Berjuta Merjan
Berjuta Merjan
Oleh Dede Nuraida
Berjuta merjan yang Engkau bentangkan diangkasa
Bermiliar berlian disepanjang pantai kedamaian
Langit dengan dengan hujan, petir dan pelangi
Awan, aurora, tornando hingga semilir angin
Diri ini
Tubuh ini
Jantung ini
Hati ini
Seluruh tubuh ini
Nur itu berada dalam diri hingga nun jauh sejarak miliar tahun cahaya
Ya ma’syarol-jinni wal insi inistata’tum an tanfuzu min aqthoris-samawati wal-ardi fanfuzu, la tanfuzuna illa bisultan
Berjuta merjan
Yang berjubelan diangkasa
Seakan tak satupun yang dapat kutelan
Sebab aku bukanlah murid yang pandai
Aku masih terkurung dalam kesempitan keakuan
Keegoisan dan tujuan yang tak selebar langkah juana
Wahai pemberi cahaya
Takutku pada-Mu seperti seorang anak kecil tak tahu diri
Menunjukan rasa sayang dengan rengekan yang manja
Dengan polah memberantakan
Bila sekarang kita masih anak kecil
Kapan kita menjadi dewasa
Dewasa berpikir dan dewasa bertanggung jawab
Menerima dan memikul amanat
Seperti kehendak sang pemberi hayat
Wahai pemberi cahaya
Takutku padamu seperti seorang abdi
Yang mengemban tugas dengan isyarat
Kami takut ketika waktuku tlah tiba
Kami belum bisa cukup mengabdi
Wahai sang pemberi cahaya
Selalu terangi kami
Dalam kegelapan sunyi
Karena dosa yang tersembunyi
Rahasia diri penuh sirri
Wahai sang pemberi cahaya
Engkau telah menantang kami
Untuk mencari dan menjelajahi
Segala keagungan dan kemegahan
Tapi syarat mutlak pastilah ada
Sebuah kekuatan harus dipunya
Kekuatan apa tentu kita bertanya
Kekuatan ilmu dan pengetahuan
Dari pendidikan kita dapatkan
Untuk manusia jadikan pedoman
Manusia berilmu jadi tujuan
Untuk menjadi seorang budiman
Bukan hanya ilmuwan
Tetapi budi harus diutamakan
Hingga semua kelebihan tidak akan menjadi suatu keangkaraan
Tetapi tetap rendah dan dan beriman
Hanya pada sang pencipta kita berkorban
Illahi anta maqsuudi wa ridhakal mathlubi
A’tini mahhabataka wa ma’rifataka
Penulis, Dede Nuraida, S.Ag lahir di Tasikmalaya, 25 September 1975. Penulis tinggal di Perum Bumi Resik Indah Jln Puspa Harum Blok A18 no 9 kelurahn Sukamanah kec Cipedes Kota Tasikmalaya. Penulis lulusan S1 Institut Agama Islam Cipasung. Saat ini penulis mengajar di SMK Negeri 1 Kota Tasikmalaya. Belajar menulis Sagusabu Banjarnegara
Buku yang pernah diterbitkan di Media guru, buku solo : “jangan panggil aku insane, dan 2 buku antologi cerpen bersama teman-teman guru diterbitkan di penerbit lain.
Alamat email : **(censored)**
WA : 08112421177u. ilmu rdeka Belajar, ma

Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Keren pisan, Bunde! Takutku padamu seperti seorang abdi yang mengemban tugas dengan isyarat. Kami takut ketika waktuku tlah tiba, kami belum bisa cukup mengabdi. Syukaa pada kalimat ini. Terpatri di hati. Semoga menjadi puisi juara, Bunde!
Wah.. mbuku mah pandai memuji hingga hingga hati berdebar senang. Aamiin.. mbuku, tapi rasa nya masih jauh kalau jd juara. Rima dan diksinya masih berantakan
wow,..dewasa tidak diukur dari besarnya fisik, namun dari pola pikir..luar biasa, diksinya membuat saya bertanya tanya dlm hati..arahnya apa makna puisi ini..salam
Terimakasih bapa sudah mampir di puisi amburadulku, maknanya tidak tersurat yah pa...