DESTALINO. ST

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
BUKU HARIAN RARA

BUKU HARIAN RARA

Pagi itu hujan turun rintik-rintik, namun hal itu tidak menyurutkan orang-orang untuk beraktivitas. Hari ini adalah hari minggu sehingga Vira merasa banyak ia punya waktu hari ini. Rencananya hari ini ia akan membersihkan gudang, di sana barang-barang sudah tertumpuk tidak beraturan dan banyak debu. Rencananya bersih bersih gudang ini dilakukannya bulan lalu, namun karena banyak kesibukan, maka baru hari ini bisa ia lakukan.

Oleh karena itulah ia sengaja menginap di rumah orang tuanya agar pagi-pagi sekali bisa langsung membersihkan gudang. Ia sudah berjanji pada mamanya untuk membersihkan gudang. Sebenarnya mamanya sudah berencana menyewa orang untuk mengerjakan hal tersebut, tapi Vira melarangnya dan mengatakan untuk mengerjakan pekerjaan tersebut. Di samping itu ia berpikiran untuk menunjukan rasa baktinya pada orang tua.

Dengan “bersenjatakan” sapu dan penutup kepala lengkap dengan masker, Vira berjalan menuju gudang yang berada di sebelah garasi mobil. Ia memang ingin mengerjakan hal ini sendiri tanpa di bantu oleh pembantu rumah tangga mamanya. Hitung – hitung olah raga pikirnya.

Begitu mamasuki gudang ia sudah di sambut oleh debu yang memang sudah cukup tebal. Ia atur barang-barang yang mungkin masih terpakai dan barang yang akan di buang. Kardus-kardus bekas di bongkarnya satu persatu dan di keluarkan dari dalam gudang. Pandangan Vira tertuju pada salah satu kardus yang ada tulisan “Rara”.

“barang barang di kardus ini sudah tidak terpakai, buang saja” katanya. Lalau ia mengangkat kardus itu dengan maksud membuangnya. Pada saat ia mengangkat kardus itu tiba-tiba bagian bawah kardus yang memang sudah rusak itu robek sehingga isinya jatuh berantakan.

“Aduh bikin repot saja, sama dengan orangnya”. Kata Vira ketus

Vira teringat peristiwa dua tahun lalu, ketika itu acara pernikahannya dengan Arya. Pada saat itu Rara kakaknya pergi meninggalkan rumah tanpa jelas sebabnya dan hal itu yang “menodai” acara pernikahannya. Dan sejak itu pula ia marah kepada kakaknya sampai dengan sekarang. Bahkan ia pernah membanting foto kakaknya itu saking kesalnya. Satu tahun yang lalu Rara pernah datang ke rumahnya untuk meminta maaf, tapi karena rasa sakit yang belum juga sembuh Vira belum juga bisa memaafkan kesalahan kakaknya itu. Walaupun Rara meminta maaf dengan menangis, hal itu tetap tidak meluluhkan hati Vira. Bahkan suaminya juga membujuk Vira untuk memaafkan Rara, namun tetap Vira belum bisa memaafkan Rara.

Vira mengumpulan barang barang yang terjatuh di lantai satu persatu. Ia terdiam sejenak ketika memperhatikan sebuah buku yang sedikit berdebu. Ia kenal dengan buku yang berwarna hijau muda itu, ya buku itu adalah buku harian milik Rara kakak yang telah merusak hari bahagianya. Vira lalau mengambil buku itu lalu memasukannya kedalam kardus dan meletaknya ke tumpukan barang yang akan di buang.

Mulai dari plafond sampai dengan sudut sudut lantai Vira bersihkan, ia bertekad bahwa hari ini gudang harus bersih dan tidak berdebu lagi. Ia mau menunjukan kepada suaminya tercinta bahwa ia bisa berkerja serta berbakti kepada mamanya. Karena papa sudah meninggal tiga tahun lalu.

Setelah sekitar satu jam bekerja dan dengan muka yang kotor dengan debu serta keringat mulai membasahi dahinya Vira pun istirahat sejenak duduk di kursi. Ia melihat sekelilingnya yang penuh dengan barang-barang, baik barang yang masih bisa di pakai maupun barang yang akan ia buang. Ketika ia berdiri tidak sengaja kakinya menyenggol sebuah kardus dan sebuah bukupun jatuh dari dalam kardus itu. Vira lalu memunggut buku tersebut dari lantai. Buku dengan sampul berwarna hijau muda….ya buku harian kak Rara. Vira kembali duduk di kursi, ia memandangi buku tersebut. Vira tahu buku ini pasti berisi catatan harian kakaknya. Vira membuka buku tersebut dan membacanya.

“Dear diary, hari ini aku sudah menjadi mahasiswi. Rasanya senang sekali karena aku masuk ke jurusan yang aku impikan selama ini, yaitu jurusan sastra……..”

Vira membalik halaman demi halaman di buku diary tersebut dengan membaca sepintas. Kemudian ia berhenti pada sebuah halaman dan membaca tulisan kakaknya.

“Dear diary, hari ini aku sangat sedih…hatiku sangat hancur, hatiku sangat sakit, hatiku sangat perih. Kenapa orang yang sangat aku cintai tega menduakan diriku. Kenapa ia mesti mencari wanita lain…Dear diary, apa yang harus aku lakukan. Aku tidak tahu siapa wanita itu, tapi hatiku sangat tersakiti…Dear diary, tolonglah aku……………”

Vira teringat di malam di mana Rara kakaknya pulang dari kampus menangis. Ketika itu kakaknya bercerita bahwa cowoknya kini sudah punya cewek lain. Pada saat itu ia sangat marah mengetahui kakaknya di khianati dan ia juga berkata pada saat itu bahwa kalau sampai ia bertemu dengan cewek yang merebut cowok kakaknya itu, maka ia akan maki-maki itu cewek. Vira juga kembali teringat kenangan bersama Rara. Ia dan Rara sangat dekat mereka biasa berbagi baik suka maupun duka. Vira sebenarnya punya kamar sendiri, namun ia lebih suka tidur bersama Rara kakaknya. Mereka biasa bercanda, tertawa bersama, nonton bersama, ke Mall bersama dan masih banyak lagi kenangan indah dan manis bersama Rara. Tapi semuanya itu tinggal kenangan, kini di hati Vira hanya ada rasa benci kepada Rara.

Vira kembali melanjutkan membaca buku harian itu.

“Dear diary, aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Aku bingung mau kemana aku. Aku tidak tahu harus bagaimana. Hari ini adalah hari bahagia bagi adikku Vira, namun sekaligus hari ini adalah hari yang paling menyedihkan bagiku……………….”

Tampak air mata mulai mengalir di pipi Vira ketika membaca halaman buku harian tersebut. Muncul rasa sesal di hatinya kini.

“……..Dear diary, hari ini baru aku tahu. Kalau ternyata cewek yang di sukai oleh Arya adalah adikku sendiri…Vira. Dear diary.., aku tidak sanggup melihat Arya duduk di pelaminan bersama dengan Vira adikku…aku tidak sanggup….. Maka aku putuskan untuk pergi jauh. Maafkan kakakmu ini Vira…maafkan kakak. Kakak doakan agar kamu bahagia bersama Arya”

Vira kini sadar bahwa sebenarnya dialah yang salah dan Rara kakaknya yang seharusnya marah dan benci kepadanya karena telah merebut Arya. Tapi kenyataan malah dirinya yang marah dan membenci Rara. Vira merasakan tubuhnya sangat lemas dan dadanya sesak penuh dengan rasa sesal. Air matanya berlinang membasahi pipi dan hidungnya. Ia sudah tidak dapat berpikir apa apa lagi. Pekerjaan membersihkan gudangpun sudah tidak semangat lagi ia kerjakan. Ia lalu berlari kedalam rumah, lalu mengambil kunci mobil yang tertaruh di sebelah televisi, ia tidak menghiraukan atau lebih tepatnya tidak dapat mendengar suara Arya suaminya yang bertanya kenapa ia menangis. Vira juga tidak menghiraukan pertanyaan yang sama di lontarkan oleh mamanya. Vira masuk kedalam mobil dan langsung mengendarainya keluar rumah ia sama sekali tidak mendengarkan suara suami yang memanggil manggil namanya.

Air mata Vira semakin deras mengalir, ia ingin berteriak namun ia tidak mampu. Rasanya ingin berontak karena selama ini ia telah melakukan kesalahan dengan membenci Rara kakaknya yang ia anggap “menodai” pesta pernikahannya. Dan ia semakin menyesali perbuatannya ketika teringat kakaknya pernah datang untuk minta maaf, tapi…tapi…”kenapa aku tidak bisa memaafkan kak Rara pada saat itu” batinnya. Kenapa..?

“ Ya Allah maafkan hambaMU ini.” Gumam Vira.

“Maafkan adikmu ini kak….maafkan aku”. Kata Vira dengan berlinangan air mata.

Mobil yang di kendarai Vira berhenti di sebuah pemakaman umum di luar kota. Ia keluar dari mobilnya sambil memandangi ratusan batu nisan yang diam membisu di pemakaman tersebut. Vira sangat menyesal karena sampai kakaknya meninggal tiga bulan lalu ia belum bisa memaafkan kakaknya itu bahkan ia tidak tahu di mana kuburan Rara kakaknya. Perasaan Vira sudah tidak terbendung lagi ia berteriak sekuat kuatnya.

“Kak Rara…!!!!!!, kakak…!!!, maafkan Vira kak…..!!!!”. teriak Vira dengan isak tangis

Namun tidak satu orang pun yang mendengar teriakan Vira karena pemakaman tersebut memang berada jauh dari pemukiman. Vira berlari menyusuri jalan setapak yang ada di pemakaman itu. Ia berhenti di setiap batu nisan yang ada, namun ia belum menemukan makam Rara kakaknya. Ia terus mencari dengan isakan tangis yang sangat pilu, matanya menatap tajam setiap batu nisan dan berharap menemukan tulisan “Rara Pramesti Dewi” Kakak yang sangat ia cintai, kakak yang sangat mencintai dan mengasihi dirinya, kakak yang rela terluka agar dirinya bahagia, kakak yang telah ia sakiti hatinya, kakak yang menjadi sahabatnya, serta kakak…kakak…kakak yang terbaik di dunia ini baginya, kakak yang sudah tidak mungkin ia lihat lagi, kakak yang ia tahu telah memaafkan kesalahannya selama ini. Kakak yang kini tersenyum penuh kasih kepadanya padanya di alam sana.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Sedih bacanya. Jika saja ada keterbukaan sejak awal niscaya kesalahpahaman dapat dihindari. Top pak.

14 Aug
Balas

maksih atas komentnya pak

14 Aug
Balas



search

New Post