Dartini

Pengawas SMP di Dinas pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah....

Selengkapnya
Navigasi Web

Mismatch

Mismatch alias tidak sinkron terjadi di banyak hal. Tak terkecuali di bidang pendidikan. Dunia pendidikan adalah lembaga jasa yang menghasilkan lulusan. Produk dari lembaga pendidikan adalah tenaga kerja yang akan memasuki dunia kerja. Logikanya bekal ilmu baik dari sisi pengetahuan ketrampilan dan sikap harus sesuai dengan yang dibutuhkan di dunia kerja.

Ketika anak-anak SD mempelajari jenis-jenis pekerjaan yang ada di masyarakat, yang dikenalkan berupa profesi profesi yang sudah sangat dikenal, misalnya dokter, guru, pedagang, petani, nelayan, petugas pos. Sementara itu jenis pekerjaan baru yang muncul seiring perkembangan jaman telah begitu banyak. Barangkali materi pengenalan jeniss-jenis pekerjaan perlu dikembangkan menjadi materi terbuka yang mengikuti perkembangan jaman. Saya ingat dulu materi pelajaran sejarah kelas 3 SMP (dulu belum kelas 9) ada peristiwa aktual. Pada materi ersebut sebetulnya guru bisa mengembangkan secara uas dan mengikuti perkembangan. Demikian juga jika pengenalan jenis pekerjaan ditambah dengan pekerjaan pekerjaan baru, terkini, kontekstual dan aktual. Misalnya youtober, perdagangan online, gojek, dll. Jangan lupa anak didik kita akan hidup di masa depan yang lebih canggih dari sekarang.

Dan masih sangat segar di ingatan kita ketika pada kurikulum 2006 terdapat mata pelajaran TIK dalam struktur kurikulum SMP. Ketika itu belum ada LPTK yang membuka jurusan TIK, sehingga pengampu mata pelajaran TIK diambil dari guru guru yang menguasai ketrampilan komputeer atau dapat mengoperasikan komputer. Kemudian mulai tahun 2007an beberapa LPTK membuka jurusan TIK. 5 tahun kemudian telah tercetak para sarjana calon guru TIK, tapi apa yang terjadi, sedang disusun kurikulum baru dan kemudian diterapkan kurikulum 2013 tanpa pelajaran TIK. Penyusun kurikulum di SMP maupun LPTK masih di lingkungan yang sama yaitu kementrian pendidikan. Apalagi dengan perkembangan di luar pendidikan !

Ketidak sinkronan juga terjadi di bidang ketenaga kerjaan. Dari sisi tenaga kerja dua hal yang diperjuangkan adalah tolak PHK dan tolak Outsourcing. Memang bagi pekerja PHK bisa jadi akan menyebabkan hilangya mata pencaharian alias penghidupan mereka. Apalagi di masa sekarang mencari pekerjaan bukanlah masalah gampang. Sehingga PHK bagi korbannya bisa jadi kiamat. Oleh karenanya para pekerja berusaha keras untuk menolak PHK. Hal kedua yang ditolak oleh pekerja adalah Outsourcing alias pekerja kontrak. Perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja akan menerima para pelamar dengan perjanjian untuk bekerja hanya dalam jangka waktu tertentu. Setelah jangka waktu itu terlampaui maka tidak ada kewajiban perusahaan untuk terus mempekerjakan tenaga tersebut. Tentu ini merugikan tenaga kerja, mereka akan kelimpungan menjadi pengangguran dan pencari kerja baru, sementara umur mereka bertambah dan harus bersaing dengan pencari kerja muda yang baru lulus sekolah. Tidak adil juga karena mereka telah berjasa memberikan keuntungan bagi perusahaan tapi kemudian diberhentikan begitu saja karena kontrak habis. Tapi bagi perusahaan akan menjadi beban berat jika harus terus mempekerjakan tenaga kerja tersebut karena pola operasi perusahaan yang tergantung dengan rekanan yang menampung produk mereka. Semua rekanan akan mengikat kontrak yang dibatasi waktu. Sehingga pada jangka waktu tertentu hubungan dengan rekanan tersebut akan berakhir. Perusahaan tentu tidak lagi membutuhkan tenaga kerja tersebut. Dilematis bukan ?

Yang lebih repot lagi ketidaksinkronan yang terkait dengan jumlah. Bapak Menteri Tenaga Kerja dalam sebuah Seminar di Purbalingga menyampaikan sebuah contoh lulusan S1 dari semua perguruan tinggi di Indonesia untuk jurusan Pendidikan Agama Islam berjumah sekitar 35000, sementara lapangan keja yang tersedia hanya sekitar 3500. Apalagi jika ditambah dengan jurusan lain. Ketika beberapa tahun yang lalu guru mulai menerima tunjangan profesi, minat untuk menjadi guru semakin besar. LPTK pun menerima mahasiswa baru calon guru dalam jumlah yang sangat besar. Tetapi di lapangan penerimaan guru sangatlah sedikit. Jika mereka tidak mengembangkan diri dengan baik maka pengangguranlah yang bertambah jumahnya.

Nah agar jarak ketidak sinkronan itu tidak terlalu jauhmaka guru harus mengikuti perkembangan jaman. Guru tidak bisa berbangga dengan masa kerja yang sudah lama sehingga konon sudah hafal semua materi pelajaran. Atau bangga karena bisa membuktikan hasil ujian siswa yang bagus- bagus karena di dril soal yang begitu kognitif. Atau enggan mencoba metode-metode baru karena dengan metode lama saja siswa sudah bisa mengerjakan ujian. Kurikulum yang terus mencoba berubah sesuai perkembangan jaman saja masih ketinggalan karena kalah cepat dengan perkembangan iptek. Apalagi kalau guru tidak menyesuaikan dengan tuntutan kurikulum baru. Mari bersama berbenah menyiapkan siswa kita agar siap memasuki masa depannya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Yang sekarang ada, bisa jadi besok tidak ada lagi. Leres bu, jika tidak dibenahi akan menjadi masalah dikemudian hari.

26 Apr
Balas

Nggih niku Maturnuwun sampun pinarak

26 Apr

Itulah kehidupan Ibuuu...manusia hanya bisa merencakan dan berusaha tetapi Allahlah yang memutuskan. Mungkin membekali siswa utk mampu beradaptasi dg segala situasi itu lebih unggul ketimbang nilai di atas kertas. Ihu benar2 visioner...top

26 Apr
Balas

yap, setujuuuuuu

27 Apr



search

New Post