Maharku tak sepadan dirimu
Mar lamar dan mahar merupakan salah satu adat yang biasa di lakukan di daerahku. Perhiasan, pakaian, alat kecantikan, serta tetek bengek perabot tempat tidur menjadi syarat wajib. Adat inilah yang kadangkala membelenggu sebagian kecil para lelaki yang kurang mampu dalam hal ekonomi namun mampu dalam “ketampanan”. Ini dilema kan? Ironis memang. Ini juga pernah membelenguku saat aku melamar istriku. Beruntungnya aku dijodohkan Allah dengan bukan dari kalangan masyarakat dimana aku tinggal sekarang. Patut disyukuri kan?
Kebiasaan mar-lamar dengan mahar yang “wah” kadangkalan membuat sesuatu yang membanggakan namun juga kadangkala menyakitkan secara ekonomi. Harga yang harus dibayar dari sebuah mahar mar-lamar menunjukkan identitas tingkat sosial ekonomi seseorang. Walaupun kadangkalan itu “dipaksakan”. Ini tidak berlaku pada diriku. Dahulu kala saat melamar jodoh yang diberikan Allah kepadaku aku hanya punya suatu kata. “sayang, aku tidak menjanjikan kebahagiaan padamu, jika kamu ingin bahagia, mari kita rengkuh bahagia itu bersamaku”.
Bagiku sebuah mahar lamaran yang ada pada suatu tradisi tidak selalu benar maupun salah. Bagiku mahar berupa dengan segala tetek bengeknya itu hanya sekedar menunjukkan “akunya”. Komitmen terbesarnya adalah setelah lamaran, pernikahan itu. Lebih terpenting bagiku piranti mar-lamar itu tidak sebanding dengan jodoh yang dianugerahkan Allah padaku.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Mari
menulis
pokok mood nya dapet
"Mari kita rengkuh bahagia itu bersamaku". Romantisnya.
wkwkwk....in mengingat kata sakti dahulu...