Dwi Purwaningsih

Mahasiswi seni rupa...

Selengkapnya
Navigasi Web

Sekedar Cerita

musim hujan belum juga berganti.

Waktu yang berjalan sangat cepat, atau aku yang memang lelet macam uler keket. Mungkin dua-dua nya, tak adil jika harus menyalahkan salah satu dari mereka. Sebab keduanya memang benar. Hidup di akhir jaman ini, waktu memang sangat cepat. Kata orang jawa “waktu uwis dilempit. saiki kamis, sesok wis kamis maneh. Saiki isuk, mengko ujug-ujug sore”. Sedangkan manungsane semakin males, wegahan, ngeyel, ndablek, sepele, nyelelek, bangsat.

Tanah bumi ini dipenuhi anak-anak bangsat yang ingin mengubah dirinya lebih baik lagi, tapi enggan melakukan apapun. Bukan lagi anak-anak bangsa Indonesia yang hidup di tanah bumi, lalu ingin memharumkan nama bangsa. Akupun, lebih gampang dan simple menjadi anak bangsat dari pada anak bangsa. Sebab kepuasan hati lebih tinggi daripada kepuasan pikiran. Tapi, semua ini tak baik ditiru Kawanku. Mari jadi anak Bangsa yang baik.

Alangkah baiknya, kita hidup tentram, aman, damai, sejahtera. Lalu jangan lupa bersyukur. Itu bukan hal simple. Butuh perjuangan di dalamnya. Tak semua orang bisa menghadapinya. Akupun, susah untuk bersyukur. Kadang aku, masih membayangkan ini itu, lalu mengabaikan apa yang ada dihadapanku. Aku memang manusia, yang haus akan rasa rakus dan merusak. Apapun tak puas.

Seharian hanya membakar waktu yang kian terbakar oleh jaman. Aku lupa akan menderita, lalu aku hanya merenung, menyesali apa yang telah lewat. Dan aku hanya terdiam membayangkan masa depan yang entah apa jadinya, jika itu hanya lamunan yang ada. Akupun, tak melakukan sesuatu yang seharusnya bisa mengubah hidupku menjadi lumayan baik. Ini bosan, itu bosan, bosan, bosan dan bosan. Lalu apa yang harus dilakukan. Apa bernapas juga bosan?

Terkejut memang. Ketika saudara sepupuku mampir ke rumahku. Membicarakan tentang banyak hal, di samping selain meminjam rok putih sekolah. kepunyaannya sudah tak muat lagi, memang seharusnya ia mulai tumbuh dewasa.

Dia bercerita tentang banyak hal, mulai dari sekolahnya, temannya, rumahnya dan lainnya. saat dia selesai bercerita, diapun menanyakan beberapa hal padaku. Kita memang suka bertukar cerita. Dia bertanya “bagaimana kabar si A, kabar si B, kasus si C dan anak baru si D” di tempatku belajar mencari ilmu. Memang dulu kita satu tempat pencarian ilmu. Tapi karena ada suatu hal, dia tak lagi datang kesana. Tapi, dia tak mau kelewatan sacuilpun berita dari sana.

Memang hal yang asyik dibicarakan, sehubung orang-orang jaman sekarang lebih suka mendengarkan kabar burung. Dibanding ilmu atau motivasi kehidupan. Aku bercerita si A biasa saja. si Bpun biasa saja, masih seperti dulu hanya bedanya sekarang si B jarang pulang, lebih focus mencari ilmu. si C sudah tak pernah datang lagi kesana, entah takut atau malu aku tak tau, sejak sering digunjing oleh anak lainnya dia tak mau lagi menginjakan kakinya disana. Padahal pernah suatu hari teman-temannya mendatangi rumahnya dan mengajak, dia tetap tak mau. si D mungkin agak pendiam, sebuhung masih beradaptasi dengan orang-orang baru.

Sepupuku kembali bercerita tentang si B. kata kabar burung yang dia dengar, si B tak punya teman. Banyak orang yang tak suka denganya, jika di dekatnya lebih baik menjauh. Jarang orang yang menyapanya, ataupun mengajaknya bicara. Jika tidak karena hal begitu urgent, mendesak, terpaksa, dipaksa dan yang tidak enak dihati lainnya. Dia sering menyendiri lalu berbicara seperlunya. Dia bercerita padaku hanya untuk memastikan apakah hal itu benar.

Akupun, menceritakan hal yang sebenarnya. Yang aku lihat, dia tak ada masalah apapun pada setiap orang, hanya orang-orang yang menjauh darinya. Akupun, tak mengetahui apa alasan mereka. Akupun, biasa saja bersikap dengannya. Seperti halnya aku bersikap dengan orang lain. si B anak yang baik, tak pernah mengeluh, selalu menjalani tugasnya dengan baik. Sopan, santun, murah senyum, suka menasihati jika ada temannya yang harus segera ditegur. Itupun, dengan nada yang mengandung unsur peduli dan kasih sayang didalamnya.

Aku heran dengan kabar burungmu itu sepupuku. Lalu apa yang salah darinya? Hingga kau menceritakan sikap semua orang itu padaku?

Aku tak tau pola pikir mereka yang menyikapinya seperti itu. Hanya simple, sederhana, singkat, padat, jelas, sebuah alasan yang tak terbantahkan olehku. Sepupuku mengatakan, kata mereka “si B terlalu ramah pada semua orang. Semangat hidupnya terlalu tinggi, teman minta bantuan ambilkan minum, dia ambilkan makan. Teman minta pinjam uang, dia kasih. Teman tak butuh bantuan, dia bantu. Teman tengah bersedih, dia turut amat sangat bersedih. Teman senang sebab suatu hal yang ia dapat, dia amat sangat gembira ria. Teman terdiam bisu, dia terseyum manis”

Lalu, aku harus apa?

Intinya, jalani saja hidupmu Kawanku. Bersikap baik lah kepada semua makhluk di tanah bumi ini. Antara baik atau buruk, biar masing-masing orang yang menyikapinya. Daripada memanfaatkan teman yang amat baik pada kita, lebih baik memanfaatkan waktu yang tersisa dihidup ini.

***

(mohon maaf para pembaca yang saya hormati, jika ada diksi yang tak nyaman dihati maupun dipikiran. Saya hanya anak kecil yang ingin belajar menulis)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post