Dian Garini Lituhayu

Lahir dan tumbuh di Kota Samarinda, aku rapat dengan budaya Melayu yang kental mewarnai kehidupan pinggiran Sungai Mahakam. Berkeseharian sebagai ibu dan ibu gu...

Selengkapnya
Navigasi Web
Belajar Matematika Melalui Batik Indonesia - Culture-STEAM Projects

Belajar Matematika Melalui Batik Indonesia - Culture-STEAM Projects

Belajar Matematika Melalui Batik Indonesia - Culture-STEAM Projects

Tahun ajaran baru mendatang, aku sudah menyiapkan rencana kegiatan belajar. Salah satunya adalah menggunakan kearifan-kearifan lokal untuk pembelajaran. Anak-anak zaman sekarang lebih tahu personel BTS dan lagu-lagu mereka dibandingkan budaya asli sendiri sebagai anak Indonesia. Membatik, membuat kain sarung Tajong Samarinda, membuat miniatur rumah Lamin, menggunakan pola tato suku Dayak, flora hutan Kalimantan, juga pola geometri pada kebudayaan Islam, sebagai bahan belajar; akan kugunakan lebih sering di kelasku mendatang. Tujuanku sederhana, merekatkan budaya bangsa kita kepada generasi penghuni masa depan. Entah suatu saat akan mereka kembangkan menjadi bentuk wirausaha berbasis kreatifitas atau menjadi inspirasi bagi desain bangunan yang akan mereka buat kelak, biarlah waktu saja yang mengiringi. Agar mereka bangga memiliki budaya sendiri. Agar mereka bangga menjadi anak Indonesia.

Salah satu yang akan menjadi bahan belajar semester depan adalah batik ikat-celup. Batik ini di Kalimantan Selatan disebut sasirangan. Sasirangan khas dengan motif air, gelombang, kembang goyang dan kapal yang ada di sungai-sungai besar di Kalimantan. Di Sumatera, batik jenis tie-dye ini disebut batik pelangi. Di Jawa, kita mengenalnya dengan batik tritik atau batik jumputan. Di Jepang, kita mengenalnya dengan nama batik Shibori. Tekniknya sama, mirip satu dengan lainnya. Siapa saja bisa membuatnya, sederhana. Tie yang artinya ikat. Dan dye yang artinya celup.

Alatnya sederhana, benang jahit, kelereng, tali tambang, uang koin, karet gelang atau apa saja di sekitar kita yang bisa dijadikan pemberat pola. Pada batik sasirangan yang memiliki motif kembang rampai, beberapa pemberat berbeda digunakan untuk membentuk modifikasi pola.

Warna yang dihasilkan tergantung keinginan dan selera, kuat longgarnya ikatan pada masing-masing pemberat, letak pemberat; merupakan penentu hasil akhir dari batik ikat celup.

Pada pola dengan pemberat kelereng, biasanya yang dihasilkan adalah bulat lonjong dengan gerigi pada kiri kanan pola. Pada pola dengan koin yang ditumpuk, tiga atau lima atau tujuh menghasilkan pola berbentuk berlian. Untuk motif hujan rintik, kita bisa menggunakan tali tambang ukuran sedang atau besar. Motif gelombang kita dapatkan dengan bantuan tegangan atau tarikan benang jahit. Motif swirl atau angin tornado seperti spiral justru tidak memerlukan apapun, hanya karet gelang saja. Pada pola simetris seperti persegi dan pencerminan persegi panjang, kita hanya memerlukan bantuan tali dan selotip.

Pada saat pencelupan warna, tidak perlu terlalu lama. 4-10 menit cukup. Terlalu lama justru akan menghilangkan batasan pemberat pola. Namun, ada pula yang dilakukan dengan teknik tetes yang diperam lebih dari 24 jam untuk menghasilkan warna lebih busuk, lebih dalam, lebih tua.

Warna alami bisa digunakan, kubis, anggur merah, untuk warna keunguan sampai merah muda. Diperlukan beberapa tetes baking soda yang dicairkan untuk mengangkat warna ungu pada dua bahan ini. Kunyit dan bunga kenikir untuk warna kuning, dikeringkan dan dihaluskan. Bunga rosela untuk warna merah tua. Dan daun pandan untuk warna hijau. Kita bisa memodifikasi warna lainnya dengan mempertimbangkan unsur warna. Bahan kain juga berpengaruh. Warna dasar putih dan kuning terang cenderung memberi efek lebih terang pada warna yang dihasilkan.

Melibatkan matematika pada pembuatan batik dengan teknik ini ternyata menjadi sangat menyenangkan. Materi geometri seperti pola simetris, pencerminan, jari-jari, diagonal dan jejaring bangun datar bisa diajarkan kepada siswa sebagai bagian inti materi pembelajaran berbasis proyek di kelas-kelas awal sekolah dasar.

Sabtu kemarin kuajak anak-anak dan ibu-ibu dari desa tetangga, untuk mencoba bersama membuat pola batik shibori pada bahan kain. Tidak kusangka mereka antusias mengikutinya. Beberapa diantara mereka minta workshop diadakan lain waktu dengan media kerudung, daster, gamis atau mukena polos. Kain sasirangan mempunyai harga yang cukup mahal. Motif tertentu dengan ombak-ombak yang banyak di atas bahan sutra bisa mencapai harga hampir 500.000 rupiah. Bisa menjadi ladang baru buat ibu-ibu rumah tangga yang berminat mengembangkannya.

Memperoleh kearifan bukanlah cuma kegiatan teoritis, kita tak jadi bijaksana, bersih hati & bahagia karena membaca buku petunjuk yang judulnya bermula dengan "How to... "; kita harus terjun, kadang hanyut atau berenang dalam pengalaman, kita harus berada dalam laku dan perbuatan, dalam merenung dan merasakan: ujian dan hasil ditentukan di sana.

Goenawan Mohammad-

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post