Pagi yang cerah dengan ditemani sang surya yang hampir setiap hari dikurung oleh awan, namun kehangatan tetap menyambutku ketika kulangkahkan kaki senuju sepeda NMAX yang selalu setia mengawal aku dalam perjalanan dari satu sekolah ke sekolah yang lain. Dirumahku masih terasa dingin bahkan sampai prigen dingin pagi masih terasa, namun Kehangatan suasana pagi masih terasa di wilayah Pandaan, Sukorejo dan Purwosari. Begitu memasuki wilayah desa Ngembal masuk wilayah Tutur mulai terasa hawa dingin merasuk tubuhku. Pagi ini aku harus mengunjungi desa di daerah Puspo yang berada di sebelah paling barat, yaitu desa Janjangwulung. Desa ini berbatasan langsung dengan kecamatan Tutur, yang terkenal dengan daerah penghasil apel dan susu perah. Desa Janjangwulung juga merupakan daerah penghasil apel, susu sapi perah, durian dan alpukat.

SDN Janjangwulung II adalah sekolah binaan yang kukunjungi pagi ini, berada di dusun Sembung. Untuk masuk wilayah Sembung dari sebalah barat harus melewati hutan pinus yang tidak terlalu jauh, namun cukup asri dan rindang. Dibawah pohon pinus banyak ditanami warga dengan berbagai macam tanaman holtikultura, buah-buah dan rumput untuk pakan sapi perah.

Ketika aku awal-awal di kecamatan Puspo, agak bingung dengan penyebutan SD. Misal SDN Janjangwulung II, lebih dikenal masyarakat sekitar dengan SDN Sembung, karena berada di dusun Sembung. Dengan penyebutan yang agak aneh ini mengharuskan aku menghafal nama dusun-dusun yang ada SDnya dan mengkaitkan dengan penamaan resminya yang berbasis desa.

Di SDN Janjangwulung II, sedang bertugas sebagai guru PAI seorang ustadzah (istilah bahasa Arab, yang artinya guru perempuan), beliau berasal dari kecamatan pasrepan. Lumayan jauh jarak antara tempat tinggalnya dengan SDN tempat tugasnya, sekitar 40 KM jarak pergi dan pulang yang ditempuh. Bukan jarak yang ditempuh menjadikan beliau mendapat gelar perkasa, tetapi kekuatan dan keprkasaannya dalam membantu kebutuhan-kebutuhan guru PAI dalam melaksanakan tugas-tugas yang harus diembannya. Kalau sudah ada tagihan atau tugas yang harus diselesaikan oleh guru PAI, maka beliau dengan sabar dan ikhlas serta rela membantunya, terutama untuk dua kecamatan yaitu Puspo dan Tosari.

Misalnya harus mengumpulkan berkas-berkas, maka beliau siap memfotokopikan dan mencetak, walau jumlah guru yang dibantu sangat banyak. Kalau ada aplikasi yang online, maka dengan senang hati beliau mengerjakan punya guru PAI yang sudah sepuh/tua, yang memang buta teknologi. Untuk mencari perangkat pembelajaran, dicarikan semua guru, didiskusikan bersama-sama pernangkat tersebut dan dicetakkan olehnya serta dibagikan kepada setiap guru PAI. Beliau termasuk guru yang serba bisa, seninya juga menonjol. Juga pernah jadi dosen bahasa Inggris di sebuah universitas di kota Pasuruan.

Jasanya sangat besar dalam membantu guru PAI dalam memenuhi kewajibannya, tidak kenal lelah bahkan harus pulang dengan ikut temannya karena sepedanya rusak di tengah jalan atau di sekolah. Namun dibalik keperkasaan beliau. Kadang yang beliau lakukan terlalu berani mengambil resiko dan melakukan banyak hal demi meringankan beban kewajiban guru-guru lainnya. Sungguh mulia hati ustadzah perkasa, Lies Setyoharini, S.Pd.I. Selamat terus berjuang dan berjuang di jalan kebenaran.