Hujan masih betah berlama-lama di tanah desa, seperti tidak peduli dengan teriakan penduduk yang mulai panik akan sawahnya yang mulai terendam. Tapi tidak dengan Tole, anak itu sibuk merakit bambu dengan mengikat ban bekas pada keempat sisi nya. Perlahan dia mendorongnya, nampak wajah cerianya, air sudah mulai sedadanya, namun sikapnya masih tenang. Terdengar teriakannya memanggil neneknya. Nampak seorang pria membopong wanita tua dan meletakkannnya di rakit buatan Tole.

Beberapa orang di sekitarnya hanya menoleh sesaat, karena sibuk dengan penyelamatan keluarga dan harta bendanya. Semua punya cara masing-masing, dari mulai membuat rakit yang serupa milik Tole, atau nekat menembus banjir menuju tempat yang lebih tinggi.Ini hari keempat hujan tiada henti, saat itu pun gerimis ikut menyelingi kondisi cuaca. Tak terhitung berapa kerugian harta benda. Sementara diujung desa tanah mulai longsor dari perbukitan yang gundul, hingga menutupi akses keluar dari desa.

Matahari nampak mengintip dari balik awan gelap yang mendominasi cakrawala. Semua warga desa mulai merasakan keterbatasan, stok makanan mereka mulai menipis, tangisan anak kecil mulai sering terdengar. Seminggu berlalu, air surut selepas subuh, namun pasang kembali saat habis ashar. Ini banjir terparah selama lima puluh tahun lalu. Sampai saat itu bantuanpun belum datang karena akses ke desa tersebut tertutup longsor. Miris.

#Tantangan Menulis Dokter Hewan Hari Ke- 24#