Dwi Rostika Dharmawati

Dwi Rostika Dharmawati, Guru SMA Negeri 1 Tanjungpandan. Mengajar bidang Studi Biologi. Lahir di Tanjungpandan, 25 Januari 1964...

Selengkapnya
Navigasi Web

Jadi Guru (7) Hanya Dua Bulan di SMAN 1 Manggar

Tantangan Hari Ke-82

#tananganGurusiana

Awal Tahun Pelajaran 1990/1991, aku sudah bertugas di SMA Negeri 1 Manggar. Pada saat itu Kepala Sekolahnya adalah ibu Siti Nuraini, BA. Tidak banyak yang dapat kuceritakan selama bertugas menjadi tenaga pendidik di SMA Negeri 1 Manggar, karena tidak lebih dari dua bulan aku sudah di perbantukan di SMA Negeri 2 Tanjungpandan.

Yang kuingat saat itu guru-guru di SMA Negeri Manggar lebih banyak yang masih muda dan masih baru jadi guru, seperti ku juga ketimbang yang seniornya.

Pada saat aku mutasi dari SMA Negeri 1 Subang ke SMA Negeri 1 Manggar, sekolah sedang libur kenaikan kelas. Waktu libur tersebut aku manfaatkan untuk mencari tempat kost atau rumah kontrakan. Tak perlu lama mencari, aku mendapat informasi dari kakaknya iparku, bahwa ibu mertuanya tinggal sendirian dan ada beberapa kamar yang kosong.

Aku diantar ibuku ke Manggar mencari tempat kost tersebut. Setelah ketemu rumahnya, yang letaknya tidak terlalu jauh dari sekolah, masih di jalan yang sama, bertemulah ibuku dengan ibu yang punya rumah. Mereka saling cerita, dan akhirnya sampai lah pada titik cerita ternyata kami dengan bapak (almarhum) suami dari ibu yang punya rumah masih ada ikatan saudara.

Singkat cerita sebelum libur sekolah berakhir aku sudah pindah, dan sudah membeli barang-barang yang kubutuhkan untuk kamar kost.

Hari pertama masuk sekolah aku baru berkenalan dengan guru-guru SMA Negeri 1 Manggar, mereka ramah-ramah. Tata Usahanya dari mulai Ka.TU sampai stafnya lebih ramah lagi. Sepertinya tidak ada yang memperlihatkan wajah yang tidak bersahabat.

Kepala Sekolahnya Ibu Siti Nuraini kelihatannya galak tetapi sangat baik. Beliau sering minta ku untuk menemani beliau di rumah dinas kepala sekolah yang letaknya berdampingan dengan sekolah.

Hari pertama belum ada kegiatan belajar mengajar, baru persiapan kelas dan juga pengaturan jadwal mengajar.

Aku mengajar di kelas II, pada waktu itu belum dicanangkan Pendidikan Dasar dan Menengah 12 tahun, jadi belum ada sebutan kelas XI. Saat pertama masuk kelas aku sudah merasa tidak nyaman. Pasalnya setelah perkenalan sebelum membahas materi SMA, aku bertanya untuk mengetahui pemahaman siswa tentang materi dasar yang pernah mereka pelajari di SMP. Aku tanyakan pada salah seorang siswa, spontan siswa tersebut menjawab dengan kata dalam bahasa daerah, “ La kaper, mampus la”. Kalau diartikan dalam bahasa Indonesia, “habislah, mati lah”. Karena nadanya seperti diarahkan kepadaku, sempat aku tidak bisa menahan emosi. Akupun berkata kepada siswa tersebut, “Coba kalau berbicara gunakan kata yang sopan. Saya ini guru kamu”. Kulihat siswa tersebut bengong dan bingung, sepertinya tidak paham yang kukatakan. Akupun jadi bingung juga melihat semua siswa kelihatan bingung, sepertinya juga tidak mengerti mengapa tiba-tiba aku marah. Tapi tetap kuteruskan merada di kelas tersebut selama dua jam pelajaran.

Habis jam mengajar di kelas tersebut, aku ke ruang guru. Beberapa orang guru bertanya, melihat raut wajahku kurang sedap dilihat, seperti ada yang tidak beres di kelas. Ada yang menyangka diganggu oleh siswa-siswa yang masih ABG. Akhirnya akupun bercerita. Mendengar ceritaku guru-guru yang ada di ruang guru mentertawakanku. Rasanya tidak enak benar sudah di kelas dikata- katai siswa, di sini malah ditertawakan. Akhirnya salah satu guru menjelaskan kepadaku, bahwa apa yang dikatakan siswa tersebut, hanya sekadar ungkapan spontan anak-anak zaman itu, dikarenakan merasa terkejut dia ditanya dan tidak siap. Mendengar penjelasan itu, aku berniat akan minta maaf dikelas tadi.

Bagaimana tidak emosi ungkapan tersebut belum pernah ku dengar, lagi pula sepertinya ditujukan kepadaku. Aku merasa sikap siswa kasar dan tidak sopan. Padahal aku berasal dan asli penduduk pulau Belitung inilah. Saat aku masih bersekolah di sekolah dasar dan sekolah menengah pertama ungkapan tersebut tidak ada. Lalu sekolah menengah atas, kuliah dan diangkat CPNS sampai PNS aku sudah di Jawa Barat. Kalaupun pulang ke Belitung tidak pernah lama. Jadi tidak pernah mendengar istilah tersebut. Sewaktu menjadi guru honor sebentar sebelum mendapat SK CPNS pun istilah tersebut tidak ada kudengar dari siswa.

Kesan pertama mengajar di kelas pada SMA Negeri 1 Manggar masih tetap kuingat. Sayangnya aku lupa nama anak tersebut. Karena hanya 3 kali aku masuk kelas tersebut, kemudian sudah pindah tugas lagi.

Tanjungpandan, 10042020

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Hihihi...hari pertame ngajar di kampong, lngsng dpt pengalaman yg seru ye bu

11 Apr
Balas

Hehehee...akunye yg kuper bu

11 Apr

Mun biak skarang ne la nyebut santuy mager

11 Apr
Balas

ha..ha .. lah kaper, ... mati lah

11 Apr
Balas



search

New Post