#Tantangan Menulis Hari ke-67

Sore itu Puput seperti biasanya enggan menyiram bunga. Padahal Ibu sudah memberinya tugas untuk menyiram bunga. Bunga melati kesayangan Puput. Bunga di halaman rumah Puput lumayan banyak. Subur dan cantik. Keluarga Puput penyuka bunga. Beraneka ragam bunga terawat sangat baik.

“Put, bunganya sudah disiram?” tanya Ibu.

“Sebentar, Bu.” Puput asyik dengan bonekanya.

“Kasihan bunganya, nak.” Ibu meminta pengertian Puput.

“Ya, Bu. Sebentar lagi Puput siram,” masih asyik dengan bonekanya.

“Puput siram bunga dulu, nak. Ini sudah sore.” Ibu mengingatkan Puput.

Hampir setiap hari ibu selalu mengingatkan putri kecilnya untuk menyiram bunga melati. Hal itu ibu lakukan untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab meskipun Puput baru berusia empat tahun.

Puput sangat senang bermain boneka. Koleksi bonekanya cukup banyak. Setiap ulang tahun, ayah dan ibu selalu memberi hadiah boneka. Itu sebabnya Puput senang bermain dengan bonekanya.

Biasanya ada Gina yang sering bermain bersamanya. Gina tinggal di sebelah rumahnya. Gina bermain ke rumah Puput menjelang sore sambil membawa bonekanya. Mereka berdua sangat menikmati permainan bonekanya. Itu sebabnya Puput sering lupa menyiram bunga. Namun, sore ini Gina tidak datang bermain. Gina dan keluarganya sedang ke luar kota.

Saat sedang bermain boneka, Puput tertidur.

“Put, tolong aku. Aku sangat haus. Jika kamu tidak memberiku minum, aku bisa mati kehausan,” terdengar suara meminta tolong.

Puput ketakutan. Dia mendengar suara tetapi tidak ada orang yang berbicara dengannya.

“Siapa kamu. Siapa yang bicara denganku!” tanya puput ketakutan.

“Aku, Put. Bunga melati,” suaranya terdengar melemah.

“Ha! Kamu bisa bicara?” Puput keheranan.

“Iya, Put. Tolonglah aku. Aku sangat haus. Tolong ambilkan minum,” bunga melati batangnya mulai terkulai, lemas.

Puput baru menyadari bahwa yang berbicara sejak tadi adalah bunga melati kesayangannya. Puput mendekati bunga tersebut. Alangkah terkejutnya Puput. Tanah dalam pot terlihat kering. Batang bunga melati mulai terkulai. Ada beberapa daun yang menguning.

“Put, cepatlah beri aku minum sebelum aku mati kehausan,” sekali lagi bunga melati meminta Puput untuk memberinya minum.

“Maafkan aku bunga melati. Maafkan aku.”Puput berkali-kali meminta maaf.

“Puput bangun, nak. Put, ayo bangun,” terdengar suara ibu lembut membangunkan Puput yang tertidur di atas lantai.

Puput terbangun. Dia terkejut. Di hadapannya ibu bukan bunga melati yang sedang kehausan. Ternyata Puput bermimpi. Puput memeluk ibu.

“Maafkan Puput, Bu. Puput sering malas menyiram bunga melati kesayangan Puput. Ternyata tumbuhan pun bisa haus ya, Bu,” ucapan polos Puput.

“Iya, nak. Tumbuhan juga bisa haus. Jadi jangan malas lagi ya untuk menyiram bunga melati kesayangan Puput,” ibu mencubit pipi Puput dengan lembut.

Puput mengangguk, lalu berlari ke halaman untuk menemui bunga melati kesayangannya. Puput mengambil selang yang berada di samping pot bunga tersebut. Perlahan Puput mulai menyiraminya. Bunga melati itu terlihat segar. Sejak saat itu Puput berjanji tidak akan malas lagi untuk menyirami bunga melati kesayangannya.