Mata - Bagian 2
Mata - Bagian 2 sebuah cerpen
-Dian Garini Lituhayu-
Kesibukan dengan materi dan berbagai presentasi membuat aku lupa sejenak mencari, perempuan berkerudung kelabu yang kutemui di hari pertama sejak aku masuk ke lokasi diklat ini. Tak nampak dia beberapa kali sesi. Pikirku, dia pasti bertugas di sesi yang lain. Tak nampak lagi dia duduk di belakang menatapi kami dari tempatnya.
Malam merambat naik, isya baru saja usai. Aku terlambat ke ruang makan. Bisa dipastikan perutku yang perut wilayah Indonesia timur sudah berteriak-teriak minta diisi. Kusegerakan kakiku melangkah keruang makan. Semua peserta lain sudah berangkat tampaknya. Tak ada sisa suara tersisa di asrama. Bergegas aku meninggalkan asrama membawa kerucukan penghuni ruang perutku ingin segera diisi. Di tikungan pertama menuju ruang makan aku berhenti. Perempuan berkerudung kelabu sedang berdiri dan melambai padaku. "Ayo Ms Wida, barengan saya makan malam.." panggilnya lembut. Aku bersyukur, aku tidak sendirian. Ada teman jalan menuju ruang makan dan bisa jadi teman bicara saat menghabiskan hidangan.
Kuambil segelas air hangat dari dispenser di sudut ruang makan. Setengah piringku sudah penuh dengan lauk. Aku memang tak makan dua jenis karbohidrat dalam satu waktu. Bihun goreng dengan potongan jamur dan ayam tampak lezat dan menggoda. Telur puyunghai dengan saos merah dan taburan kacang polong menjadi pilihan makan malam yang pas. Kuseruput pelan air hangat dalam gelasku. Kuamati si perempuan berkerudung kelabu hanya duduk di depanku tanpa mengambil apapun. "Mba, kok nda ambil makan?" Tanyaku padanya. Bibirnya yang tampak lebih putih dibawah cahaya lampu neon ruang makan itu tak bergerak. Dia hanya tersenyum. "Mba sudah kenyang ya? Ambil buah aja Mba, ada pisang dan salak.." tawarku cepat. Dia masih bergeming.
Aku mulai menyuapkan satu sendok bihun goreng ke dalam perutku, lezat. Seperti biasa, bagiku, semua makanan itu lezat, atau lezat sekali. Aku mencoba menerima makanan apapun sebagai rejeki utama yang dikirimkan Langit, tidak boleh disia-siakan, tidak boleh dinistakan. "Mba, kok nda pulang? Mba rumahnya di sini kan?" Tanyaku pada perempuan berkerudung kelabu yang duduk di depanku ini. "Iya, rumah saya disini.." Jawabnya singkat. Aku melanjutkan makanku memenuhi permintaan perutku yang energinya terkuras untuk belajar seharian.
Kuambil salak dan pisang dari sudut meja dan membawanya ke mejaku. "Ini mba makan buah saja, kalau mba nda makan nasi.." Dia mengangguk. Disentuhnya pisang dan salak tapi tak juga dikupas untuk dinikmati. Mungkin dia sedang tak enak makan pikirku. "Mba beneran nda mau makan? Cuma kita saja yang belum makan ini, yang lain sudah duluan." Kupandangi sekitarku, semua meja dan kursi kosong. Pasti semua teman-temanku sudah langsung ke ruangan ini saat keluar sesi tadi. "Saya sudah kenyang.." jawabnya pelan. Masih sambil tersenyum. "Wah, terimakasih saya ditemani makan, ternyata mba malah nda makan.." Aku segera mengangkat piring dan gelasku menuju sudut barat ruangan. Ada kewajiban meletakkan piring dan gelas kotor disudut ruangan untuk memudahkan petugas catering membersihkan perkakas makan.
"Saya buatkan teh saja kalau begitu ya?" Setuju dari sudut ruangan. Teh panas pasti pas untuk mengisi sejuknya malam yang sedikit berangin malam ini. Kuseduh satu kantong teh celup dan membuat dua cangkir teh panas untuk kemudian kubawa ke mejaku tadi. Perempuan berkerudung kelabu itu memandangiku dan teh di tanganku. Sambil tersenyum. Kuletakkan cangkir teh didepannya. Kuisyaratkan padanya untuk meminumnya. "Saya tidak minum teh Mba, terimakasih ya.." Aku tak bertanya banyak, dia bercerita tentang kota kelahirannya, Boyolali. Sudah setahun lebih bekerja di kota Gudeg ini, menjadi anak kost dengan penghasilan sendiri. Perempuan berkerudung kelabu itu menatapku sambil bercerita tentang bagaimana pertama kali dia datang ke kota ini tanpa siapapun. Aku mendengarkannya sambil sesekali mengangguk. Beruntung aku bisa keluar daerah kemana-mana dengan teman dan sahabat yang tanpa tanya berkenan membantu. Dari ceritanya, perempuan yang padaku berkata bernama Karini itu, saat sakit, dia harus mengurus dirinya sendiri. Tidak terlalu punya banyak teman dan penyendiri. Begitu kesimpulanku. Paling tidak dari ceritanya yang disampaikan padaku dengan suaranya yang rendah dan bahasa Indonesia yang sangat halus.
Aku berdiri, mengangkat kedua cangkir diatas mejaku dan meletakkannya ke meja piring kotor. Perutku sudah lega, kenyang sekali. Makan malam yang lezat. Obrolan ringan yang pas sebagai teman dari Karini, perempuan berkerudung kelabu itu. Petugas catering dengan sigap membereskan piring dan gelas di meja sudut itu. "Mas, terimakasih ya, makanannya lezat sekali.." lelaki muda di depanku itu mengangguk, kemudian menjawab "Sami-sami Bu.." kalimatnya menggantung. Seperti ada yang hendak disampaikannya. Matanya menatapku seperti penuh tanda tanya. Aku mengangguk dan tersenyum pada petugas catering itu dan berjalan kemejaku kembali. Aku mengajak Karini kembali ke asrama, dia berdiri dan kami mulai berjalan pelan menuju lorong panjang menuju kamar.
Karini berjalan pelan. Aku mengimbanginya. Perutku sangat penuh untuk berjalan cepat. Dia bercerita tentang kuliahnya dulu, aku mendengarkan dengan seksama. Sesekali aku bertanya mengapa bisa jatuh cinta pada pelajaran sulit seperti matematika dan bagaimana caranya belajar. Perempuan itu banyak tersenyum. Kukatakan padanya beruntungnya dia bisa bekerja dengan lembaga diklat sebesar ini saat umurnya masih sedemikian muda.
Tiang demi tiang bangunan sepanjang lorong ini kami lewati. Di tikungan pertama menuju asrama. Karini menghentikan langkahnya. "Saya disini ya, Ms. Wida silakan ke kamar." Aku mengangguk. Tak kutanya lebih lanjut ke ruangan mana dia akan menuju. Siapa tahu ada lembur tugas yang harus diselesaikannya malam ini. Aku kembali ke kamarku dengan hati riang dan perut kenyang.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar