Eka Erawati

Guru SMPN 55 Surabaya ...

Selengkapnya
Navigasi Web
BORING, DARING, PARENTING

BORING, DARING, PARENTING

Satu Bulan terkahir beranda sosial media saya sudah dipenuhi curhatan emak-emak yang sudah "wegah" (tidak mau) berurusan dengan pembelajaran daring. Awalnya mereka sebenarnya antusias. terutama emak-emak muda yang sedang gandrung segala fitur kecanggihan smartphone dan kesempatan menjadi guru "sementara" putra-putrinya. Maka di awal-awal pemberlakuan BDR (Belajar Dari Rumah) segala fitur aplikasi pembelajaran on line sudah mereka disiapkan.

Ibarat pasangan bulan madu, masa "bulan madu" daring ini sudah habis. sekarang mereka harus menghadapi realita bahwa Masa pandemi sudah lebih dari 6 bulan. Kondisi perkembangan penularan covid 19 di Indonseia semakin meningkat . Setidaknya hingga tulisan ini dibuat (13 Sept 2020) Total kasus terkonfirmasi positif covid 19 sudah menebus level lebih dari 218.382 kasus (https://www.kemkes.go.id/ ). Sudah 59 negara menerapkan travel warning ke Indonesia (https://www.liputan6.com/news/read/4354432/kata-istana-soal-59-negara-tolak-kedatangan-wni-karena-covid-19).

Ada salah satu keluhan menarik dari seorang Sahabat di daerah, Kota Problinggo Jawa Timur. Dia merasa anaknya diperlakukan seperti robot. Guru hanya kirim materi, kirim tugas dan tidak ada interaksi sosial. Dia merasa sistem seperti ini tidak memanusian peserta didik. . Dia curhat ingin mencari solusi karena anaknya sudah enggan mengerjakan tugas-tugas daring. Kondisi ini sebenarnya tak jauh beda dengan saya dan para emak-emak di lingkungan sekitar yang menyandang status sama sebagai walimurid generasi daring.

Sekolahpun delematis. Ada yang mencoba mengambil jalan tengah. Belajarnya di rumah namun saat ujian ke sekolah dilaksanakan secara bergilir. Ada pula yang gurunya mendapat tugas home visit atau kunjungan rumah. Namun di banyak zona merah pemerintah masih memberlakukan kebijakan full daring. satu-satunya interksi adalah melalui video coverence di berbagai platform meeting converence seperti zoom, timelink, google meet, teams office 365, dan lain sebagainya.

Melihat ketidakpastian kapan sekolah dibuka kembali, sekolah dan orangtua perlu saling berkolaborasi. Berikut adalah langkah-langkah yang bisa ditempuh untuk mengurangi kejenuhan kegatan pembelajaran daring.

1. Kegiatan rutin parenting

Kegiatan ini bisa dilaksanakan secara kolektif serentak oleh sekolah dengan metode webminar. Jika memungkinkan bisa dalam bentuk tatap muka skala kecil, misalnya per kelas. Kegiatan parenting ini akan menjadi booster energi orangtua dalam menghadapi rasa stress menghadapi anak-anak mereka. Orangtua tidak merasa "ditinggal " sendiri oleh sekolah dalam mengurus pendidikan anak. Kegiatan ini setidaknya bisa meredam guyonanan perlunya berbagi SPP antara emak-emak dan guru.

Parenting tidak harus mendatangkan pemateri mentereng berbiaya mahal. Terkadang emak-emak hanya perlu didengarkan curhatannya tanpa perlu diberi panjang lebar nasihat. kemampuan mendengar pada situasi seperti ini sangat dibutuhkan. Tak semua keluh kesah orangtua bisa diselesaikan. Minimal dengan memberi rasa simpati dan empati akan menjadi pelipur hati

2. Parenting berbagi

Komite sekolah bisa membuat kegiatan parenting berbagi. Kegiatan ini adalah kegiatan berbagi dari para orangtua yang sukses menemani anak belajar dari rumah. Tidak harus dari satu sekolah . Bisa pula dari berbagai sumber komunitas. Sebagai misal komunitas program unschooling. Dalam sebuah kesempatan sebelum era pandemi saya mengikuti kegiatan diskusi bersama mereka tentang apa itu program unschooling (bukan home sechholing) . Program ini dipelopori para emak-emak muda pejuang pendidikan alternatif yang merasa bahwa belajar bisa dimana saja kapan saja dan dengan siapa saja. Anak-anak mereka tidak sekolah formal namun wajib belajar. Melatih kemandirian belajar adalah kunci utamanya. Mungkin dalam situasi sekarang komunitas ini termasuk yang tidak telalu bingung menghadapi model pembelajaran daring.

3. Kunjungan rumah

Sesekali sekolah memprogran pekan kunjungan rumah. Melalui kebijakan zonasi tempat tinggal siswa tentunya tak jauh dari sekolah. Bertemu siswa tak harus menanyakan tugas. Minimal bertatap muka dan memberikan motivasi akan membuat para siswa merasa diperhatikan. Selama program ini guru dan siswa tetap memenuhi aturan protokol kesehatan. Semisal tetap jaga jarak, menggunakan masker atau penutup wajah transparan , membawa hand sanitizezer, dan lain sebagainya. Jika rasio siswa dan guru tidak seimbang maka guru bisa mengambil skala prioritas untuk siswa yang membutuhkan layanan segera.

4. Merubah mind site BDR itu belajar dari rumah bukan belajar di rumah

Salah satu keliriuan istilah BDr adalah belajar di rumah. situasi ini seperti memindahkan kelas ke rumah. siswa hanya semata-mata tinggal menunggu instruksi pembelajaran dari guru. Usai mengerjakan tugas mereka punya banyak "bonus waktu". Bonus waktu inilah yang banyak dikeluhkan orangtua. Ada yang seharian terjebak game on line. ada yang asyik gowes berjamaah hingga larut malam. Ada yang maraton menonton film/drama hingga menghabiskan kuota internet atau bahkan hanya sekedar tidur dalam jangka waktu diluar batas normal.

Orangtua perlu merubah cara berpikir bahawa BDR harusnya menjadi momen belajar dari rumah. Pemberian kuota murah untuk sumber-sumber belajar on line mestinya menjadi kesempatan bagi anak untuk menjelajah ilmu. Mereka hanya perlu guide. Jika orangtua merasa tidak mampu menjadi guide untuk anak-anaknya ajaklah stake holder terkait. Minta bantuan pada karang taruna, remaja masjid, aktivis pelajar atau handai taulan yang pintar internet untuk mengajak ananda menjelajah ilmu di dunia maya.

5. Batasi penggunaan Gadget

Pada dasarnya Belajar dari rumah waktunya lebih fleksibel. Link tugas dari guru juga berlaku hingga 24 jam bahkan lebih. Namun alangkah baiknya orangtua tetap membuatkan jadwal harian. Misalnya pada anak saya sendiri, setelah mengalami fase bulan madu tanpa kontrol penggnaan gadget, saat ini kami meberlakukan aturan main. Ada jadwal penggunaan gadget baik untuk belajar maupun hiburan. senin sampai dengan Jumat adalah untuk belajar, Jika tugas -tugas tuntas ada bonus satu jam untuk hiburan (biasanya dia suka main game roblox). Hari sabtu-minggu kami beri waktu 3 jam hiburan. pagi satu jam, siang satu jam dan malam satu jam. selebihnya kami atur bersama jadwal ibadah, hafalan do-doa, main bersama teman-teman dan jam istirahat.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Alhamdulillah...Jazakillahu khairan atas motivasi dan solusinya bu Era.Semoga bermanfaat

14 Sep
Balas

Terimkasih Bu Jenny, mohon masukan dan saran untuk perbaikan tulisan

14 Sep



search

New Post