keluar sarang untuk belajar terbang. Sesekali mereka mengepakkan sayapnya dengan kaki tetap mencengkeram di ranting pohon. Pasti sedang berlatih agar sayapnya kuat untuk mengangkat tubuhnya untuk terbang ke mana yang dimaui. Sementara induk mereka menemani anak-anaknya belajar terbang sambil membersihkan bulu-bulunya sendiri.

Bulan terus berganti. Anak-anak pipit semakin jauh belajar terbangnya. Sementara si induk mengajari dahan dan tempat mana yang menjadi tujuan. Sambil sesekali menyuapi mereka dengan makanan yang telah diperoleh induk lainnya. So sweet. Pola asuh yang luar biasa.

Bulan terus berganti. Dengan ritme yang sama, mereka melakukan aktivitas hariannya. Pergi mencari makan. Pulang ke sarang setelah kenyang. Bermain, bernyanyi, terbang ke sana sini, menunaikan titah dari Sang Khaliknya.

Lalu tak lama kemudian, suara cericit bayi-bayi pipit kembali kudengar dari sarang yang sama. Sementara anak-anak mereka yang lain bertengger di luar sarang. Mereka sudah cukup kuat hidup di luar sarang. Mereka telah punya adik yang butuh perlindungan seperti dirinya ketika masih bayi. Begitulah alam mengatur kehidupannya. Damai. Dinamis. 

Bulan terus berganti. Satu tahun telah lewat. Keluarga pipit semakin beranak pinak. Berkembang dari sepasang kini entah sudah berapa jumlahnya. Sangat mendamaikan hati melihatnya. Begitu harmonisnya keluarga itu. Setiap pagi saling mencericit bertegur sapa. Terbang bersama meninggalkan sarang untuk mencari makan. Dan pulang kembali ke sarang dengan riang. 

Setiap sore terlihat lagi mereka terbang bergerombol berkejaran di awan. Dan entah dari mana saja datangnya. Gerombolan burung-burung pipit membentuk pasukan pipit, terbang meliuk-liuk di awan membentuk konfigurasi. Saling berkejaran. Memisahkan diri menjadi beberapa kelompok. Terbang menjauh dan kembali menyatu membentuk pasukan yang amat banyak jumlahnya. Dan menjauh kembali hingga mataku tak bisa lagi mengikuti. Demikian yang kulihat akhir-akhir ini. Pemandangan alam dari kehidupan pipit dan populasinya.

Beberapa tahun kemudian. Pohon-pohon di kebun depan rumahku habis ditebang. Dengan alasan ekonomi tentunya. Batang-batang pohon albasia berdiameter 30-an sentimeter sudah laku jual. Sarang-sarang pipit yang kulihat ada lima buah jatuh bersama pohon-pohon yang ditebang. Pipit-pipit itu kudengar mencericit menjauh. Mungkin menjerit tepatnya. Sarang yang dibangun dengan perjuangan telah hilang. Sarang tempat mereka membangun keluarga bahagia terampas begitu saja. Kemana mereka mengadu? Siapa yang akan membela mereka? Ah, itulah hukum alam! Siapa yang kuat dialah yang menang. 

----bersambung---

Kalileler, 24022021

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post