Terima Kasih Mimpi

Sumringah. Satu kata itu yang menjadi penanda Jumat ini. Meskipun tak bisa dirasakan siapapun, tapi bagi pemimpi (orang yang selalu bermimpi saat tidur) macam aku ini, bisa bermimpi dan bertemu dengan Mas Rambo bahkan mendengar suaranya; dan seperti bisa ditebak, aku sangat bahagia. Melihat pipinya dari dekat tersenyum kepadaku dalam balutan bajunya yang biru muda kelabu. Kalimatnya juga terdengar sendu, seperti selalunya saat bertemu. Dengan senyum sebelahnya yang khas, dia mengkonfirmasi kedatanganku ke kotanya pasti karena tugas, sambil menatapiku. Sekejap, tapi sementara ini, semuanya cukup bagiku. Ya, sementara ini saja. Aku tidak tahu semua ini kemana arahnya.

Bagi sebagian orang, tidur tak pernah bermimpi. Bahkan kadang mimpi dianggap mengada-ada. Guyon bahkan takhayul belaka. Tapi semenjak kecil, aku selalu bermimpi. Semua warnanya jelas dan terang, basah dan dingin kurasakan dengan pembeda yang jelas. Pink salem, baby pink dan peachy pink juga berbeda. Aku sempat berhenti bermimpi, ketika aku terbang ke Australia untuk yang kedua kali. Selama disana, sepertinya syarafku berhenti bekerja. Atau aku yang mendadak terpesona pada sebuah rasa yang kukira tidak akan pernah ada. Blass, tidak ada mimpi selama berpekan-pekan. Padahal aku jelas si muka bantal, yang tak peduli nempel di permukaan empuk atau kasar, jika mengantuk, tanpa perlu menghitung kambing, sebentar terpejam, pasti sudah ngorok.

Tidak ada kata yang paling layak kuucapkan kepada tubuhku ini, kecuali terima kasih. Terima kasih atas metabolisme dan pelayanan sempurna selama ini, termasuk didalamnya, bermimpi. Satu kata dengan senyum manisnya yang kudengar halus menembus, yang benar atau melesetnya aku tak peduli, “Mas juga rindu..”