Dinar puspita ayu

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
IBUKU, MALAIKATKU
Lomba Desember Media Guru 2021

IBUKU, MALAIKATKU

Ibuku bukan seorang anak perwira atau jutawan. Beliau sosok yang sempurna di mataku. Tiada kata lelah yang terucap dari bibirnya ketika kami anak-anaknya merepotkannya setiap hari. Pagi, siang dan malam dia bekerja membantu ayah mencari nafkah hingga lelah seakan sudah menjadi pakaiannya.

Setiap hari harus bangun sedini mungkin, menyiapkan sarapan untuk enam orang anaknya sebelum beliau pergi ke pasar untuk belanja dan berjualan eceran di rumah. Rutinitas itu tidak pernah sedikitpun membuatnya menyerah, demi membesarkan dan menyekolahkan kami anak-anaknya.

Tidak ada kata menyerah bagi Ibu ketika memulai suatu pekerjaan sebelum berusaha semaksimal mungkin. Beliau selalu berkata,”Di coba dulu, masalah berhasil atau gagal itu urusan ke seribu”. Hingga hal itu tertanam begitu kuat dalam jiawaku. Nothing impossible, artinya tidak ada yang tidak mungkin jika kita berusaha semaksimal mungkin. Sesulit apapun suatu pekerjaan, jika kita berusaha untuk menyelesaikannya semaksimal mungkin, maka semua akan menjadi mudah.

Jika melukiskan cerita serta pengorbanan seorang Ibu tentu tidak akan pernah habis. Sepertinya tidak ada seorangpun yang tidak setuju bahwa Ibu adalah sosok malaikat tanpa sayap yang di utus Tuhan ke muka bumi. Hidup tanpa Ibu bagaikan hidup di dunia lain yang terasa asing dan hampa. Kasih sayang seorang Ibu tidak akan bisa di balas dengan sebuah gunung emas sekalipun. Atau dengan sebongkah berlian.

Ketika seorang Ibu pergi meninggalkan kita untuk selama-lamanya, berarti salah satu dari pintu surga tertutup sudah. Seperti kisah Iyas Bin Muawiyah, seorang ulama terkenal yang menangis tersedu-sedu ketika Ibunya meninggal dunia. Semua orang heran dan menganggap Iyas tidak bisa mengikhlaskan kepergian Ibunya. Padahal Iyas menangis karna salah satu pintu surga terkunci sudah. Kesempatannya untuk berbakti kepada Ibunya sudah selesai seiring perginya sang bunda.

Ibuku menghadap Ilahi pada dua puluh tujuh Juli dua ribu sembilan belas. Tiga tahun setelah Ayah lebih dulu berpulang ke pangkuan Ilahi. Kini, dua buah pintu surga terkunci sudah. Ibu dan Ayahku telah menghadap Ilahi untuk selamanya.

Ketika mendengar ibu telah tiada pada Sabtu sore menjelang maghrib, kedua bola mataku menganak sungai tanpa bisa ku kendalikan. Dunia serasa hampa dan tiada berwarna. Puisi ini lahir karna rindu yang mendera hingga air mata tiada terasa sering sekali membasahi pipi.

LENTERAKU

Malam meregang nyawa

Meminang semburat jingga

Sepi bertunang hampa

Senada seirama mengusik jiwa

Seribu hari belum berlalu

Satu lentera lagi pergi tak kembali

Satu lentera hidupku redup selamanya

Temaram serasa isi dunia

Perih menganga tanpa suara

Hanya goresan tinta jua aksara

Temani malam beranjak dini

Temani rasa yang mengusik sepi

Aku rindu

Rindu selaksa peristiwa

Yang hanya bisa kunikmati dalam memori

Aku rindu

Rindu parasmu… senyummu

Canda tawa serta nasehatmu

Aku tak mau sepi mengubur ilusi

Tapi sepi membungkam rohani

Yang tak akan pernah bertepi

Setia temani ragawi

Walau dalam riuh rendah ribuan manusia

Hanya hampa yang kini kurasa

Doa serta asa yang kupinta pada sang maha cinta

Semoga rinduku kelak bertepi di taman surgawi

Ibu adalah guru pertama untuk anak-anaknya. Tanpa gaji, pamrih serta tanda jasa. Ibu sosok tangguh dan lebih perkasa dari seorang binaraga, mampu menahan sakit yang luar biasa saat melahirkan buah hatinya. Rasa sakit yang dirasakan seorang Ibu ketika melahirkan setara dengan 57 Del, sama dengan rasa sakit akibat 20 tulang yang patah secara bersamaan. Tidak memikirkan keselamatan jiwanya, tetapi lebih memikirkan sang buah hati lahir dengan selamat ke dunia. Belum selesai pengorbanan seorang Ibu setelah melahirkan, dia rela waktu istirahatnya berkurang. Kesehatannya tergadaikan. Seluruh nutrisi berpindah tempat ke tubuh sang buah hati melalui ASI. Jadi tidak perlu heran jika semua agama mengajarkan untuk menghormati seorang Ibu.

Teruntuk engkau yang masih mempunyai seorang ibu, ”Hargai dan sayangilah Ibumu selagi dia masih ada. Jika dia telah tiada, jangan pernah lupa berdoa untuknya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren Bund. Sukses sll

09 Feb
Balas

Keren tulisannya Bun. Semoga sehat dan bahagia selalu.

11 Mar
Balas



search

New Post