DEWI WARIYENTI,S.Pd

Alhamdulillah, dengan izin Allah aku bergabung di media guru Indonesia setelah mengikuti MWC IX. Disini aku belajar tentang banyak hal, ibaratnya ini rumah kedu...

Selengkapnya
Navigasi Web
Langkah Seribu Di Ujung Senja ...

Langkah Seribu Di Ujung Senja ...

Setelah kepergian Mak, Bapak ibarat sebuah kursi yang sudah patah. Empat orang puteri semuanya masih di bangku pendidikan. Alhamdulillah, Allah beri kami kekuatan. Bersama nenek, etek, dan kerabat kami perlahan melangkah setapak demi setapak. Walau langkah pelan, namun kami focus. Bapak pun masih tinggal bersama kami. Namun, seiring berjalannya waktu, puteri sulung dan dua adiknya menyeret langkah kakinya ke tanah rantau. Semata-mata demi pegabdian untuk negeri. Tinggallah si bungsu yang masih bersama nenek, karena masih di bangku Aliyah. Suatu pagi yang cerah, bapak pamit ke nenek untuk tinggal kembali di rumah peninggalan orang tuanya. Sahabat, masih ingatkan perjalanan seru untuk menuju rumah bapak?

Hari berganti minggu, hingga bulan menjelang, dan tahun pun berganti. Di suatu senja, saat si bungsu sedang sibuk dengan alat tenunnya, datang tetangga Bapak menyampaikan pesan agar si bungsu segera ke rumah Bapak. Si bungsu tertegun, hatinya bertanya-tanya, apakah gerangan yang terjadi sehingga bapak menitip pesan dengan tetangga? Demamkah Bapak? Si bungsu segera beranjak, pamit kepada nenek dan diujung senja itu, kembali menyusuri jalan setapak nan berliku. Sunyi dan sepi yang menemani perjalanan ini, karena tak ada lagi orang yang masih di sawah/di parak tebu. Kembali mendaki tanah taban, menelusuri parak tebu hingga ke ujung, dan bertemu lorong rumpun bambu hingga sampai ke rumah Bapak. Ternyata benar, Bapak demam. Berlinang air mata si bungsu berhadapan dengan kondisi ini. Si Bungsu bergerak cepat, menyiapkan segala kebutuhan Bapak, salah satunya adalah bolajk balik menjemput air dari salah satu sumber air yang berjarak kira-kira 700m dari rumah. Si bungsu Berpacu dengan waktu yang mendekati maghrib, akhirnya semua beres, dan harus kembali ke rumah untuk menyusuri jalan setapak. Sahabat, kali ini perjalanan pulang terasa semakin berat karena gelap datang perlahan menggantikan senja yang sepi . Tiada jalan lain, kecuali menggunakan jurus langkah seribu dan terus beristighfar, akhirnya atap rumah kami kembali terlihat. Di ujung senja itu terlihat nenek cemas menunggu kedatangan cucunya. (Bersambung…#Alfatihah untuk Bapak#Semoga nenek sehat selalu). Limbanang, 23 Juli 2020

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren kisahnya

25 Jul
Balas

Alfatiha buat bapak ni

23 Jul
Balas

Aamiin y rabbal aalamiin...

24 Jul

Penasaran nih

23 Jul
Balas

Penasaran nih

23 Jul
Balas

Yuk...di ikuti trus kiranya un...trm ksh

24 Jul

Alhamdulillah sampai rumah, sehat selalu

23 Jul
Balas

Alhamdulillaah..Aamiin..Mksh bunda.

24 Jul

Alhamdulillah. Salam ukhuwah, Salam literasi, Sukses selalu.

24 Jul
Balas

Salam kembali pak.trm ksh

24 Jul



search

New Post