Sang Prabu (14)
#Tantanganmenulis60harigurusiana
Tantangan hati ke-44
Tenda-tenda didirikan disekeliling lapangan itu, tempat istirahat yang sempurna setelah menempuh tujuh hari perjalanan. Tenda besar dan kokoh terlihat megah di tengah tenda-tenda kecil yang mengelilinginya. Terlihat beberapa ponggawa berkeliling mengitari lapangan untuk memantau keamanan lapangan besar nan hijau itu. Beberapa pohon besar menaungi pinggir lapangan itu. Terlihat pongawa-ponggawa lainnya sedang bercengkrama dan bercanda dengan sesamanya, terdengar celotehan riang diantara mereka.
Pada hari itu waktu dimana rombongan kerajaan sunda dibawah pimpinan Prabu Linggabuana wisesa, Maharaja kerajaan Sunda mendatangi Lapangan Bubat untuk menunggu Sang Prabu Hayam wuruk menjemput Putri kerajaan Sunda untuk dijadikan permaisurinya. Hal yang menggembirakan bagi Kerajaan Sunda karena dengan pernikahan ini tali persaudaraan yang telah lama terputus akan terjalin kembali.
Waktu itu, Sang Prabu sedang bercengkrama dengan Permaisuri dan Putri Dyah Pitaloka Citrresmi yang terlihat sangat cantik dan anggun dengan rambut panjang terurai. Sebuah tiara emas bertahta di atas rambut legamnya. Sang Putri duduk bersimpuh dihadapan Raja Linggabuana dan istrinya.
"Bagaimana perasaanmu putriku, sebentar lagi calon suamimu akan menjemputmu kesini." Sang Prabu bertanya sambil tersenyum menggoda putri cantiknya
"Ah.. ayahanda menggoda saja," katanya tersipu, pipinya menyemburat rona kemerahan.
"Ayahanda bahagia kalau kau juga bahagia anakku, walau sebenarnya ada sedikit katugenah dalam hati." Sang prabu menghela nafasnya
"Mamangmu, bunisora mengatakan bahwa bukan suatu kebiasaan bagi seorang perempuan mendatangi tempat calon suaminya, tapi ayahanda memaksa karena mungkin ini adalah kesempatan bagus bagi kerajaan kita menjalani hubungan baik dengan imperium Majapahit. Tak perlu ada invasi dan kekerasaan. Kita memiliki garis keturunan yang sama dengan pendiri Majapahit itu, Citraresmi." Sang Prabu menjelaskan
"Hamba mohon maaf, ayahanda. Bila dengan pernikahan ini ayahanda mengalami rasa tidak enak dan tertekan."Sang Putri berkata sambil menunduk
"Tidak ada yang perlu dimaafkan anakku, mudah-mudahan kekhawatiran mamangmu tidak terjadi, kita bisa pulang dengan kemegahan dan rasa bahagia." Sang Prabu tersenyum.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Mungkin mamangnya memiliki kemampuan weruh sadurung winarah, mengetahui sesuatu yang belum terjadi atau akan terjadi. Makanya beliau melontarkan hasil pemikirannya seperti itu. Sayang, garis takdir memang harus dijalani sesuai keharusan-Nya. Ngabayangkeun cantiknya Neng Putri Diah Pitaloka sepertinyaaa mirip Mbak Dian Sastro, ya? Hehe...
Hehe itu harus ditanyakan pada Takiya mbuku yang pernah melihatnya