Tidak seperti perpisahan siswa sebelum sebelumnya, kemarin saya tidak terlibat di kepanitiaan. Saya hanya duduk manis di kursi wali murid bersama suami, karena Genduk mbarep jadi salah satu siswa yang dilepas oleh sekolah. Tahun ini saya benar-benar menikmati peran sebagai orang tua yang anaknya menghadapi ujian, saya juga tidak terlibat dalam Tim Sukses Kelas 6 seperti tahun-tahun sebelumnya.

Sejak pembukaan perpisahan, genduk sudah membuat saya terharu karena menjadi salah satu pembaca tilawah, karena sudah lulus tilawahnya. Penghargaan atas pencapaian tahsin membuat bapaknya berkaca-kaca. Dan puncaknya, yang membuat kami terkejut juga bangga, ternyata genduk juga mendapatkan hadiah sebagai peraih nilai ujian tertinggi. Masya Allah walhamdulillah. Saya benar-benar tak menyangka.

Bagi saya ini sungguh luar biasa. Saya tak pernah menuntut anak-anak untuk harus mendapat nilai bagus, yang penting mereka sekolah dengan bahagia. Saat ujian pun dia tak banyak belajar, kalau yang disebut belajar itu adalah membaca buku pelajaran. Saya malah mengajaknya jalan-jalan dan makan-makan berdua saja. Justru hati saya yang mengharu biru mendampinginya ujian, karena saat hari pertama ujian adalah juga hari pertamanya memasuki masa baligh. Saya merasa harus menjaga suasana hatinya agar tidak memburuk di masa PMS nya. Makanya saya tidak pernah menekan dia untuk belajar dengan tekun, kalau definisi belajar itu adalah membaca buku di meja belajar. Saat ujian saya justru mengajak genduk bermotor sejauh 50an kilometer ke rumah ibu saya dalam kondisi hujan deras. Dia malah tertawa gembira, karena merindukan hujan-hujanan. Besoknya setelah salat subuh kami harus berangkat dari rumah ibu agar dia tidak terlambat ujian. Pengalaman bermotor subuh-subuh itu membuatnya senang dan diceritakan ke teman-temannya. Bagaimana belajarnya hari itu? Tidak sempat lah, boro-boro bawa buku ke rumah eyang, kan hujan deras hehehe…

Prinsip saya dalam mendampingi anak-anak belajar adalah, yang penting mereka bahagia dan tidak terbebani. Saya tidak pernah menuntut genduk harus selalu mendapat nilai bagus, harus belajar di meja belajar. Tetapi memang sejak naik kelas 6 dia mulai mempunyai motivasi tinggi untuk berprestasi. Dia selalu menanyakan prestasi saya di sekolah dulu, yang memang sering mendapat juara kelas. Kebetulan juga dua tahun terakhir ini saya sering ikut lomba serta kegiatan di luar sekolah dan sering mendapatkan penghargaan. Itu juga yang menambah motivasi genduk untuk berprestasi lebih daripada ibunya. Saat ada try out bulanan di sekolah, dia juga mulai membuat target harus mendapatkan peringkat 3 besar. Alhamdulillah, dengan gaya belajarnya yang unik dia bisa mencapai target yang telah ditetapkannya sendiri itu.

Genduk memang telah sering ikut saya ke sekolah sejak masih balita, dan saya selalu menjadi wali kelas 6 sejak angkatan pertama. Dia sering melihat dan mendengar saya memberikan motivasi dan nasehat kepada anak-anak di kelas 6 dulu, bahkan sering juga ikut mabit di sekolah bersama anak-anak kelas 6. Alhamdulillah prestasi murid-murid yang saya dampingi di sekolah cukup memuaskan, selalu masuk 10 besar kecamatan, dan genduk selalu memperhatikan semua ini serta menjadikannya motivasi bagi dirinya sendiri.

Saya anggap prestasi genduk ini hadiah dari Allah untuk saya yang bertahun-tahun sebelumnya selalu mendampingi murid kelas 6 untuk meraih prestasi. Sekarang giliran anak saya sendiri. Hal ini membuktikan bahwa saya tidak hanya bisa menasehati anak orang lain, anak saya pun bisa berprestasi dalam pendampingan saya. Barakallah, Nduk. Semoga ilmumu bermanfaat dunia akhirat, dan makin bersemangat meraih prestasi.