Dra. Yasmi, M.Pd

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
CANDUANG MENDUNIA (Bag. 2) tantangan menulis H3

CANDUANG MENDUNIA (Bag. 2) tantangan menulis H3

“CANDUANG MENDUNIA”

#tantangan.menulis hari ke 3.

Franz dan Keebet melakukan penelitian Antropologi di Kenagarian Canduang.

Ada beberapa sebab kenapa banyak para peneliti ingin mempelajari kebudayaan ataupun hukum adat di Minangkabau. Antara lain: 1). Sistim kekeluargaan yang Matrilineal, yang garis keturunan mengikuti garis keturunan ibu. 2). Tempat tinggal yang Uksorilokal, yaitu suami istri menempati kediaman keluarga asal istri. 3). Adat Kamanakan, dimana kekuasaan berada di tangan saudara laki-laki sang ibu (disebut mamak).

Anak harus patuh pada mamaknya tersebut. Sehingga di adat Minang ada aturan adatnya yang mengatakan, kamanakan barajo ka mamak, mamak barajo ka penghulu, penghulu barajo ka mufakat, mufakat barajo ka kabanaran, kabanaran tagak surang. Maksudnya, kemenakan patuh ke mamak, mamak patuh ke penghulu(tetua adat), penghulu patuh ke hasil musyawarah, musyawarah patuh pada kebenaran, kebenaranlah yang hakiki.

Kawin dengan anak mamak dianggap perkawinan yang ideal. Jadi menurut Franz dan Keebet, banyak hal yang membuat para antropolog sangat tertarik untuk mengkajinya. Di antara para ahli Belanda yang mempelajari kebudayaan dan hukum adat Indonesia, Minangkabau selalu menduduki tempat istimewa.

Tidaklah mengherankan di Belanda banyak ditemukan literatur yang mengkaji tentang Minangkabau yang ditulis dalam bahasa Belanda. Namun sering luput dari perhatian para antropolog yang tidak menguasai bahasa Belanda.

Dari apa yang di tulis Franz, jelas bahwa Minangkabau sejak dulu sudah dikenal dunia. Sudah dikaji secara mendalam. Minangkabau sudah mendunia. Saya masih ingat waktu perkuliahan di pasca sarjana. Alm Prof. Dr.Mestikazet mengatakan bahwa; jika kita ingin tahu tentang bagaimana kehidupan masyarakat Minangkabau dahulu. Itu banyak kita temui dalam literatur-literatur bahasa Belanda. Carilah ke Belanda.

Artinya, seluk beluk budaya Minangkabau jika sekarang ingin dikaji dan didalami lagi oleh anak keponakan minangkabau ya harus carilah ke Belanda, minimal carilah literaturnya yang dalam bahasa Belanda itu. Sangat miris sekali.

Namun bagaimanapun itu, kita sebagai anak keponakan di Minangkabau cukuplah berbangga hati secara prestasi, namun tetap sedih secara prestise. Bayangkan kita sebagai generasi penerus mengetahui seluk beluk adat istiadat dari orang asing, literatur berbahasa asiang. Apakah penyebabnya karena para tetua adat(datuak jo penghulu) tidak sepenuhnya mewariskan atau mengajarkannya pada anak keponakan. Atau malah anak keponakan yang enggan untuk mendalaminya, karena dianggap kuno?. Hanya kita orang Minanglah yang perlu mengkajinya lagi.

Dewasa ini, di Minangkabau sudah mulai dikaji kembali adat budaya minang yang penuh dengan pendidikan karakter. Pendidikan yang manjadi nawacita pemerintah saat ini. Kita kenal istilah baliak ka nagari, baliak ka surau.

Canduang, 21/1/20

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Balik ka kampuang...Iyo Bana tuuu...

21 Jan
Balas

Candung mendunia terus. Bundo juga Fit ya, trims

21 Jan
Balas

iya,bu..di perpustakaan di belanda,banyak ditulis sejarah adat kita..

21 Jan
Balas



search

New Post