DWI ISTI MUALIMAH

Lahir di Gunungkidul, 23 Desember 1981, Dwi Isti Mu'alimah biasa dipanggil Isti oleh orang tua dan orang-orang yg mengenalnya. Menamatkan S1 Pendidikan Bahasa I...

Selengkapnya
Navigasi Web

Renungan Senja

Sungguh aku menyukai senja, temaram dengan keheningan yang syahdu. Nyaman dan hangat, seperti saatku berada di dekapan ibuku dulu di waktu kecil. Perasaan itu memberiku keyakinan, bahwa aku akan selalu diterima dan dicintai, selalu ada tempat untukku, karena memang aku layak dan berharga di dunia ini. Lalu keyakinan itu menghadirkan optimisme yang begitu kuat, bahwa setiap kesulitan yang menghadang sekarang, esok dan nanti, pasti akan menemui jalan keluarnya.

Perasaan itu tiba-tiba kembali menelisik sore ini, setelah jeda begitu lama, di senja yang jatuh bersama gelap. Waktu seakan melambat, memberiku masa untuk merenung, meresapi setiap peristiwa dan keadaan yang terjadi di sekitarku. Aku dan makhluk lain yang punya begitu banyak rencana dan kehendak, namun akhirnya harus tunduk dan pasrah pada setiap inginNya.

Biasanya aku terlalu griduh mengejar target-target duniawi, eksistensi, aktualisasi diri, berkejaran dengan waktu hingga terlupa keagungan langit, damainya hembusan angin yang mengiring petang, juga warna lembayung yang dulu selalu begitu kukagumi.

Aku yang punya begitu banyak mimpi, aku yang begitu ingin berlari mengejar angan-angan, nyatanya sekarang hanya berani merindu satu hal, bahwa esok, Tuhan masih memberiku kesempatan kedua, bisa kembali pulih sebagaimana mula, untuk meneruskan langkah kecil di atas bumiNya.

Dulu aku jelas benci dikentuti. Namun sekarang rasanya begitu bahagia, saat salah satu dari kami kentut lalu aku bisa mencium aromanya. Aku yang benci rumah berantakan, nyatanya aku tak peduli itu lagi asal kami semua diberikan kesehatan. Aku yang bisa bercakap dengan kecepatan 50 kata perdetik, nyatanya sekarang harus berhemat suara, karena bagaimana pun banyak berkata membuatku merasa bernafas lebih berat dari biasanya.

Aku ingat sering marah sama mbak Sum kalau dia seenaknya meminjam barang-barang sepele dari tetangga. "Bilang mbak..kita nggak punya apa. Aku beli. Jangan bikin malu. Bisa nggak kita tu ga usah repotin tetangga!" Aku sudah begitu sombong, jumawa, merasa bisa. Nyatanya begitu banyak hal tak mampu kubeli sendiri sekarang ini. Bahkan makan kami sekeluarga pun bergantung pada suplay seluruh tetangga.

Ya Allah...titik ini sungguh kembali mengingatkanku pada satu hal, tentang betapa lemah dan tak berdayanya diri ini. Tak pantas jumawa atas hal-hal yang kumiliki, padahal mungkin beberapa saat kemudian Tuhan mengambilnya kembali.

Kalau nggak kepentok seperti sekarang,

Mungkin fase kemlinthi masih akan terus berlanjut bagiku. Entah sampai kapan. Ah..Dasar aku.

Ya Allah..

Aku menyesal sering abai pada nikmatnya hidup yang telah kumiliki. Kesehatan, tetangga yang luar biasa, pun teman-teman yang tak henti mendoakan dengan sayangnya. Aku tidak tahu mana di antara doa doa itu yang bisa mengetuk Arsy Nya. Semoga akan ada salah satunya.

Ya Allah ya Rab...

KetetapanMu pastilah yang terbaik untuk kami. Jika hambaMu ini masih boleh meminta, berikanlah kami kekuatan agar tetap bisa melaluinya dengan syukur. Kalaupun ombak yang Engkau hempaskan begitu tinggi, labuhkanlah kami di pantai yang damai, agar kami bisa melanjutkan cerita..

dan memperbaiki dosa-dosa di waktu lalu.

Jember, 15 Januari 2020

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post