Drs. Syarif Saleh

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Potret Kita

Dengan langkah mantap Bu Herni memasuki kelas 8B. Di dalam kelas seperti biasa anak-anak melakukan aktivitas rutinnya dengan mengobrol, ngerumpi dan berkejar-kejaran bahkan saling lempar kertas. Kegaduhan di dalam kelas berlangsung terus seakan tidak terpengaruh kehadiran Bu Herni yang sejak tadi sudah berada di situ. Dengan nada suara tegas Bu Herni menyapa anak-anak dengan ucapan , “Selamat Pagi Anak-anak !” serempak anak-anak membalas sapaan gurunya tersebut, “ Selamat Pagi Bu guru !” selanjutnya Bu Herni menjelaskan materi yang akan disampaikan saat itu, suasana pembelajaran saat itu berjalan cukup kondusif, namun hanya beberapa saat suasana cantik itu berlasung tiba-tiba anak-nak kembali pada aktivitas rutinnya seperti mengobrol, berlarian dan lempar-lemparan seperti tadi. Dengan nada sedikit emosi ia memerintah, “ Diam anak-anak !” serentak anak-anak terdiam. Dengan perasaan lega Bu Herni merasa bangga dengan ucapannya tadi dia merasa sangat wibawa di depan anak-anak. Akhirnya Bu Herni melanjutkan untuk menjelaskan materinya, hanya bertahan beberapa menit suasana menjadi gaduh kembali dan anak kembali dalam keasyikannya sendiri-sendiri. Seperti sebelumnya Bu Herni memerintahkan anak-anak untuk diam, tapi kali ini teriakannya tidak lagi membuat siswa diam bahkan semakin ramai. Akhirnya Bu Herni melanjutkan kegiatannya dan anak-anak melajutkan aktivitasnya. Suasa kelas gaduh dan semakin tidak kondusif.

Ilustrasi di atas adalah salah satu potret kegiatan pengelolaan kelas yang gagal yang dilakukan oleh seorang guru di dalam kelas. Guru seperti Bu Herni merasa bahwa dia akan mampu mangatur anak-anak saat dia sedang mengajar di depan kelas. Seakan dia memiliki power dalam menaklukan anak-anak dan menguasai kelas dengan mudah. Guru menganggap bahwa dialah yang berkuasa di dalam kelas, dialah penentu kebijakan di dalam kelas. Ternyata anggapan tersebut kurang tepat. Sepertinya kita harus mengubah pola pikir kita untuk menjadikan siswa atau anak didik kita sebagai penguasa kelas, bukan guru. Jadi jika anak-anak kita suka dengan cara mengajar serta pelayanan yang kita berikan maka suasa belajar di kelas akan lebih menyenangkan. Namun sebaliknya jika anak-anak kita tidak suka dengan cara mengajar serta pelayanan yang kita berikan maka secara batin mereka menolak kehadiran kita selanjutnya suasana belajar semakin tidak terkendali.

Anak-anak murid kita adalah manusia yang butuh sentuhan kasih kita. Sebelum kita akan memberikan sesuatu cobalah pelajari apa sebenarnya yang mereka inginkan. Berikan pengertian sebelumnya apa sebenarnya manfaat yang akan mereka dapatkan dari apa yang akan kita berikan. Jadikanlah kesenangan mereka sebagai media penghantar pembelajaran kita. Mulailah pengantar pembelajaran kita dari apa yang mereka suka. Mereka akan menyukai kita karena kita bagian yang tidak terpisah dari dia. Kita akan merasakan “Indahnya Kebersamaan.”

Penulis adalah peserta Sagu Sabu, Kabupaten Cirebon

Sutan Raja Hotel, Rabu, 8 November 2017

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post