Terkejut sangat pada hari ini mendengar anakku yang berumur 2,5 tahun menunjukkan sebuah poster di dinding sebuah pintu dan menyebut nya dengan nama i-pink. Maksudnya apa dek? Kataku. Kemudian anak pertama ku langsung menimpali maksud dedek itu black pink mama. Wah, wah darimana anak-anak ini tahu dengan kelompok musik dari korea selatan ini. Apakah mungkin ketika mereka bermain HP malah yang dibuka adalah nyanyi mereka? Penasaran ku pun langsung hunting si black pink ini di youtube, karena jujur aku tak tau sama sekali dengan segala group k-pop ini. Selain tidak suka, aku pun tidak bisa membedakan kelompok satu dengan yang lainnya. Karena penampilan dan nyanyian mereka cenderung sama satu dengan yang lain di telingaku.

Banyak lagu black pink ini muncul di pencarian you tube ku. Dan masya Allah hampir semua pakaiannya tidak sesuai dengan ajaran agama, dan tentunya belum pantas untuk dilihat mata polos anak-anakku. Aku termenung, ini semua salahku karena tidak selalu memantau apa yang mereka lihat. Segera ku temui anak-anak dan meluruskan bahwa ini belum pantas mereka lihat, lebih baik mendengar nyanyian seusia mereka dulu. Dan kalaupun mau meminjam HP nanti, menontonnya harus sepantauan mama.

K-pop memang berhasil menambah devisa besar-besar an bagi negara korea selatan. Banyaknya peminat dari seluruh dunia akan ekonomi kreatif korea selatan ini membuat demam korea sudah melanda dimana-dimana. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa kreatif nya masyarakat nya dalam industri yang satu ini, bahkan gaya fashionnya digemari di seluruh dunia. Dalam bidang drama korea ini pun sebenarnya kalau diikuti ceritanya banyak yang sarat makna. Artinya tidak semua juga yang negatif. Namun ada baiknya kita memfilter apa yang di konsumsi anak dan remaja kita. Lebih baik diarahkan mengidolakan seseorang atau kelompok yang sesuai dengan norma agama, agar tidak terjadi pangadaptasian besar-besaran tanpa menyadari pengaruh buruknya pada norma ketimuran kita. Karena kita sama-sama tau terkadang modernisasi sering dikalahkan dengan westernisasi atau dengan kata lain terjadi pengadaptasian besar-besaran mulai dari fashion, makanan, aksesoris, gaya hidup, bahkan mungkin kebebasan hubungan laki-laki dan perempuan. Yang banyak bertentangan dengan norma agama kita.

Akan selalu ada sisi negatif dan positif dalam setiap peristiwa, pandai -pandai kitalah menseleksinya dan memantaskan apa yang akan dikonsumsi apa yang tidak terutama untuk anak-anak. Mungkin akan lebih baik budaya islami yang kita galakkan untuk ditonton. Karena tak kurang pula rasanya film dan nyanyian yang mengedukasi dan penuh ilmu keislaman yang ditayangkan di media sosial. Apalagi anak-anak dengan kondisi yang belum bisa membedakan baik dan buruk semua yang disaksikan. Tentunya kita tak ingin demam korea juga melanda buah hati kita kan. Selamat mendampingi anak-anak ketika menonton ya pembaca.