Dodi Indra Bernas

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
PIKET KELAS HARI INI

PIKET KELAS HARI INI

“Selamat pagi anak – anak” Bu Clara menyapa siswa begitu dia melangkahkan kaki memasuki rungan kelas VIII.2. Dipasangnya muka ceria dan senyum paling manis begitu dia selesai meletakkan benda – benda yang dibawanya di ataas meja guru. semenit kemudian dia sudah berdiri tepat di tengah – tengah kelas.

“Alamak mak. Kelas kotor dan berantakan gini, Gimana kita mau belajar? Tak ada yang piketkah hari ini?” tanyanya dengan suara yang tiba – tiba berubah bernada tinggi.

“Yang piket tak peduli buk. Sok ngak tahu kalau mereka piket hari ini” Jawab Rudi cukup keras.

“Daftar piket sudah dibuat namun tidak dijalankan, lalu untuk apa daftar piket dipajang di dinding kelas?” Tanya buk Clara masih dengan suara keras.

“Ya buk. Jorok kali. Saya jadi jijik gitu” timpa Rina dari meja barisan kedua.

“Gimana sih?. Oke lah ibuk tidak mau ngajar sebelum kelas kalian bersih”

Buk Clara dengan bibir manyun dan menghentakkan langkahnya berjalan meninggalkan kelas VIII.2. Dibiarkannya anak kelas itu dengan sampah – sampah yang berserakan. Anak – anak VIII.2 hanya terdiam dan mengikhlaskan buk guru cantik itu pergi.

“Pak Darma... Gimana sih kelasnya. Jorok sekali” gerutu buk guru “Cantik” itu begitu sampai di ruang guru.

“Ya buk Clara. Ada yang bisa saya bantu?” jawab pak Darma lembut. Dihentikannya kegiatan menggoreksi tugas siswa yang sedang dilakukannya.

“Anak Bapak tidak piket hari ini. Kotor sekali kelasnya. Bapak tidak pantau anaknya ya?” ceracau buk “Cantik” yang dari kelas tadi sudah kelihatan sewot.

“O... Kelas brapa Buk?”

“Ya. Kelas bapak la. VIII.2. trus kelas mana lagi?” jawabnya makin sewot.

“Ibu sudah suruh anak – anak tu membersihkan kelas mereka?” tanya pak Darma masih dengan suara lembutnya.

“E... Bapak ni gimana sih? Kelas VIII.2 itu kan kelas bapak. Bapak Wali kelasnya. Kok saya pula yang menyuruh mereka untuk membersihkan kelas. Itu tanggungjawab bapak selaku wali kelas disitu” ceracau buk “Cantik” makin emosi.

“Ibu tadikan dikelas itu. Ibu kan bisa koordinir anak – anak untuk membersihkan kelas sebelum belajar?”

“Pak Darma. Saya kekelas itu untuk mengajar. Bukan untuk menyuruh siswa bersihkan kelas.” jawab buk “Cantik tambah emosi.

“Hm.... ya deh bu. Tunggu. Saya lihat dulu kesana!” kata pak Darma sambil menghela nafas dalam.

“Pokoknya saya tak mau masuk sebelum kelas bersih. Saya alergi dengan kotor dan jorok”

“Ya. Saya mengerti kok”

Pak Darma berdiri dari duduknya dan bergerak menuju kelas VIII.2. Ditinggalkannya buk guru “Cantik “ yang masih mengomel – ngomel tak karuan di ruang guru. Pak Darma bergegas menuju Kelas VIII.2 yang menjadi taggungjawabnya sebagai wali kelas. Namun di dalam hati dia bertanya. Sampai kesini jugakah tanggungjawabnya sebagai wali kelas. Bukannya ini tugas semua guru untuk membimbing dan mengarahkan siswa untuk selalu menjaga kebersihan. Terutama kebersihan kelas. Apakah guru yang tidak menjadi wali kelas tidak bisa membimbing siswa di kelas yang dmasukinya. Berbagai macam pertanyaan mengambang dipikiran pak guru muda itu.

“Assalamualaikum” sapanya ramah begitu sampai di kelas VIII.2

“Wa alaikum salam. Selamat pagi Pak” jawab anak – anak VIII.2 sambil berlari menuju tempat duduknya masing – masing. Kelas yang tadi gaduh perlahan tenang. Pak Darma berdiri didepan kelas. Diedarkannya pandangan ke seluruh kelas. Dipandanginya semua siswa satu persatu. Kemudian ditatapnya lantai kelas dan sudut – sudut kelas.

“Kalian belajar dengan buk Clara?”

“Iya Pak” Jawab anak – anak itu kompak.

“Wanto. Sang ketua kelas. Kamu tahu mengapa buk Clara tidak jadi masuk kelas kalian?

“Tahu Pak. Kelas kotor belum disapu” jawan sang ketua kelas dengan jelas.

“Kamu tahu siapa petugas piket hari ini?”

“ Ya pak. Saya tahu...”

“Lalu ...?”

“Mana berani Wanto nyuruh piket Pak. Dia aja sering ngak piket kok?” terdengar suara dari sudut kiri kelas bagian belakang.

“Hm... siapa yang berbicara tadi?” tanya pak Darma sambil mengedarkan pandangannya ke seluruh siswa.

“Rinto Pak.... Rinto” jawab beberapa orang siswa sambil menunjukkan tangan mereka kearah Rinto.

“Rinto. Betul yang kamu yang bicara tadi?”

“Iya Pak.” Jawab Rinto sedikit kikuk.

“Rinto. Kamu piket hari apa?

“Hari Selasa Pak”

“Sekarang hari apa?”

“Se...Selasa Pak”

“Uuu.... makanya jangan banyak bicara kau” ucap Yanto yang duduk disebelah Rinto.

“Itu artinya kamu tidak mengerjakan tugasmu pagi ini kan?” lanjut pak Darma bertanya kepada Rinto.

“Iya pak. Tapi. .. tapi yang lain juga tidak piket Pak” Kata Rinto membela diri.

“Anak – anak Kalau kita masih membanding bandingkan diri kita dengan orang lain dalam menjalankan tanggungjawab. Maka tugas kita tak akan pernah selesai”

“Iya pak” jawab anak anak itu degan kompaknya.

“Petugas piket harian sudah di bagi bahkan Daftar Piketnya sudah ditempel di dinding kelas. Daftar piket itu berguna untuk mengingatkan kalian dengan tanggungjawab kalian. Bukan hanya untuk menghias kelas kita ini saja”

“Iya pak”

“Bapak sering kali bilang ke kalian. Kelas ini rumah kalian. Tempat kalian menuntut ilmu. Kalian di sini dari jam 7 pagi sampai jam 3 sore. Kelas ini kalian yang harus menjaga dan membersihkannya. Apa kalian nyaman dengan kondisi seperti ini?”

“Tidak pak”

“Hm... Trus mengapa kalian diam saja dan tak peduli?Kalian sengaja mungkin untuk tidak piket hari ini?”

“Tidak pak”

“Lihat bunga – bunga kalian di luar. Siapa yang bawa bunga itu kemaren?”

“Saya Pak”

“Ranti. Tujuan kamu membawa bunga itu untuk apa?”

“Supaya kelas kita hijau dan cantik Pak?”

“Bunga yang kamu bawa itu dulunya cantik ya?”

“Iya pak. Daunnya banyak dan hijau. Subur la pokoknya pak”

“Sekarang?” “Sudah kering Pak”

“Kok bisa begitu?”

“Tidak disiram Pak” Jhoni dari barisan ketiga menjawab.

“Bunga itu tidak minta untuk dibawa kesekolahka? Kalian yang membawanya kesekolah.”

“Iya Pak”

“Setelah itu kalian telantarkan. Kalian biarkan dia hidup kekeringan. Hingga lama kelamaan mati. Itu sama artinya kalian membunuh bunga itu secara perlahan lahan. Tidak menyiram dan memberinya makan”

“Iya Pak”

“Kalau memang kalian tidak sanggup untuk memeliharanya. Jannga dibawa. Kasihan kan. Atau memang hobi kalian membunuh makhluk hidup secara perlahan lahan?”

“Tidak pak”

“Dari tadi iya Pak. Tdak Pak.... Bapak ingin buktinya. Sekarang bersihkan kelas ini. Bapak ingin lihat kesadaran kalian. Semuanya bekerja. Paham apa yang bapak inginkan?”

“Paham pak..”

“Bagus. Ayo di mulai”

Satu persatu anak kelas VIII.2 beranjak dari tempat duduknya. Ada yang menggambil sapu, mengambil kemoceng, kain pel dan ada juga yang mulai mengutip sampah. Beberapa anak laki – laki mengambil penyiram bunga dan ember. Mereka segera berjalan keluar kelas. Perlahan Pak Darma keluar dari kelas. Sengaja pak guru itu menjauh dari kelas. Dia berjalan ke kelas sebelah dan duduk di kursi panjang yang ada di depan kelas itu namun matanya secara sembunyi – sembunyi mengintai apa yang dikerjakan anak – anak kelasnya.

Sementara itu di dalam kelas siswa kelas VIII.2 mulai sibuk dengan kegiatannya masing – masing. Suci, Wati dan Rahmi sedang menyapu. Badu, Rahmat, Tegar dan beberapa siswa laki – laki menaikkan kursi keatas meja. Si ketua kelas ‘Wanto” menghapus papan tulis. Di sudut kelas masih duduk beberapa anak perempuan.

“Ngapain kita ikut bersih – bersih. Kita kan ngak hari ini piketnya?” terdengar Rina menggerutu.

“Nindi.. Kamu sapu ya. Aku mau mengelap meja” Kayla meminta Nindi menggantikannya menyapu kelas.

“Ngak ah, secantik ini masak aku harus nyapu.” Nindi menjawab dengan gaya khas centilnya.

“Atau kamu yang mengelap meja” Tawar kayla.

“Sorry la ya. Aku yang ngelap debu. Jijai”

“ Plaese la. Yuni. Bantu kami mengepel lantai” Titi meminta Yuni membantunya.

“Ngak mau ah. Aku belum pernah ngepel lantai. Aku tidak bisa” Yuni mengelak.

“ Jangan begitu la. Kalian bantu la bersihkan kelas” Wanto, sang ketua kelas angkat bicara.

“Sorry... Kami tidak mau. Itu tugas kalian. Paham” Rina mnejawab sambil membelalakkan matanya ke arah wanto.

“Kalo ngak mau bantu di dalam. Kalian siram bunga kek sana”

“Nyiram bunga? Itu kan kerjanya tukan kebun ku. Ngak mau ah” Lisma menolak suruhan wanto.

“Sudah la. Yok kita keluar. Banyak debu. Dadaku dah muali sesak ni. Ntar kita sakit lagi. Banyak bakhteri disini” Rina mengajak teman temannya untuk keluar kelas. tak menunggu lama bergegas genk Rina yang terdiri dari 5 cewek itu keluar kelas.

Dari jauh pak guru Darma memperhatikan anak didiknya. Tidak berapa lama dia kembali ke kelas. Sekitar sepuluh menit saja kelas sudah bersih. Meja sudah dilap, bunga – bunga sudah disiram, lantai sudah disapu dan dipel. Wangi pengharum yang berasal dari pel itu pun memenuhi seantero kelas. siswa siswi mulai memasuki ruagan satu demi satu. Mereka mengembalikan peralatan yang mereka gunakan. Menatanya di sudut kelas dibelakang lemari dan bergegas kembali duduk di tempatnya masing – masing.

“Kalian capek? Tanya pak guru itu sambil tersenyum.

“Ngak Pak”

“Terimakasih kepada anak - anak Bapak yang sudah sadar dan dengan rela mengikhlaskan tenaganya membersihkan kelas kita hari ini.Semoga tuhan membalasnya.”

“Amin...” jawab anak – anak tampa dikomandoi

“Yang ngak mau bekerja gimana Pak?”

“Semoga Tuhan membukakan hatinya. Oya. Memangnya ada yang tidak mau bekerja tadi?” Kata pak Darma pura – pura tak tahu.

“Ada la pak. Itu tu ... Genk Ratu sejagad” Suci memberi tahu

“Geng Ratu sejagad?”

“Iya pak. Rina CS” Wanto pun tak tinggal diam ikut memberi tahu.

“Enak aja. Apa kalian tak lihat kami kerja tadi... “ Rina si ketua Genk membela diri.

“ Kalian kerja? Tidak salah tu?” Wati mencemooh.

“Ala.. Jangan sok la. Baru kau kerja sikit tadi sudah kayak pahlawan pula” Nindi bicara ketus dan menusuk.

“Iya.. baru nyapu aja sudah sok pula...” Yuni menambahkan.

“Sudah... sudah. Jangan gontok - gontokan. Nanti pahala yang kalian dapat tadi hilang lho” kata pak guru Darma mencoba melerai perang mulut tersebut.

“Habis mereka nuduh yang tidak tidak ke kami Pak” Rina membela diri.

“Bapak paham... Bapak mengerti.... dan bapak juga melihat” Pak Darma bicara lembut.

“Betulkan pak...Saya tidak mengada ada?” Suci juga membela diri.

“Tuhan maha melihat. Apa pun yang kita kerjakan tak luput dari pengamatan tuhan. Dari manusia mungkin kita masih bisa berkilah, sembunyi - sembunyi atau berbohong. Tapi tuhan tidak bisa kita bohongi. Tuhan melihat semuanya. Jadi bagi anak bapak yang tadi tidak mau membantu membersihkan kelas, mudah mudahan lain hari tergerak hatinya untuk membersihkan kelas kita ini” tutur pak Darma masih dengan suara lembutnya.

“Di hukum saja Pak?”

“Hukum. Hukuman tidak akan menyelesaikan sesuatu. Bahkan hukuman itu akan membuat sakit hati dan dendam. Ingat nak. Ini kelas kalian kan?”

“Iya Pak”

“Sudah semestinyakan kalian yang membersihkannya. Lagi pula yang mengotori kelas ini kalian sendiri kan?”

“Betul Pak”

“Jadi kalau tak mau membersihkan nya jangan dikotori. Bereskan?”

“Iya.. Maunya mengotori saja. Pas bersihkan jijai... “ Rinto bicara menirukan gaya Rina yang centil.

“Sudah. Jangan buat kekacauan lagi. 30 menit sudah berlalu. Wanto, Tolong kamu jemput bu Clara di ruang guru”

“Baik Pak. Saya permisi keluar”

“Silakan”

“Ok anak – anak. Petugas piket tolong kerjakan tanggung jawab kalian. Bapak tidak ingin kejadian hari ini terulang lagi”

“Ya Pak..”

“Ok. Bapak tinggal dulu. Kalian siap - siap belajar Matematika dengan bu Clara. Selamat Pagi.

“Pagi Pak”

“Pak Darma.. Tunggu” Teriak Rinto mencegah langkah kaki pak Darma.

“Ya Rinto. Ada apa?”

“Kami minta maaf pak. Kami... kami tadi...”

“Ya. Bapak tidak mengerti. Kamu kenapa?”

“Pak. Kami yang piket hari ini minta maaf. Kami sengaja tidak piket karena....” Tiara membuka mulutnya.

“Ya. Tiara. Lanjukan...”

“Karena ... kami tidak suk belajar dengan bu Clara. Hari ini banyak PR matematika yang beliau berikan. Kami belum sanggup menyelesaikannya semua”

“Nah.. lho.. jadi....”

“Maafkan kami pak” Teriak anak kelas VIII.2 serempak.

“Dasar... Bapak tidak mau ikut campur dan membahasnya” pak guru Darma melangkah keluar kelas dengan pikiran dan perasaan tidak menentu.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post