Dra. Wiwit Widyawati

Wiwit Widyawati lahir di Pekalongan tinggal di Tasikmalaya. Bergabung di sini karena ingin belajar menulis dan menambah wawasan...

Selengkapnya
Navigasi Web
SEPUCUK SURAT UNTUKNYA (2)
https://www.merdeka.com/sehat/5-alasan-wanita-hamil-sering-uring-uringan.html

SEPUCUK SURAT UNTUKNYA (2)

Oleh: Wiwit Widyawati

# Tagur hari ke-247

Bias senja tertutupi awan kelabu. Kehilangan warna merona penghias bumi. Intan merangkai kata pada anak dalam kandungan. Menderas kalam Illahi ia perkenalkan dengan tulus. Seperti tahu perkataan bundanya, gerak lincah menjawab kalimat yang terucap. Tiba- tiba gawainya mengalun manja, bundanya menyapa.

“ Intan, bagaimana calon cucu Bunda, sehatkah?”

“Alhamdulillah sehat Bun, Aku juga sehat. Bagaiman kabar Bunda dan Ayah. Semoga sehat dan selalu bahagia,” tegas Intan.

Kalimat –kalimat mengalir deras dalam rasa kangen. Naluri Ibu pada anakknya begitu kuat. Menghujam hati menuju palung yang terdalam. Berusaha bahagia tak ada masalah mengelabuhi Bundanya. Terpaksa Intan lakukan tuk membahagiakannya. Tak tega jika Bundanya harus ikut merasakan duka yang kini Intan alami.

Baru saja percakapan dengan Bundanya usai, Intan mendengar pintu rumahnya ada yang mengetuk. Ia bergegas membukanya. Makian Wisnu mendarat di telinga. Intan sungguh tak menyangka suaminya setega itu. Bukannya meyayangi melihat perut besar mengandung buah hatinya.Eehh malah membentak karena merasa lama membukakan pintu untuknya.

“Jangan manja dengan kehamilanmu, semua perempuan hamil mengalami sepertimu, dasar anak manja,”ucap Wisnu bersungut.

Intan tak kuasa mendengar caci makinya. Bulir-bulir mengalir deras membasahi kerudungnya. Seketika Intan ingat ayah dan bundanya di kampung halaman, ingin mencurahkan rasa sedihnya.

Tak berapa lama Wisnu pulang, datanglah dua rekan Wisnu minta bantuan dana tuk kegiatan keagamaan. Panjang lebar menjelaskan proposal kegiatan itu, Wisnu manggut- manggut tanda setuju. Uang gaji bulan ini disisakan hanya beberapa lembar saja, selebihnya ia berikan untuk kegiatan itu. Intan istrinya yang sedang hamil tua hanya bisa geleng-geleng kepala. Ia tak berani mencegahnya, padahal besuk pagi dia harus ke dokter kandungan kontrol kehamilan. Dengan sedih ia melihat punggung suaminya saat keluar kamar membawa uang itu.

Wisnu suami yang ia rindui pergi bersama mereka. Intan tak mengerti benak pikiran yang ada pada diri suaminya. Dia tega menelantarkan istri demi membela kepentingan organisasi. Intan hanya bisa menangis meski secara sembunyi karena jika suaminya tahu kata-kata kasar akan terlontar. Kata yang akan mengoyakkan hatinya.

Bisa dibayangkan bila ayah bundanya tahu perlakuan Wisnu menantunya pada anak perempuan satu-satunya itu. Pasti luapan marah akan singgahinya dan akan lebih bersedih jika tahu putrinya tak dinafkahi dengan baik. Semboyan bahwa rezeki Intan dan anaknya bisa datang melalui siapa saja, membuat Wisnu sesuka hati gunakan uangnya.

“Bang, Aku besuk harus control ke dokter kandungan, Aku minta uang tuk hal itu.”

“Uang Abang telah diberikan tuk kegiatan itu, cobalah minta pada orang tuamu di kampung sana!,”ucapnya sambil meninggalkan Intan.

Kepergian dan kedatangan ke rumah yang tak wajar membuat Intan hilang kesabaran. Beban kepedihan menghimpit nuraninya. Tak kuat menahan rasa. Malam itu, Intan mengemasi pakaian dan mengambil sisa uang yang ada di lemari. Sia uang dari pemberian Nadia.

Malam gelap dengan rinainya tak menghalangi tekatnya. Mobil grab telah menjemput, menuju terminal Kampung Rambutan seorang diri. Intan pulang ke kampung halaman dan tak akan kembali lagi ke Jakarta. Tekatnya telah bulat.

Udara dingin menusuk tulang, harum angin kota kelahiran menyegarkan rasa hati. Kelegaan terlihat jelas di wajah cantiknya. Ia mencari tempat duduk tuk menenangkan nurani. Ia duduk tafakur meratapi nasib.

Kedatangan ayah bundanya membawa secercah damba. Tangis gembira bercampur pedih tercurah pada dekapan kedua orang tuanya. Terdengar suara isak sang bunda sambil mengusap perut putri tercinta. Diciuminya pipi Intan berulang kai lalu direngkuh dalam pelukan kasihnya.

“Yuk segera pulang, udara semakin dingin,”ucap ayah Intan parau menahan kepedihan, teramat nelangsa.

Bayi laki-laki berkulit putih dan tampan terlahir tak ada kendala. Kebahagiaan terpancar pada wajah mereka. Gugat cerai Intan layangkan pada ayah dari anak tercintanya yang tak pernah datang menemui darah dagingnya.

Tasikmalaya, 08032021

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Intan telah memilih jalannya sendiri. Semoga akhirnya Intan bahagia.

09 Mar
Balas

Ya Bun, semoga Intan mendapat kebahagiaan

09 Mar

Intan yang tegar dan berani mengambil risiko. Tentu langkah itu cukup berat baginya. Namun dia harus memilih dan harus rela menjalaninya.

09 Mar
Balas

Ya Bu salut,semoga kebahagiaan mewarnai kehidupannya

09 Mar

Semoga intan bisa bahagia. Sehat dan sukses selalu Bu Cantik

09 Mar
Balas

Ya Bun, aamiin

09 Mar

Semoga intan bahagia dengan buah hatinya. Salam sukses selalu.

09 Mar
Balas

Aamiin, terima kasih

09 Mar



search

New Post