"Bunda, hari ini belajarnya gak enak. Karena Bu Azma tidak datang"

"Bunda, tadi di sekolah kami praktik mengolah air keruh menjadi jernih. Seru deh, Bunda!

Itu adalah sekelumit cerita di antara ribuan yang pernah hadir di antara aku dan dua putriku.

Sering membuatku tersenyum sendiri saat mereka harus berkelahi karena rebutan untuk mendapat tempat sebagai orang pertama yang ceritanya akan kudengar.

Tiba-tiba! Si Sulung masuk ke kamarku dengan wajah yang tidak biasa.

Dia duduk di sampingku yang sedang menyelesaikan laporan penilaian.

"Bunda!" panggilnya lirih.

"Kakak mau bicara" tambahnya.

Sejenak kutatap matanya. Aneh! Kok tidak seperti biasanya.

Kuhentikan pekerjaanku. Lalu memalingkan muka menghadapnya.

"Bunda, jangan marah ya!" katanya lagi.

Degg! Jantungku berdebar. Apa yang sudah dia lakukan di luar sana. Berbagai pikiran negatif mulai menggodaku.

"Apa yang sudah kamu lakukan?" bisikku tajam.

Dia menundukkan kepala.

"Kakak suka sama anak Rohis namanya Helmi, Bunda," katanya sambil menundukkan wajahnya.

"Apa?" tanyaku sambil mengerutkan dahi.

"Maaf bunda!" katanya sambil mencium tanganku.

"Kakak gak tahu, kenapa suka sama dia. Tahu-tahu suka aja. Sungguh, Bunda! Kakak gak tahu," tambahnya.

Kutatap matanya.

Ternyata gadisku sudah berumur 17 tahun sekarang.

Ternyata ceritanya sudah tak lagi sama.

Kupeluk dia..

"Rasa itu anugerah ilahi. Selalulah berdoa, agar kau mencintainya karena Allah."

"Jagalah kehormatan dengan doa.

"Karena doa adalah perisai terhadap segala nafsumu." bisikku lirih di telinganya.