Penulis Stres
Ponijo benar-benar merasa heran. Tukiman, temannya yang biasanya selalu ceria, tadi pagi tampak begitu murung sembari memijit-mijit keningnya.
"Kamu kenapa, Man? Sedang kurang sehat?" ujar Ponijo sembari menepuk-nepuk pundak teman akrabnya yang belakangan ini suka menulis di media online tu.
"Iya, Jo. Selain masih demam dan pusing, aku juga stres," jawab Tukiman pelan sembari terus memijit-mijit keningnya.
"Stres? Memangnya kenapa kok kamu sampai stres?" Ponijo tampak keheranan.
"Bagaimana aku tidak stres, Jo? Sudah 17 hari aku rutin menulis dalam rangka mengikuti tantangan. Apa saja aku tulis. Bukan hanya kegiatan-kegiatan di sekolah yang aku tulis. Istriku yang suka cemburu, bahkan kucingku yang punya anak pun aku tulis. Meski sampai larut malam dan mengantuk, aku tetap memaksa untuk bisa menulis. E, pada hari ke-18 aku tidak kuat. Aku demam dan pusing sehingga tidak bisa menulis. Tentu saja keinginanku untuk mendapatkan sertifikat bisa gagal karena aku harus mengulanginya dari hari pertama lagi." Tukiman memberi penjelasan sambil menggeleng-gelengkan kepala. Tapi Ponijo justru tampak tersenyum.
"Mengapa harus sampai stres begitu, Man? Menulis itu rileks saja. Tidak perlu sampai merasa tertekan. Kalau ingin menulis, menulislah. Kalau sedang tidak mau, ya jangan memaksa. Lagipula, penulis itu perlu menjaga kualitas tulisannya. Jangan asal menulis demi mengejar target. Untuk menghasilkan tulisan yang berkualitas, dibutuhkan waktu yang cukup untuk perenungan," ujar Ponijo sok tahu.
"Tapi, kalau target tidak tercapai, nantinya aku tidak bisa mendapatkan sertifikat, Jo," ujar Tukiman tegas. Ponijo pun terkekeh.
"Tukiman, Tukiman. Tujuanmu menulis itu untuk mengembangkan kemampuan menulis atau demi mendapatkan selembar sertifikat sih?" Ponijo menatap tajam mata sahabatnya itu sembari memegangi kedua pundaknya.
Tukiman terperangah. Ia tak menjawab pertanyaan temannya itu. Seketika ia rangkul sahabatnya itu.
"Terima kasih kamu telah mengingatkanku, Kawan," ujar Tukiman sembari menepuk-nepuk pundak Ponijo. [*]
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Akhirnya keluar juga pak Edi. Kados pundi pawartosipun. Mugi tansah sehat selalu.
Hehehe... Selama ini saya cuma mengamati secara berkala tulisan kawankawan kok, Pak. Alhamdulillah saya sehat saja. Kemarin menengok anak yg di Jogja, sekarang yg di Bogor. Semoga Pak Agus juga selalu sehat. Lanjutkan!
Nggih Pak. Nga dinonga kemawon.
Matur nuwun, Pak Agus.
Man Tukiman.... inspiratif Pak Edi.. Salam sehat dan sukses. Banyaknya peserta tantangan membuat kesulitan mencari artikel Bapak.. Heheheh...
Hehehe... Saya memang sudah agak lama tidak menulis kok, Bu. Sementara hanya mengamati tulisan teman teman. Semoga Bu Lupi pun selalu sehat dan sukses.
Alhamdulillah..., akhirnya Pak Edi datang membawa "mutiara hikmah" yang mengingatkan kembali apa sebenarnya tujuan menulis. Jazakallah khoir, Pak. Salam literasi. Semoga Pak Edi dan keluarga sehat, bahagia, dan sukses selalu. Barakallah..., Pak Edi.
Hehehe... Sedang ada urusan keluarga, Bu. Sementara saya menjadi pengamat dulu. Terima kasih sekali atas doa Bu Raihana. Semoga Bu Raihana pun selalu sehat, bahagia, dan sukses. Amin. Salam literasi.
Nggih pak, alhamdulillah ndak stress saya.. Hehe
Hhhh.... ya, Bu. Syukur kalau Ibu tidak stres. Teruslah bersemangat untuk menulis. Semoga sukses.
Cerita yang merupakan muhasabah diri. Semoga terhindar dari hal demikian. Sukses selalu dan barakallahu fiik
Terima kasih atas apresiasinya, Bu. Semoga Bu Ropi selalu sehat, sukses, dan bahagia.
Akhirnya kata kata ini keluar juga sebagai penguat motivasi untuk tidak menulis karena sesuatu (sertifikate). Soalnya sdh pengalaman saya, dikirim atau dpt sertifikate menulis by email 4x gada 1 pun yg sdh sy print. Jd, td tuh saya sudah bergumam ayah. Buat apa jg sih sertifikate? Intinya klw mau menulis ya tulis. Klw nggak gak usah jd beban. apalagi sy sdh remedial 2x
Bagus itu, Bu Aan. Teruslah menulis dan berusaha untuk meningkatkan kualitas tulisan secara merdeka dan tanpa beban.
Alhamdulillah, ada teman yang mau mengingatkan tujuan awal bergabung di sini. Bukan sekedar latah, tetapi bagaimana kita mau menumbuh kembangkan semangat menulis.
Ya betul, Bu Rahma. Hal itulah yang justru lebih penting daripada sekadar mendapatkan serifikat.
Cerita masih lumayan Pak, sudah sampai pada beberapa hari. Sedangkan saya rencana memposting tulisan tantangan pertama pada hari ke 11, eh....malah sampai hari ke31 baru memposting.Setiap saya menghadapi laptop, katakata yang akan saya rangkai sewaktu memasak dan aktivitas hilang entah kemana.Saya coba, membuat beberapa tulisan dulu untuk persiapan dan latihan konsisten sendiri, kemarin pun gagal.Hari ini, saya posting dan saya coba untuk berhasil konsisten, serta menyiapkan ide ATM (Amati Tiru dan Modifikasi) seperti anjuran Pak Eko.Mudahmudahan berhasil, mohon bimbingan dan doa restu.
Hehehe... Jadi Ibu belum mulai menulis? Tidak apaapa. Mulai kapan pun boleh kok. Kalau Ibu mendapat ide, catat saja dulu. Setelah ada kesempatan baru ditulis. Semoga sukses, Bu Munzuro.
alon alon asal kelakon jo ..ojo kesusu ora apik mengko santuy'ae
Iya, Bu. Menulis itu santai saja sehingga tak akan merasa tertekan.
Pencerahan luar biasa. Sehat dan sukses pak Edi
Alhamdulillah. Terima kasih sekali atas doa Bu Hasanah. Semoga Bu Hasanah pun selalu sehat dan sukses. Amin.
Tulisan pak Edi Prasetyo mirip sekali dengan perenungan saya kmrn, pas temanteman posting sukses menulis 30 hari dan berhak mendapat sertifikat biru, mendadak hati saya ciut. Sehingga perlu melakukan muhasabah... sebenarnya kita untuk apa sih ikut tantangan menulis... Kisah Ponijo di atas menohok saya pak Edi... saya sempat merenung, kenapa sejak ikut tantangan merasa terbebani... bukankah seharusnya menulis itu tanpa beban...Akhirnya saya kembali ke niat awal saja... dapat tidak dapat sertifikat biru, perak atau emas nggak masalah... yang penting kita sudah membangun kebiasaan menulis setiap hari walau sesibuk apapun...Salam kenal pak... Salam semangat Literasi
Alhamdulillah... Bu Rifni sudah menyadari hakikat menulis yang hendaknya dipahami oleh setiap penulis. Terima kasih sekali Bu Rifni mau berkenalan dg saya. Salam kenal kembali, Bu.
https://rifnihayati.gurusiana.id/article/2020/2/tafakursejenak661072
Ketika saya bergabung di gurusiana, niat saya ingin mencoba menulis. Walaupun belum pernah ikut pelatihan menulis. Alhamdulillah, temanteman di sini sangat mendukung, walau kita tidak saling kenal. Insyaallah enggak stress pak.
Itu niat yang sangat bagus, Bu. Teruslah bersemangat untuk menulis. Kita saling mendukung kok.
E alah jo jo , mbok reneo tak pijiti...
Hehehe... Bu Yarnita bisa berbahasa Jawa juga ternyata.