Ningsih sangat bahagia begitu mendapati alat tes kehamilan menunjukkan tanda dua garis merah. Tepat saat proses pembangunan rumah hampir jadi, ia dikaruniai rezeki berupa kehamilan anak kedua. Kehamilan kedua dengan selisih 6,5 tahun dari kehamilan Zahwa. Rezaki yang datang usai Ning, begitu sapaan akrab wanita yang berprofesi sebagai guru honorer itu melepas IUD demi bisa segera hamil lagi di saat umurnya telah memasuki 30 tahun.

Kehamilannya saat ini jelas berbeda dengan kondisinya dulu. Dulu ia harus bersusah payah menanggung rasa sakit, perut mual, muntah, dan diare seorang diri di Malang karena suaminya berada di Blitar. Sebagai ibu yang hamil muda sekaligus masih berstatus mahasiswa, ia harus merelakan diri untuk hidup mandiri dan bersusah payah di Malang. Sambil menahan rasa mual, ia pulang pergi ke kampus yang jaraknya lumayan jauh untuk ditempuh dengan jalan kaki, demi konsultasi dengan dosen pembimbing, mencari sumber referensi, dan menyusun skripsi. Banyak teman lain yang memilih lepas dari tanggung jawab mengerjakan skripsi usai menikah dan hamil tetapi tidak demikian bagi Ning. Ia harus tetap bertahan dan berjuang demi segera mendapatkan gelar sarjana. Terlebih ia terpaksa harus membayar uang SPP lagi jika dalam waktu dekat tidak segera menuntaskan skripsinya.

(Bersambung)