Akhir-akhir ini, Sulungku kurang nafsu makan. Padahal, aktivitas full day school cukup menguras energi dan pikirannya. Setiap hari, begitu sinar mentari muncul, sudah bersiap menunggu bis sekolah dan tiba ke rumah saat sinar matahari sudah sepenggalah akan menghilang.

Penasaran, aku pun menanyakan mengapa nafsu makannya menurun. Padahal, ia jago dalam hal makan. Bahkan, kami menyebutnya buldozer. Saat yang lain tak kuat menghabiskan makanan di piring, ia dengan senang hati melahap sisanya. Ia tak suka melihat makanan terbuang begitu saja.

‌"Aku diet," ucapnya.

Mataku terbelalak mendengar ucapannya.

"Kenapa?" tanyaku lagi.

"Beratku sekarang sudah empat lima. Padahal kemarin hanya tiga puluh. Di kelasku, bahkan ada yang beratnya enam enam."

Tenggorokanku tercekat. Bingung harus berkata apa. Bisa-bisanya, anak usia dua belas tahun bicara diet. Dalam pemikirannya, diet adalah mengurangi porsi makan. Pantas saja kemarin aku memergokinya makan tanpa nasi.

"Padahal aku sudah olahraga. Aku ikut ekskul karate. Banyak aktivitas. Tapi berat badan semakin bertambah. Aku tak mau menambah berat badan lagi. Jadi, kalau makan harus dibatasi," curhatnya.

Ah, Sulungku sudah gadis. Sudah berpikir tentang berat badan ideal. Dalam hati, merasa geli sendiri. Di usianya, aku tak pernah berpikir tentang diet. Mau bertambah berat badan saja aku tak peduli. Anak zaman sekarang memang aneh-aneh saja.

"Ayam mentega ini bisa bikin berat badan naik atau tidak?" tanyanya kepadaku.

"Makan saja sepuasnya," gelakku.

Lantas, ia ambil porsi paling besar. Makan dengan lahapnya. Lah, dietnya?

~lembayungmerahsenja