Dedeh Rohidah

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Kisah Dibalik Pindang Ma Ecot

Kisah Dibalik Pindang Ma Ecot

Suatu hari aku membaca postingan temen FB yang memperlihatkan ikan - ikan yang diambil dari kolamnya. Dalam fotonya ikan- ikan itu nampak baru saja digoreng dan gemuk - gemuk serta gurih. Dalam postingannya diberikan keterangan bahwa ikan tersebut mau dijadikan pindang ma Ecot.

Sontak saja ketika menbaca kata pindang Ma Ecot pikiranku melayang mengingat kejadian 25 tahun yang lalu. Setelah memberikan komentar seperlunya pada postingan teman tadi. Pikiranku kembali diajak memutar video dalam otakku.

25 tahun yang lalu . Ayaku tercinta masih bersama kami walaupun kondisinya sudah sakit- sakitan .Sudah tiga tahun ayahku menderita penyakit jantung. Dalam rangka ikhtiar mencari kesembuhan ayah kuajak tinggal sementara di rumahku karena setiap bulan harus berobat ke dokter spesialis jantung rekomendasi dari Bos suami. Tempat prakteknya ada di Jakarta. Jadi kalau berobat langsung dari Kampung akan sangat repot juga kondisi ayah yang tidak memungkinkan bolak - balik dari kampung ke Jakarta tiap bulan .

Ketika itu liburan aku dan suami ada waktu libur kerja. Jadi kami berencana pulang kampung. Ibu tinggal di kampung tidak bisa menemani ayah, karena adik bungsu masih sekolah dan memerlukan perhatian dari Ibu. Tentu saja ayahku ikut juga pulang. Memang rencana kami pulang kampung kali ini agak lama. Bisa sekitar dua minggu. Kebetulan memang ayah baru saja kontrol dan kata dokter bisa kembali bukan depan.

Ketika di perjalanan perut kami keroncongan tanda minta diisi. Padahal di daerah Purwakarya kami juga sudah makan. 25 tahun yang lalu belum ada tol Cipularang.Jadi kami kelur tol Cikampek kemudian menuju arah Bandung melalui jalan utama Cikampek - Bandung. Peejalanan Cikampek - Bandung sangat melelahkan dan menegangkan.Selain jalan yang berliku banyak sekali truk atau tronton yang berjalan lambat. Hingga suami harus sigap dan lincah menyiap kendaraan- kendaraan super besar dan panjang itu.

Sampailah kami di daerah Nagreg. Aku bertanya "koq tumben berhenti di sini?" Ketika mobil berhenti di satu rumah makan. Karena kalau pulang kampung suami jarang berhenti makan di aerah Nagreg. Seringnya di deerah Padalarang. " Sudah lapar lagi Yang" jawabnya. Waktu itu ayah memang tidak banyak bicara. Ayah lebih banyak tertidur di mobil. Ketika mobil berhenti ayah membuk matanya" Di mana nih?" Tanyanya." Masih di Nagreg Yah lapar makan dulu " jawab suamiku.

Ayah tak bertanya lagi. Beliau lngsung turun dan pergi ke toilet begitu juga aku. Namun masih kudengar Ayah bergumam membaca plang rumah makan tersebut " Pindang Ma Ecot". Kemudian kami makan dengan lahapnya dan lauk utama ciri khasnya ya pi dang ikan mas atau nila yang dibuat pindang manis ciri khas Sunda. Kulihat ayah dan suami sangat menikmatinya. Bahagianya melihat Ayah makan begitu nikmat. Dalam hati aku berdoa semoga Ayah diberikan kesehatan sehingga bisa terus berkumpul dengan kami. Harapan besar muncul saat Ayah terlihat begitu ceria dan makan penuh selera. Sampai- sampai Ayah minta kami untuk membawa pulang pindang untuk dimakan di rumah dan oleh- oleh untuk Ibu. Ayah bilang mau minta Ibu membuatkan pindang seperti itu dari ikan di kolam kami.

Sesampainya di rumah tentunya Ibu sudah menyiapkan makan buat kami. Ayah berkata " Yuk kita maka lagi dengan Pindang Ma Ecot" ibuku bingung dikiranya Ayah ngeledek Ibu . Karena namanya memang mirip. Sehingga kalau dipelesetkan nama Ibuku akan jadi Ecot

Ibuku tetlihat manyun dan marah manja pada Ayah. Aku tersenyum melihatnya bahagia. " Ngapain sih meledek begitu?" Ayah hanya tertawa kecil." Siapa yang meledek, ini beneran nih ada pindang Ma Ecot " Tukas Ayah sambil memperlihatkan bungkusan. Setelah dibuka barulah dijelaskan oleh Ayah. Ibu akhirnya tertawa juga . " Dikira Ma Ecot itu ngeledek saya." Katanya . Kamipun tertawa kemudian kami makan lagi dengan pindang Ma Ecot yang lezat. " Besok kita ambil ikan di kolam dan Ibu haru buat pindang seperti ini ya !" Kata Ayah. Disambut tawa kami yang riuh.

Kini ayahku telah tiada. Semoga bahagia di alam sana. Ibuku masih bersama kami walau saat ini sudah sering sakit-sakitan. Semoga Allah memebrikan kesembuhan untuk Ibu. Karena kami ingin seribu tahun lagi bersamanya.

Derah, April 2019

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Kenangan dengan orang terkasih tak khan pernah hilang dari ingatan. Sukses selalu dan barakallah fiik

27 May
Balas

Terima kasih Bu Siti Ropiah yang tiada bosan memberikan apresiasi dan motivasi. Sukses selalu untuk Ibu

27 May



search

New Post