Desi Triyani

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

From Zero to Hero to Zero

Tangisan bayi memecah saat hadir ke dunia.

Tetapi tangisan itu disambut tawa oleh orang-orang terdekatnya.

Bayi kecil itu tidak mempunyai kemampuan apapun untuk melakukan sesuatu. Tidak bisa bangun sendiri, makan dan minum, berpakaian bahkan untuk mencuci kotorannyapun tidak bisa Ia lakukan sendiri. Hanya Allah memberikan nikmat luar biasa kepadanya. Diciptakan sepasang orang tua yang senantiasa hadir saat Ia membutuhkan. Yang selalu ada saat lapar dan hausnya. Saat Ia kedinginan, pelukan hangat orangtua itu selalu menyelimutinya. Bahkan saat kotoran itu Ia keluarkan dari perutnya, orangtua yang bahkan saat kelelahan akan membersihkannya dengan penuh kasih sayang. Tidak ada kata lelah yang terucap dari bibir kedua orang tua itu.

Tidak terasa Si Bayi telah tumbuh menjadi dewasa. Ia sudah bisa melakukan semuanya sendiri. Bahkan pekerjaan mapanpun telah Ia dapatkan. Si Bayi telah menjelma menjadi Manusia Super.

Semua menyanjungnya, memuji kepintarannya, posisinya, kedudukannya, segalanya.

Adakah segelintir manusia yang mengingat jerih payah orangtuanya yang kini telah menjadi renta?

Sepasang renta itu kini tidak bisa melakukan apapun sendiri. Sama seperti Si Manusia Super saat masih bayi. Mereka hanya berharap kasih sayang dari Si Manusia Super. Walau terkadang hinaan dan makian kerap menghampiri keduanya. Mereka hanya bisa bersedih dalam senyumnya dan menangis dalam tawanya. Tangisan yang disambut tawa oleh Manusia Super dan teman-temannya.

Allah terus memberi nikmat tiada batas kepada Sang Manusia Super. Mengangkat derajatnya dan menutup aibnya.

Sampai hari itupun tiba. Manusia Super kini menjadi Si Renta tak berdaya. Ia kembali ke fitrahnya. Kembali menjadi manusia tak berdaya. Entah cobaan, teguran atau azab dari Tuhannya, tiada seorangpun yang peduli padanya. Bahkan orang-orang terdekat satu persatu meninggalkannya. Ia meraung karena lapar, menjerit karena haus, menangis karena dingin, meronta karena jijik dengan kotorannya sendiri. Adakah yang mendengar raungan, jeritan, tangisan dan rontaannya? Adakah yang peduli padanya. Adakah yang mengasihaninya?

Kemana perginya pasangan hidup yang dulu dibanggakannya, anak-anak yang selalu dipujinya, kerabat dekat yang selalu disanjungnya, sahabat-sahabat yang selalu dielukannya?

Tangan renta itu menepuk paha keriputnya yang penuh dengan lalat yang berterbangan.

Setidaknya kau tidak sendiri, masih ada lalat yang mau menemani sepimu.

(Tidak untuk menggurui, hanya sebagai cermin diri)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

subhanallah

27 Jan
Balas

Naudzubillah.. Terimakasih Bu Suliana..

27 Jan
Balas

Masya Allah

27 Jan
Balas

Terimakasih sudah mau meluangkan waktu untuk membacanya, Bunda...

27 Jan



search

New Post