Seorang pujangga tanpa nama
Kopi adalah puisi yang kuendapkan
dalam secangkir gelas
Diksi tak ubahnya pilihan hidup
Bagi seorang pujangga tanpa nama
Setiap kata adalah resah yang membuncah yang terangkai dalam kalimat tanpa warna
Malam ini, resah pecah di bawah
Keheningan saat bulan memalingkan mukanya
Angin membelai mesra ujung-ujung kulit
Yang lapuk menunggu janji- janji
Akh.....rindu yang lama , terjawab
sebuah Pesan singkat yang tak lebih menikamnya dari belati yang karat
Hari tak lagi cerita indah tentang senja
Seperti hal-nya menunggu ; adalah sebuah kebohongan belaka
Karena rupanya nasibmu memang
Masih saja Malang
Akh....rinduku terbalas !!
Meski sesak,
Malam ini, resah pecah
di bawah Keheningan saat
bulan memalingkan mukanya
Bersama rindu yang masih kupertanyakan
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Apik, Pak Guru. Ruaaarrr biasaaaah. Salam literasi dari Medan. Salam sehat dan sukses selalu. Barakallah.
Terima kasih pak Rasyid, Salam literasi juga dari Tangerang. Amin, smga kita semua selalu diberikan kesehatan dan kesuksesan.
Maaf, Pak Guru. Saya, 100% ibu-ibu...hehehe. Barakallah, Pak.