Dadan Andana

Saya pengajar di sekolah pinggiran hampir selama dua puluh tahun. Terasa betapa berkesan bisa berbagi dengan mereka yang haus sentuhan perubahan. Sebagai "penge...

Selengkapnya
Navigasi Web

PANCAR ASMARA LARENA

[25/1 19.41]

Sebelum matahari pagi memancarkan sinar serta kehangatan yang pertama di atas pegunungan, Dyang berbisik di daun telinga Larena yang sedang terlelap. Kata-kata lembut yang dibisikkan adalah ramuan rahasia,penting dari seorang suami.

Berkas cahaya menembus tipis kaca jendela yang sengaja dibuka sejak fajar agar udara sejuk pegunungan mengisi pori-pori. Setiap pagi pula Dyang dan Larena selalu berdiri di luar sana saling berdekap dibangunkan mentari.

"Ngantuk?" suara Dyang hangat di pipi kanan Larena.

"Emh," Larena melenguh manja rambutnya tergerai.

"Besok lanjut," Dyang lebih merapatkan suara bibirnya.

"Oppo lanjut sebelum samsung," gurau Dyang lebih merapatkan dadanya yang bidang diseliwiri angin gigil pegunungan.

"Hmm. Bantal dan guling masih memanggilku," Larena makin manja.

"Besok libur, sayang," lanjut Larena.

"Pejamkan matamu sayang," kata Dyang.

"Jangan khawatir, aku sudah memanggil matahari. Dia akan terbit," ujar Dyang lagi.

Hati Larena luluh dan tercabik bagaikan lembaran kertas, air matanya menggenang. Apalagi saat Larena mengulanginya lagi pancaran asmara itu. Larena beruntung memiliki suami sebaik Dyang.

Kini sudah hampir setahun Larena sakit dan seminggu yang lalu memutuskan untuk tetirah menyingkir dari hiruk pikuk kota. Larena menyadari di balik setiap kejadian yang menimpa Tuhan sedang menyiapkan kejutan terindah.

"Itu dia muncul," kata Dyang.

Napas Larena bergemuruh cepat, jantungnya berdetak kencang.

"Kau dapat merasakannya?" tanya Dyang.

"Ya," bisik Larena manja.

"Apa yang kau rasakan?"

"Awal munculnya matahari."

Dengan penuh kelembutan dan hati-hati, matahari memancarkan sinarnya di atas pegunungan dan mengabarkan kedatangannya.Warnanya mencerahkan. Langit gelap menjadi jingga kemerahan dan memancarkan garis tipis-tipis sinarnya.

"Aku dapat mendengarnya," kata Larena

"Kau mendengar apa sayang," tanya Sang Suami

"Bunyi gerakannya, napasnya,"

"Yang kau dengar adalah suara hutan yang baru bangun dari tidurnya. Itu suara bebatuan, gunung, kerikil batu yang menyerap kehangatan matahari, bunyi daun rerumputan yang perlahan-lahan bangkit, dan bunga-bunga sedang bermekaran."

Larena mendengarkan perkataan suaminya sambil bergelayut mesra seakan Dyang sedang menuturkan kisah "Seribu Satu Malam." Setelah itu Larena akan merasa sembuh dan lupa akan penyakit yang menderanya.

"Terimakasih Pih, telah menemani Bunda selama ini, maafkan Bunda tak bisa memberimu keturunan, maafkan Bunda..," kata Larena sedikit sendu dan terisak.

"Bun."

Dyang tidak jadi melanjutkan kata-katanya, serasa ada yang menyumbat tenggorokannya.

"Pih..kalau boleh Bunda punya satu permintaan untuk menebus dosa selama ini" ujar Larena.

"Apa sih yang tak bisa buatmu sayang, sekalipun gunung di sini kau pinta aku kan berikan untukmu," canda Dyang sambil mencium kening Larena.

"Bunda rela, Apih menikah lagi," kata-kata itu keluar dari mulut seorang istri yang begitu sholeha, baik hati, selalu memberikan kebahagiaan, menguatkan Dyang di segala keadaan.

Sepuluh tahun yang lalu Dyang memilihnya untuk menjadi pelengkap hidupnya walau tanpa anak karena dokter menyatakan bahwa Larena memiliki kelainan di rahimnya.

"Aku berangkat ya? Baik baik di rumah sayang," pamit Dyang pada istrinya.

Dyang adalah seorang guru yang mengabdikan hidupnya di sekolah daerah pegunungan.Dan memutuskan membawa istrinya ke sini agar lebih dekat, karena kadang-kadang tiga hari sekali Dyang pulang ke rumah di perkotaan dan bisa lebih tenang ketika sedang bertugas. Baru saja akan masuk kelas, tiba-tiba hp berdering mengabarkan kalau istrinya pingsan.

Penyakit itu telah mengalahkan ketegaran istrinya tercinta. Senyum pasrahnya telah menyiratkan ketabahan yang luar biasa. Dyang tak kuasa menahan luapan air matanya.

"Maafkan aku Bunda."

Ruang perawatan yang telah menyimpan banyak kenang ketika Larena harus bolak-balik dirawat. Dalam tidur panjangnya Larena tersenyum sumringah, tapi di lubuk hati terdalam, Dyang benar-benar merasa bersalah.

Satu minggu setelah pemakaman. Dyang datang kembali mengunjungi tempat istirahat terakhir Larena.Dyang bersimpuh di pusara Larena yang telah tenang di alam kelanggengan tujuan manusia.

"Maafkan aku cinta, selama ini aku telah berbohong padamu.Setelah kau tawarkan istri untukku, sebenarnya aku sudah menikah,tanpa Bunda tahu,maafkan.."

Lalu Dyang bangkit setelah anak lelaki berumur lima tahun merengek minta digendong.

pancar asmara

mengiringi gerimis

istri saleha

tunduk patuh setia

memuja sang kekasih

#tanka

Tegalmanggung, 25 Januari 2020

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post