Darman D. Hoeri

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Rumah Cinta (10)

/10/

tak terbantah, mak, tapi aku tetap seperti menandak atas desing patah-patah napasmu. lalu untuk apa mutu manikam ini kugali jika sedetikpun tak kauberi aku saat persembahkan semua penuh takzim?

“cukup aku melihatnya saja, nak. mutu manikammu tak perlu berderet di jemariku. amatlah malu aku pada hidup, sebab sejarah hidupku belum lagi cukup untuk membusung dada selaku ibu bagimu.

aku bukan berhala. dan, tak mau jadi berhala. maka bangunlah. tangkup tanganmu rekahkan, lalu sentuhlah segala yang ramah melambai di sekitarmu. kau tahu, nak. hanya dengan itu pasti aku tersanjung.”

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

SubkhanAllah, betapa mulai sang ibunda, tak banyak berharap atas dirinya kecuali bahagia atas empati buah hatinya terhadap sekeliling. Bahasa hati cerminan penulisannya, pasti tak terbantah kedekatan dengan ibundanya.

19 Oct
Balas



search

New Post