Does Ichnatun Ni Soe

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Belajar dari Bangsa Vietnam

Belajar dari Bangsa Vietnam

Sebelum penugasan di Bangkok, saya menghadap salah satu pejabat di Kementerian Luar Negeri. Saat itu beliau menyampaikan bahwa saya sangat beruntung, karena ditugaskan di Bangkok. Kota itu tidak terlalu jauh berbeda dengan Jakarta. Beliau menyampaikan bahwa beliau pernah ditugaskan di Vietnam. Hal yang paling saya ingat adalah ketika anak-anak beliau kecewa sesampai di bandara Ho Chi Minh, Vietnam. Suasananya sama seperti di desa-desa di Indonesia, saya mengunjunginya pada tahun 2011.

Turun dari pesawat di bandara Ho Chi Minh, Vietnam, saya sangat kagum kepada bangsa Vietnam. Para gadis dan wanita mengenakan pakaian tradisional sehari-hari. Tidak banyak mobil yang saya jumpai di jalan. Sebagian besar orang lebih memilih mengendarai motor ketika bepergian. Ada banyak sekali persimpangan jalan di sana, namun saya tidak menjumpai satu pengemispun.

Selama kunjungan di Vietnam, saya mengunjungi tempat-tempat peninggalan perang, museum, pasar tradisional, dan pusat kerajinan. Dalam hati saya bertanya, mengapa saya hanya diajak ke tempat-tempat yang tidak menarik sama sekali. Apa yang bisa saya nikmati?

Satu per satu kami kunjungi tempat-tempat tersebut. Kunjungan pertama tidak mengesankan sama sekali, karena hanya berupa hutan kecil dan bungker tempat persembunyian. Tempat kedua mulai sedikit mengusik pikiran saya. Di museum ini, saya ditunjukkan beberapa gambar korban perang yang mengerikan. Bukan hanya itu, kami menyaksikan gambar bayi cacat yang dilahirkan oleh seorang wanita korban radiasi nuklir sebelum mereka menikah. Karena hanya gambar, semua itu belum terlalu menghantui pikiran saya. Betapa senangnya saya ketika akan diajak ke pusat kerajinan. Saya membayangkan benda-benda kecil yang lucu-lucu, yang bisa saya beli untuk suvenir guru saya. Sama sekali saya tidak membayangkan, bahwa kerajinan tangan yang diproduksi berukuran mulai dari yang paling kecil, hingga yang sebesar seperti sketsel, almari, bahkan meja kursi dan guci.

Saya tidak pernah menghiasi dinding rumah saya, namun ketika saya menyaksikan kerajinan tangan yang dibuat oleh orang cacat, saya membelinya satu potong. Saya mengagumi pekerja di sana. Kedua kakinya hilang, namun mereka masih bisa berkarya dan menghasilkan uang. Mereka tidak menyusahkan keluarganya. Berangkat-pulang kerja mereka mengendarai sepeda roda tiga yang dikayuh menggunakan tangannya.

Kunjungan terakhir saya adalah pasar tradisional. Sebetulnya saya kurang suka bepergian ke pasar tradisional, karena pasti kotor, pengab, panas, dan banyak copet. Barang-barangnya pasti murahan yang mudah rusak dan disainnya sangat norak. Ternyata, kembali saya saksikan hampir seluruh barang yang dijajakan di sana sangat menarik naluri kewanitaan saya. Barang yang paling saya sukai adalah baju tradisional Vietnam yang bisa dipesan hanya dalam waktu sehari jadi. Saya hanya diukur lingkar paha, lingkar dan panjang lengan. Awalnya saya berfikir daripada tidak membeli apa-apa, namun kelak saya sangat menyukai baju itu, apalagi teman-teman saya. Rasanya ingin kembali ke sana lagi.

Pelajaran yang saya ambil adalah mereka tidak mau bergantung kepada orang lain, meskipun kondisinya cacat.

Bagaimana dengan bangsa kita? Bisakah kita seperti mereka? Banyak orang tidak serius dalam belajar saat mereka masih bersekolah. Sebagai akibatnya, banyak yang tidak mendapatkan pekerjaan layak. Mereka tidak malu mengemis bahkan membalut kakinya dengan perban yang ditetesi obat merah agar terlihat luka parah. Tidak sedikit pengemis yang menyembunyikan kakinya agar kelihatan buntung.

Mengapa mereka bermental demikian? Apakah mereka mengandalkan Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 yaitu “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara”? Rupanya pasal ini telah menjadikan banyak anak maupun orang dewasa kurang berusaha. Apalagi, untuk memenuhi kebutuhan mereka, pemerintah mengeluarkan berbagai kartu seperti karti Indonesia sehat, kartu Indonesia pintar, kartu miskin, dan lain-lain. Pendampingan kewirausahaan dan pembekalan keterampilan kepada para pemuda sepertinya akan lebih membantu mereka.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

kerrren

20 Mar
Balas

Terimabkasih

20 Mar

super sekali tulisannya bu

20 Mar
Balas

Terima kasih, Pak

20 Mar

Semoga suatu hari bisa ke sana.

20 Mar
Balas

Saya srlalu menyarankan siswa saya, kalau punya rezeki jangan pergi ke Eropa, Australia, Jepang, atau manapun. Pergilah ke Vietnam

20 Mar



search

New Post