Dyna Rukmi Harjanti Soeharto

SDIT Al Uswah Banyuwangi...

Selengkapnya
Navigasi Web

( 1 ) Keluarlah dari Zona Nyaman

Sejak pandemi menyapa, system pembelajaran di sekolah mengalami perubahan yang begitu besar. Ada berbagai macam cara yang dilakukan sekolah, tergantung kondisinya. Ada yang menggunakan media daring, ada yang bekerjasama dengan radio lokal, ada juga guru yang mendatangi muridnya, biasanya karena kondisi daerahnya yang susah dijangkau sinyal internet dan wali muridnya jarang yang punya gawai.

Di awal pandemi, pembelajaran jarak jauh ini mungkin dilakukan secara asal-asalan, asal ada pembelajaran. Biasanya hanya berupa latihan soal. Mungkin sebagian besar orang, termasuk saya, berpikir bahwa penutupan sekolah ini tidak akan lama, hanya dua pekan saja seperti yang dijadwalkan semula. Tetapi setelah PJJ dua pekan yang ketiga dijalankan, sekolah-sekolah mulai berbenah. Guru tidak boleh lagi asal-asalan memberikan materi pelajaran. Tidak boleh hanya memberikan latihan soal, harus ada materi baru yang diberikan kepada siswa.

Di sinilah masalah mulai terjadi. Memberikan materi pembelajaran secara jarak jauh menyulitkan bagi sebagian besar guru. Dibutuhkan kreativitas dan keteguhan hati untuk memberikan materi yang bisa diterima siswa dengan mudah meskipun tanpa tatap muka. Belum lagi kondisi setiap daerah yang berbeda-beda. Ada yang tidak memungkinkan pembelajaran dengan menggunakan internet. Belum lagi bagi sebgian besar guru, penggunaan internet adalah hal baru yang butuh waktu untuk belajar. Apalagi bagi guru-guru yang usianya 40 tahun ke atas, memberikan pelajaran secara daring tentu membutuhkan tekad dan kemampuan yang luar biasa, karena mereka adalah generasi yang tidak mengenal dunia digital, termasuk saya. Banyak aplikasi baru yang harus dipelajari dengan cepat. Salah satunya adalah aplikasi zoom meeting. Pertama kali menggunakannya banyak kejadian lucu yang saya alami. Suara yang belum dimatikan, sampai ada seorang oknum guru yang tidak sadar megikuti rapat dengan kamera menyala seenaknya saja ganti baju di depan kamera. Membuat video pembelajaran apalagi, harus belajar dulu mati-matian, yang hasilnya bisa langsung bagus dalam sekali belajar.

Saya pribadi merasa bahwa pandemi ini benar-benar mengubah wajah dunia pendidikan. Dengan adanya pandemi ini nanti akan bisa diukur sekolah-sekolah mana yang masih layak untuk dipilih dan mana yang akan ditinggalkan. Kuncinya hanya satu, yaitu pada gurunya. Guru harus punya kreativitas, inovatif, dan profesionalisme yang tinggi dalam memberikan materi pelajaran kepada peserta didiknya.

Kreativitas sangat diperlukan untuk mengatasi kejenuhan siswa dan juga menarik minat mereka agar memberikan perhatian penuh kepada materi pelajaran yang mereka terima. Apalagi untuk anak usia TK dan SD, kreatifitas ini menjadi syarat utama, karena guru-guru bersaing dengan game online dan konten You Tube dalam merebut perhatian siswanya. Guru yang kreatif akan menghasilkan inovasi-inovasi baru dalam proses pembelajaran di kelas maya. Profesionalisme juga sangat diperlukan, karena di masa pandemi ini jam kerja guru bukan lagi dari pukul 07.00-13.00, tetapi bisa sampai 24 jam. Belum lagi harus meladeni curhat dari wali murid tentang anaknya yang malas belajar dan kecanduan game online. Guru diharapkan bisa tetap melayani keluarga siswa dengan profesional, meski di tengah pandemi.

Untuk masalah kreativitas dan kompetensi, kita tidak perlu khawatir. Saat ini baik pemerintah maupun lembaga swasta banyak menggelar pelatihan untuk meningkatkan kompetensi secara gratis dengan moda daring, baik yang resmi dari Kemendikbud maupun dari lembaga swasta. Pelatihan dan webinar ini ada yang berbayar ada pula yang gratis, terserah kita mau pilih yang mana.

Saya pribadi, karena merasa sebagai generasi ‘jadul’ yang awam terhadap dunia digital, merasa haus akan ilmu yang bisa meningkatkan kompetensi saya menghadapi PJJ di masa pandemi ini. Saya mulai mengikuti berbagai macam pelatihan dan kegiatan daring yang diselenggarakan oleh Kemendikbud maupun lembaga swasta. Pun dengan lomba-lomba yang dilaksanakan secara daring maupun luring, jika memungkinkan, saya selalu mengikutinya. Dan tak sia-sia, dari berbagai kegiatan yang saya ikuti baik daring maupun luring, saya jadi memiliki jaringan yang lebih luas, bahkan mendapat kesempatan untuk menjadi narasumber di kegiatan pendidikan yang diikuti oleh guru dari seluruh Indonesia secara daring.

Sekarang, setelah pandemi mereda dan pembelajaran kembali dilakukan secara tatap muka, segala pengalaman yang saya dapatkan saat pandemi itu bisa saya aplikasikan di dalam kelas. Dan jaringan yang saya dapatkan ketika pandemi itu sampai sekarang masih tetap ada dan menjadi tempat berdiskusi maupun berkegiatan yang bertujuan untuk memejukan pendidikan di Indonesia. Jadi intinya, untuk menjadi guru yang inovatif syaratnya hanya satu, yaitu teruslah belajar dan keluar dari zona nyaman. Saya suka ‘quote’ dari sebuah lemabaga pendidikan besar di Indonesia yang mengatakan bahwa “Hanya guru yang belajar yang berhak mengajar”.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post