POLISI YANG GURU ITU AYAHKU

Oleh : Dian Diana, M.Pd.

Satu berkas yang aku temukan dari kotak yang terbuat dari kaleng agak berkarat kemarin sore menarik perhatianku karena tanggal yang tertera serta tulisan yang tercantum menggunakan dua bahasa yaitu bahasa indonesia dengan ejaan lama yang diselingi oleh bahasa belanda. Rasa penasaranku muncul ketika melihat judul dari lembaran tersebut ternyata struk gaji ayah (aku memanggil beliau dengan sebutan Mama) tahun yang tercantum yaitu tahun 1948 yang saat itu Mama bekerja sebagai polisi. Mataku tertuju pada kalimat “Gadji F. 19,- dan Gadji everbruging F. 19,- Jumlah F. 38,- (Tiga puluh delapan rupiah)”. Sontak aku tersenyum, karena secara otomatis otakku membandingkankan dengan gajiku sekarang, angka rupiahnya sungguh melambung jauh. Betapa tingkat inflasi melemahkan rupiah berada pada titik nadir.

Kutemukan lagi berkas yang lain dari dalam kotak arsip yang sama, kulihat surat keputusan pensiun Mama sebagai polisi tertanggal 6 Oktober 1973 dengan gaji pokok pensiun tertera Rp. 3.770. Tentu saja aku lahir dua tahun setelah tahun tersebut. Pantas saja, seingatku, tak pernah aku lihat beliau berseragam gagah, walau aku tahu beliau pernah menjadi seorang polisi. Pikiranku mencoba berputar ke masa kecilku dimana hanya 11 tahun saja aku diberi kesempatan untuk bersama beliau sebelum akhirnya beliau tutup usia. Setelah pensiun Mama bekerja di PT Pertamina yang teletak di Klayan Cirebon, beberapa tahun kemudian beliau mengundurkan diri dan menghabiskan waktu beliau bersama keluarga dan murid-muridnya. Murid?

Rumahku berlantai dua, lantai dasar digunakan oleh keluarga, dan lantai kedua digunakan oleh murid-murid Mama yang menginap untuk belajar. Jika sekarang, mungkin belajar yang menginap di tempat belajar disebut dengan boarding school. Ruangan di ruang tamu sering kutemukan buku-buku tentang berbagai macam tulisan dan gambar beliau tentang alat-alat kendaraan bermotor dari roda 2 dan roda 4. Banyak juga buku-buku bacaan yang lain yang berhubungan dengan berbagai teknik dalam berkendaraan. Halaman rumahku cukup luas, ada beberapa motor dan mobil yang bertengger di garasi untuk praktek murid-murid mama. Ya, ayahku mahir dalam keterampilan tentang kendaraan bermotor.

Setiap hari ibuku selalu sibuk memasak untuk murid-murid Mama. Jumlah muridnya cukup banyak, aku tidak ingat percis berapa jumlahnya. Mereka berasal dari berbagai daerah di tempat lahirku. Setiap tahunnya selalu datang dan pergi silih berganti. Seorang murid dikatakan lulus oleh Mama manakala murid tersebut menguasai pengetahuan dan keterampilan yang ditetapkan, setelah itu sang murid diperkenankan meninggalkan rumah. Hasilnya sungguh memuaskan, semua murid yang telah lulus bekerja diberbagai tempat, dan mereka selalu saja berkunjung ke rumahku kembali dengan membawa oleh-oleh hasil kerja mereka. Ada kebahagiaan yang tersirat di wajah Mama jika muridnya datang dan mengunjunginya.

Penguasaan keterampilan dengan standar tertentu itu kalau sekarang mungkin disebut standar kompetensi lulusan dengan Kurikulum yang digunakan dibuat secara pribadi walaupun tidak teradministrasikan secara baik. Sekolah informal yang didirikan oleh Mama mungkin kalau sekarang masuk katagori jurusan otomotif. Ada rasa bangga yang dalam kepada beliau, setidaknya walaupun sekarang aku tidak jadi polisi, tapi aku bisa jadi guru. Kenangan terindah sebelum beliau wafat manakala beriringan dengan beliau pergi ke mesjid untu menunaikan sholat. Eeehhmmm....Allohumagfirlahu.....