Dwi Kartini

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Ketupat Lebaran yang Basi

Ketupat Lebaran yang Basi

Ketupat Lebaran yang Basi

23 Juni 2017

Aura lebaran sudah terasa. Mall – mall, pusat perbelanjaan, pasar – pasar sudah mulai penuh. Ibu – ibu sudah sibuk menyiapkan kue – kue, baju yang akan dikenakan lebaran dan keperluan lebaran yang lain, seperti kordain baru, taplak meja baru, toples – toples keluaran terkini. Semuanya serba baru. Banyak yang berpikiran, ingin memulai dengan hal baru dan suci.

Hari ini berbeda dengan hari biasanya, sepulang bekerja aku ingin ke pasar. Kebetulan rumah tinggalku dekat pasar. Aku membeli beberapa cangkang kupat. Sebetulnya terlalu dini untuk membelinya. “ahh, mumpung ada waktu”, pikirku.

Dari semua penjual cangkang ketupat. Aku menghampiri bapak yang sudah tua renta. Aku mulai memilih cangkang yang kuat. Daun – daun yang masih segar. Sembari memilih, aku terlibat obrolan. Ia bercerita – dia tinggal di daerah kabupaten. Jarak yang lumayan jauh dari Kota. Ia mulai bercerita dengan berapi - api, hal yang paling ia inginkan. Cepat kembali ke keluarganya dan ingin berkumpul dengan sanak saudara, tetangga. Saling memaafkan khilap selama bersosialisasi. Aku mendengarkan dengan baik setiap pembicaraanya sembari memilih cangkang kupat.

“Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha kaya lagi Maha penyantun. (Q.S al- baqorah : 263).

Ia terus saja berceloteh. Aku tertegun mendengar ayat tersebut.

Pikiran aku tertuju pada teman yang kujumpai beberapa bulan terakhir. Teman yang ingin aku anggap saudara atau kakak. Seorang teman yang berbeda jenis kelamin. Dulu teman yang baik, teman berbagi inspirasi dan saling mensupport. Pertemanan yang singkat dan diakhiri pertengkaran. Sepertinya satu sama lain tidak ingin memaafkan. Terakhir aku meminta waktu untuk berbicara. Meluruskan kesalahpahaman. Tetapi ia tidak menggubrisnya. Aku tidak ingin lagi menghubunginya. Mengingatnyapun membuat aku mual.

Aku meneteskan air mata. Hati ini masih kotor.

Sikap yang kekanak-kanakan atau komunikasi yang tidak lancar. Mungkin itulah penyebabnya. Aku memberikan beberapa lembar uang berwarna merah. Nilai yang sangat besar dari nilai cangkang kupat.

Sedekah yang aku lakukan, bukan apa – apa. Kini aku tahu. Memaafkan lebih baik dari sedekah yang aku keluarkan. Ketupat itu hanya menggantung di dapur belakang dan tak tersentuh. (semoga Allah melembutkan hati kita – aamiin).

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

subhanallah. Terima kasih atas tausiyahnya yang indah

23 Jun
Balas

Terimakasih byk . Salam Hormat

23 Jun

Memaafkan lebih baik dari sedekah, amin satu pembelajaran lainnya untukku, trimakasih bu dwi..

23 Jun
Balas

Sama sama belajar, kdg ga mudah memaafkan org yg bikin kita betehh.hehe. Butuh kejernihan hati

24 Jun

Menyentuh kisahnya...

23 Jun
Balas

Nuhun ...

23 Jun

Good job..!!!

23 Jun
Balas

Nuhun

24 Jun

Nuhun Bu Umul

23 Jun
Balas

Bismillah...

23 Jun
Balas

Sama sama belajar

24 Jun
Balas

Trims jg Bu. Memotivasiku membersihkan hati dan mengulurkan tangan menjabatnya utk memaafkan.

23 Jun
Balas

Aamiin ya Allah

23 Jun
Balas

amiin. sangat memotivasi bu

23 Jun
Balas

Saya juga baru belajar

24 Jun



search

New Post