Sabana
udara pengap pelan-pelan menguap
lalu luruh jadi rintik-rintik embun
perapian hanya menyisakan abu
hening lengket di dinding bambu
*
nyeri bukanlah dingin
yang kaurasa setiap malam
tapi rintik embun yang turun
lalu hilang seperti bayangmu
*
pergi dan jangan kembali
ingin kulihat kau telanjang
tanpa jubah kesombongan
*
pucuk bambu berselimut kabut
senja turun dalam segelas kopi hitam
lalu kuhirup sebagai sajak yang hambar
*
terus melangkah dan usap air matamu
bintang bulan 'kan jadi pedoman
melintasi sabana pendewasaan
*
sakit bukanlah akhir perjalanan
sekadar ujian menundukkan angan-angan
yang kadang berwujud karang bersudut tajam
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Keren banget, Pak Edi...
Puisi yg sarat makna, Mantul pak Edi. Salam literasi
Diksinya keren sekali.. salam sukses selalu, Pak
Wao kereen itu karya puisinya
Luar biasa keren puisinya pak, salam sukses!
Menginspirasi
Keren menewen selalu puisinya pak Edi.Ajari dong.