Desmi Yati Arifin

Guru MAN Insan Cendekia Bengkulu Tengah...

Selengkapnya
Navigasi Web
KISAH PEMBAJAK LAUT YANG MEROMPAK SANG PENULIS
PEMBAJAK LAUT = PEMBAJAK BUKU

KISAH PEMBAJAK LAUT YANG MEROMPAK SANG PENULIS

Mendengar buku bajakan, saya teringat dengan bajak laut. Membajak buku diibaratkan sama dengan pekerjaan bajak laut. Bajak laut itu ciri-cirinya adalah kapalnya memiliki kecepatan yang super tinggi, kecepatannya bisa sampai 25 knot. Menempatkan kapan-kapan kecil atau semacam skoci disepanjang kapal yang diserang. Jika memungkinkan langsung masuk kapal sasaran dengan cara memanjat, melompat dan bahkan bisa lewat bawah kapal.

Para pembajak biasanya meminta kepada para awak untuk tidak melawan, mesin kapan dimatikan dan semau akan kapal dibawa kelokasi yang ditentukan untuk menjadi tawanan. Para pembajak biasanya juga sudah melakukan antisipasi terhadap kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Tujuan dari pembajakan adalah mendapatkan apa yang diinginkan, bukan untuk mengambil kapalnya, tetapi untuk mendapatkan dari apa yang ada di dalam kapal, termasuk keuntungan yang lebih besar dari itu dengan meminta tebusan. Mengerikan bukan? Bagaimana dengan pembajakan terhadap buku?

Begitu juga dengan pembajak buku. Tanpa mengenal siapa penulisnya maupun judul bukunya, para pembajak buku tidak peduli, yang penting mendapatkan keuntungan dari buku-buku tersebut dengan sebesar-besarnya. Selama buku itu dianggap laku dipasaran, “disikat” habis.

Tak pernah mengenal kasihan dan perjuangan para penulisnya. Tidak mau tahu bagaimana penulis berkorban dengan susah payah untuk dapat menerbitkan satu buku. Begitu juga dengan usaha penerbit yang dengan berbagai proses penerbitan yang panjang dengan dengan biaya yang tidak sedikit. Bajak buku tetap ada dan selalu ada menyertai lahirnya buku-buku di pasaran.

Buku Bajakan

Para pembajak buku dengan sengaja melakukan repenerbitan kembali tanpa ijin apalagi woro-woro kepada penerbit dan penulisnya. Seenaknya kadang mencetak buku dengan mesin foto kopi atau mencetak ulang dengan kualitas yang berbeda dan menjualnya dengan harga yang sangat “miring”. Sudah tidak patuh terhadap etika bisnis atau unggah ungguh sesama umat manusia. Bajak buku berarti sama halnya mencuri karya orang lain atau mengambil milik orang lain tanpa ijin.

Tidak tanggung-tanggung, oplah dan penjualan buku bajakan sangat meluas dimana-mana. Semacam ada kelompoknya yang tersembunyi atau seperti “lingakaran syaitan”. Keuntungannya? Diluar dugaan, lebih banyak untung pembajak buku daripada penerbit dan penulisnya.

Penulis paling banter 15 % atau 20 %. Pembajak buku, bisa 50% sampai 85%. Apalagi kalau bukunya buku yang laris manis yang banyak dicari pembaca, terutama buku referensi atau buku ajar yang menjadi rujukan penting dalam suatu mata kuliah atau program studi. Bisa saja, pembajak buku lebih kaya daripada penulis dan penerbit buku.

Terlepas dari itu semua, peraturan dan penegakan hukum berkaitan dengan pembajakan buku sudah lama diatur dan dijalankan sampai hari ini. Tetapi, para pembajak buku masih berkeliaran dimana-mana, seolah-oleh tidak ada ujungnya. Diputus di atas, badan dan buntutnya bergentayangan. Diputus di badannya, kepala dan buntutnya masih gesit. Diputus di buntutnya, eh kepala dan badannya makin liar. Atau, para pembajak buku memang sakti?

Di Era digitalpun, semakin tidak terkendali pembajakan terhadap karya buku. Teknologi informasi semakin memudahkan mereka melakukan pembajakan secara massif. Cek saja di penjualan online. Berapa banyak buku yang dijual dengan harga dibawah terendah. Berapa banyak buku yang dijual dengan harga obral semurah-murahnya. Berapa banyak buku yang didiskon sampai 75%

Lawan Bajak Buku

Wowww…… sangat luar biasa menjajnjikankah pembajakan buku ini? Sehingga bertebaran buku-buku yang dijual tanpa ada kontrol yang ketat. Atau perlu ada semacam gerakan “Lawan Bajak Buku” agar paling tidak bisa diminimalisir dan tidak menjamur.

Bagaimana mungkin, harga buku berbeda-beda, dan perbedaannyapun sangat jauh. Tidak logis beli buku yang seharusnya harga normalnya 70.000 ada yang menjual 25.000. Pembeli kadangkala tidak melihat apakah bukunya bajakan atau tidak. Apakah bukunya bagus atau tidak. Apakah bukunya kualitasnya sesuai dengan yang aslinya. Seringkali hanya dilihat dari harganya.

Padahal buku yang kualitas cetakannya rendah akan mengganggu dalam pembacaannya. Membeli buku itu tidak hanya sekadar menggugurkan kewajiban dari tugas, atau hanya sekadar untuk referensi belaka, setelah itu tidak penting untuk dimiliki. Padahal sejatinya, buku itu adalah barang yang sangat berharga, karena di dalamnya tersimpan pengetahuan yang akan membuka tabir ketidaktahuan. Di dalamnya terdapat secercah harapan terhadap dinamika kehidupan. Bahkan ada cahaya kehidupan di dalam buku di tengah kesuraman dan kegelapan zaman. Belajar dari buku untuk bisa memaknai dan memilikinya sebagai sebuah harta karun yang sangat berharga.

Maka, membeli dan memiliki buku yang original itu penting untuk menyatukan diri dan menguatkan rasa memiliki terhadap buku, karena memiliki buku adalah bekal untuk merawat pengetahuan. Barang siapa yang merawat pengetahuan dengan buku, maka ia akan abadi di dalam buku dan bersama buku.

Semua penulis saya yakin sepakat, bahwa keberadaan buku bajakan adalah menyakiti hari penulis dan penerbit. Siapapun akan setuju, kalau pembajakan terhadap buku harus ditekan sedimikian rupa. Karena pembajakan buku adalah kejahatan.

Namun, saya kadang geli juga melihat tingkah polah dan kelakuan para pembajak buku yang seolah-oleh tak kenal lelah untuk terus melakukannya. Kadangkala saya juga berpikir, apa ya yang ada dalam benak mereka untuk menjual buku bajakan. Bukankah ada aturan hukumnya, bukankah sudah banyak sekali yang ditindak dari aksi pembajakan buku tersebut. Bukankah sudah banyak yang dilaporkan oleh penerbit. Tapi ya masih saja ada yang melakukannya, bahkan semakin ramai saja. Adakah solusi? Saran? Masukan? Atau komentar?

Saya seringkali geleng-geleng kepala ketika membuka aplikasi penjualan online, dan melihat buku-buku saya dijual dengan harga yang fantastis dibawah harga normal. Banyak juga pilihan untuk mendapatkan buku (bajakan) yang lebih murah harganya. Hanya doa yang seringkali saya panjatkan, semoga diberikan kesadaran dan kesabaran. Walaupun saya tahu, doa saya tidak serta merta menjadikan mereka sadar dan bertobat, tetapi paling tidak saya sudah melakukan gerakan batin “Melawan Pembajakan Buku” dengan cara mengadukan kepada Tuhan. Biarlah Tuhan yang menyadarkannya atau bahkan menghukumnya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Woow keren..... Pembalasan sesuai apa yang ditanamnya ya Bunda.Salam sehat selalu

08 Aug
Balas

kebaikan sebiji sawi akan dibalas kebaikan pula dan sebaliknya

25 Dec
Balas

Sangat bermanfaat menambah wawasan saya tentang bajak buku semoga yang merasa melakukan segera allah beri petunjuk dan hidayah

03 Jul
Balas

Buku adalah jendela dunia

30 Jul
Balas



search

New Post