Deg...seketika jantungku berdetak lebih kencang. Aku mengucek mata perlahan, untuk memastikan penglihatanku benar. Perlahan aku duduk dan minum air putih beberapa teguk untuk menormalkan peredaran darahku. Sebuah rumah tua yang tidak terurus muncul di media sosial, atap sudah menghitam dimakan usia dan mulai bocor, dan beberapa bagian rumah mulai condong. Dinding yang terbuat dari sasak sudah ada yang ompong karena sudah sangat lama. Pintunya tertutup rapat, masih terlihat tangga di bagian samping tempat kami lewat untuk masuk ke rumah melalui dapur. Batu di depan tangga terlihat berantakan, dulunya batu-batu itu tersusun rapi, dan halaman ditumbuhi semak.

Dulu, kami sering mengisi hari libur dengan menikmati ubi jalar rebus yang disuguhkan oleh Nenek. Ada satu kamar khusus lho untuk menyimpan ubi. Terkadang, kami ikut Bapak ke tempat beliau bekerja di sekitar rumah ini. Bapak itu seorang tukang kayu professional di zamannya. Alhamdulillah, hasil karyanya masih bisa dinikmati sampai hari ini. Dilain waktu kami ikut Bapak ke sawah/ladang yang ditanami dengan cabe, terung, jagung dan sayuran lainnya. Salah satu hal yang paling kami tunggu-tunggu adalah saat kami dibelikan gado-gado special di seantero nagari kami. Hmm…rasanya tiada yang menandingi.

Sekarang, semuanya tinggal kenangan, tetapi ketika kami teringat semua memori 4 wrindu yang lalu, beragam perasaan kembali berkecamuk. Terima kasih untuk keluarga besar kami, terima kasih kepada Mamak Adyan Anwar yang sudah berkenan menjepret rumah kenangan ini. #Alfatihah untuk Bapak, Mak, dan karib kerabat yang sudah menghadap-Nya, Semoga Allah beri tempat terbaik disisi-Nya…aamiin). Limbanang. 24 Juli 2020