Devi Rovina

SMPN 54 Batam...

Selengkapnya
Navigasi Web

Kaulah Penyejuk yang Rapuh dalam Raga (Seri Sahabat Guru)

Sahabat 2

Kulihat dulu, diammu menghanyutkan

Seperti kedewasaanmu menyikapi keadaan

Namun

Ada kalanya lontaran itu

Menikam ulu hati terdalam

Saat kau lihat ketidaknyamanan

Saat kau lihat perlu pembelajaran

Pun; saat kulihat kau khilaf memilah kata

Kaulah penyejuk yang rapuh dalam raga

Auramu menuntunku

Arti menghargai.

Arti bekerja karena hati

Sejak kutahu bahwa Ibu Yani menderita suatu penyakit ada rasa iba menyusup dalam diriku. Makanya aku sempat heran ketika pelaksanaan sertijabku di sekolah ini, beliau tidak ada. Ternyata Ibu Yani dalam masa pemulihan setelah operasi. Dua hari kemudian baru Ibu Yani hadir di sekolah. Masuk ke ruanganku, menyalamiku dan memberikan informasi bahwa dirinya baru sembuh dari sakit. Tapi tidak dijelaskannya secara detail sakitnya apa. Aku pun tidak bertanya lebih jauh lagi karena sudah tahu dari salah seorang guru.

Meskipun dalam kondisi yang sakit, tapi Ibu Yani jarang sekali tidak masuk. Kontrol rutin ke rumah sakit dilakukan setiap hari kamis pagi. Setelah itu Ibu Yani hadir di sekolah karena mengajar siang. Selalu bersemangat mengajar, disiplin, jarang terlambat dan bergegas masuk ke kelas jika bel sudah berbunyi.

Melihat kinerjanya yang bagus, aku memilihnya untuk menjadi wakil kurikulum. Kusampaikan padanya ketika masuk tahun pelajaran baru. Sementara wakil kurikulum sebelumnya kujadikan waka kesiswaan. Dari raut wajahnya Ibu Yani terlihat senang dan bersemangat.

Mulailah kami merancang Dokumen 1 KTSP. Banyak kesamaan pemikiran aku dengannya. Mungkin karena kami sama-sama orang matematika. Solusi yang kami paparkan untuk mengatasi kelebihan rombongan belajar dengan ruang kelas yang ada, tak jauh berbeda. Begitu juga untuk pengaturan guru yang harus mengajar dua mata pelajaran. Akhirnya sepenuhnya kuserahkan padanya untuk diselesaikan dengan baik.

Di samping masalah kurikulum, Ibu Yani juga memberikan solusi tentang masalah keuangan di sekolah. Selama ini, selain dana BOS, yang memegang uang kantin, uang koperasi sekolah, uang infak masing-masing hanya satu orang. Ibu Yani menyarankan agar ditambah satu orang lagi sebagai pengontrol. Karena jika tidak demikian, bisa jadi yang memegang uang akan silap mata.

Kuperhatikan memang benar adanya. Keadaan keuangan sebelumnya sangat kacau. Catatan keuangan lengkap tapi uangnya tidak lengkap. Semakin ditelusuri semakin rumit. Penanggung jawab yang lama sudah pindah. Sehingga sampai saat ini kasusnya mengambang. Tak terselesaikan. Guru-guru yang mempunyai saham di koperasi simpan pinjam mengeluh dan hanya berharap uangnya bisa kembali.

Sejak kuminta agar Ibu Yani mengontrol keuangan, sampai saat ini keadaan keuangan di sekolah aman. Tunjangan Hari Raya yang didapatkan dari uang kantin lumayan, Uang infak juga jelas pembukuannya dan penyalurannya dan uang koperasi sekolah juga demikian.

Kinerja Ibu Yani memang tidak diragukan lagi. Beliau tidak pernah hirau dengan omongan-omongan negatif tentangnya. Yang penting bekerja. Jarang kulihat Ibu Yani bergurau dengan sahabat guru yang lain. Sehingga banyak dari mereka yang segan. Mereka menghampiri Ibu Yani hanya sekedar untuk berbicara masalah jadwal, kegiatan proses belajar mengajar jika ada kegiatan lain dan pengumpulan soal ujian serta penilaian.

Denganku pun sekedar membicarakan pekerjaan. Saat kualihkan pembicaraan yang lain, tidak menjadi cerita yang mengasyikkan. Pernah juga kubertanya tentang perkembangan kesembuhan penyakitnya saat Ibu Yani selesai melakukan kontrol, tetapi dijawabnya singkat saja. tidak apa-apa, bu sekedar kontrol rutin saja.

Dulu Ibu Yani pernah membohongi kami semua karena tidak masuk sekolah selama tiga hari. Dan tidak ada kabar. Ditelpon tidak aktif. Kusuruh seorang guru untuk mengecek rumahnya. Tetapi tidak ada yang tahu rumahnya karena Ibu Yani pindah ke rumah yang baru. Saat kutelepon kembali dan HP-nya aktif, Ibu Yani tak bisa mengelak, Ternyata dia dirawat inap karena ada benjolan lain yang tumbuh dan baru selesai dioperasi. Kamipun segera menjenguknya ke rumah sakit.

Ibu Yani sempat tidak enak hati denganku ketika mengetahui hal ini. Dengan berbagai alasan dikemukakannya bahwa tiba-tiba saja kata dokter harus dioperasi setelah dilihat hasil kontrolnya. Aku sedikit kesal dan marah juga karena penyakit bukan hal yang bisa dibuat main-main. Tidak ada salahnya untuk jujur sehingga akan timbul rasa kepedulian bersama.

Setelah pulih, Ibu Yani kembali melakukan aktifitas seperti biasanya di sekolah.

Sekarang, kulihat tangan sebelah kiri Ibu Yani sudah sangat membengkak sehingga lengan bajunya melekat sekali ke kulit. Entah apa sebabnya, aku tak lagi bertanya. Karena selama hampir empat tahun ini, meski terlihat sakit Ibu Yani merasa dia bukanlah orang yang sakit. Meski terlihat rapuh dalam raga Ibu Yani tetap semangat bekerja.

Inilah arti bekerja karena hati.

#TantanganGurusiana

Hari ke-48

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post