Kosep cakupan dan relasi pragmatik dengan ilmu lain
BAB I
A. Pendahuluan
Latar belakang
Pragmatik adalah studi tentang hubungan antara bentuk-bentuk lingustik dan pemakai bentuk-bentuk itu”. Kajian pragmatik berbeda dari kajian tata bahasa yang mengkaji tentang struktur internal bahasa, kajian pragmatik merupakan ilmu bahasa yang mengkaji tentang bagaimana bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi.
Rumusan Masalah:
Bagaimana konsep cakupan dan relasi pragmatik dengan ilmu lain?
Tujuan:
menambah wawasan tentang konsep cakupan dan relasi pragmatik dengan ilmu lain
B. Pembahasan
1.Konsep dan cakupan pragmatik
Pada dasarnya pragmatik mencakup tiga kata kunci yaitu studi, maksud, dan tuturan. “Studi” mengacu kajian atau cabang linguistik. “Maksud” mengacu apa yang diinginkan penutur dalam tuturannya. Yang diinginkan dapat dibangun melalui pengombinasian makna tuturan dengan informasi tambahan atau informasi ekstralinguistis yang tersedia dalam konteks. “Tuturan” mengacu satuan bahasa di atas kalimat yang merepresentasikan tindak tutur tertentu, misalnya tuturan berpagar (hedging utterances), hibrida, atau oratio obliqua yang merepresentasikan tindak direktif. Dengan menggunakan persepsi masing-masing, konsep tentang pragmatik yang dikemukakan para ahli pada umumnya berangkat dari tiga konsep tersebut.pada prinsipnya pragmatik mencakup tiga kata kunci, yaitu studi, maksud, dan tuturan. “Studi” mengacu kajian atau cabang linguistik. “Maksud”mengacu apa yang dimaui atau diingini penutur dalam tuturannya. Apa yang dimaui atau diingini tersebut dapat dibangun melalui pengombinasian makna tuturan dengan informasi tambahan atau informasi ekstralinguistik yang tersedia dalam konteks. “Tuturan” mengacu satuan bahasa di atas kalimat yang merepresentasikan tindak tutur tertentu, misalnya tuturan berpagar (hedging utterances), hibrida, atau oratio obliqua yang merepresentasikan tindak direktif. Satu tuturan direktif berisi satu kalimat deklaratif, interogatif, imperatif, kombinasi kalimat sejenis, atau kombinasi kalimat berbeda jenis. Dengan menggunakan persepsi masing-masing, konsep tentang pragmatik yang dikemukakan para ahli pada umumnya berangkat dari tiga konsep tersebut. Yule (1996), misalnya, menyatakan bahwa pragmatik adalah studi hubungan bentuk-bentuk bahasa dan penggunanya. “Bentuk bahasa” dalam hal ini mengacu tuturan. “Pengguna” mengacu pemilik maksud. Konsep yang lebih lengkap dikemukakan oleh Glanberg (2005) dan Ariel (2008) bahwa pragmatik adalah studi tentang sesuatu yang lebih dari (beyond) apa yang dimaksud penutur melalui tuturannya karena terdapat informasi tambahan (extrainformation) dalam konteks. Berkebalikan dengan konsep tersebut, Griffith (2006) mengemukakan konsep sempit bahwa pragmatik adalah studi tentang makna tuturan. “Makna” dalam konsep Grifith adalah “maksud” menurut pakar lain. Sejalan dengan konsep-konsep tersebut, pakar pragmatik mengemukakan bahwa cakupan pragmatik meliputi hal-hal yang berkaitan dengan tiga kata kunci di depan. Hal-hal tersebut terdiri atas dua kategori, yaitu wajib dan tambahan. Sebagai contoh, tindak tutur, prinsip percakapan, implikatur, dan deiksis merupakan cakupan wajib, sedangkan postulat pragmatik dan performatif merupakan cakupan tambahan.
1.1 Tindak Tutur
Tindak tutur ialah kegiatan menyampaikan maksud melalui tuturan. Austin (1962) membagi tindak tutur ke dalam tiga komponen: lokusi, ilokusi, dan perlokusi. Tindak lokusi ialah tindak penutur dalam mengekspresikan tuturan. Tindak ilokusi ialah tindak penutur dalam menyampaikan maksud. Tindak perlokusi ialah tindak penutur dalam menyampaikan tuturan.
1.2 Prinsip Percakapan
Prinsip percakapan terdiri atas dua jenis, yaitu prinsip kerja
sama dan prinsip kesantunan. Dalam prinsip percakapan, prinsip
kerja sama merupakan prinsip utama, sedangkan prinsip
kesantunan merupakan prinsip komplemen yang digunakan
motivasi pelanggaran prinsip kerja sama, dan sebagainya.
1.2.1 Prinsip Kerja Sama
Prinsip kerja sama ialah “kaidah” komunikasi yang idealnya
dipatuhi oleh penutur dan petutur agar tujuan komunikasi
tercapai. Prinsip kerja sama terdiri atas empat maksim:
kuantitas, kualitas, relasi, dan cara. Maksim kuantitas terdiri atas
dua submaksim:1) usahakan sumbangan informasi Anda tidak
kurang dari yang dibutuhkan petutur dan 2) usahakan
sumbangan informasi Anda tidak melebihi yang dibutuhkan
petutur.
1.2.2 Prinsip Kesantunan
1.2.2.1 Prinsip Kesantunan Leech
Prinsip kesantunan Leech ialah “kaidah” pengharmonisan
komunikasi yang dikemukakan oleh Geoffrey Leech. Prinsip
tersebut berkenaan dengan hubungan antara dua partisipan
yang dinamakannya “diri” (self) dan “lain” (other) (Leech, 1983).
Dalam percakapan, “diri” diidentifikasi sebagai penutur,
sedangkan “lain” diidentifikasi sebagai petutur.
1.2.2.2 Kesantunan Brown dan Levinson
Brown dan Levinson (1989) memiliki pandangan khusus
tentang kesantunan. Mereka menggunakan nosi muka atau citra
diri (face).Muka merupakan istilah yang secara emosional
tertanam (invested) dan itu dapat dihilangkan, dipelihara,
dipertinggi, atau diperhatikan (attended) dalam interaksi.
1.3 Implikatur
Implikatur ialah makna terselubung atau informasi bawaan
implisit dalam tuturan. Grice (1975) mengklasifikasi implikatur
ke dalam dua kategori: percakapan dan konvensional. Leech
(1983) melengkapi klasifikasi Grice dengan menambahkan
metaimplikatur. Implikatur percakapan ialah informasi bawaan
implisit dalam tuturan yang didasarkan pada konteks
percakapan.
1.4 Deiksis
Deiksis ialah penunjukan atau pengacuan melalui
indeksikal (ungkapan deiktis) dengan acuan yang berubah-ubah,
berpindah-pindah, atau berganti-ganti.Jenis indeksikal
bergantung pada jenis deiksis.
2. Relasi Pragmatik dengan Ilmu Lain
2.2.1 Relasi Pragmatik dengan Semantik
Ada satu hal yang menarik dalam pragmatik dan semantik,
yaitu keduanya sering disebut dalam buku-buku pragmatik.
Mungkin penyebabnya adalah orang sering menyamakan makna
“makna” (meaning) dengan “maksud” (intention) seperti yang
sering tampak dalam konsep bahwa pragmatik adalah studi
tentang makna atau maksud tuturan.
2.2.2 Relasi Pragmatik dengan Sintaksis
Terlepas dari perbedaan konsep kajian sintaksis versi
Griffith dan Cruse di depan, Ariel (2008) berpendapat bahwa
satuan bahasa yang dikaji dalam sintaksis tidak dimotivasi oleh
aspek-aspek konteks (not motivated atau extralinguistically),
sedangkan pragmatik justru mengedepankan peran konteks.
2.2.3 Relasi Pragmatik dengan Pengajaran Bahasa
Pragmatik tidak hanya berkaitan dengan semantik dan
sintaksis, tetapi juga pengajaran bahasa. Kaitan itu tampak
terutama sejak pemberlakuan Kurikulum 1984. Pada saat itu,
strukturalisme dalam pengajaran bahasa berkurang dengan
ditandainya materi pragmatik pada setiap bab dalam mata
pelajaran bahasa Indonesia.
dalam wacana tentang gradasi kesulitan keterampilan berbahasa. Dalam wacana itu, seperti yang diuraikan secara singkat di depan, keterampilan berbahasa dikelompokkan menjadi dua kategori: reseptif dan produktif Keterampilan reseptif mencakup menyimak dan membaca, sedangkan keterampilan produktif mencakup berbicara dan menulis. Keterampilan reseptif dianggap lebih mudah daripada keterampilan produktif. Dalam konteks keterampilan produktif, berbicara dianggap lebih mudah
daripada menulis. Dalam kaitannya dengan anggapan tentang sulit atau tidak keterampilan menulis, Hairston (Suhartono, 2008) menyatakan
adanya dua mitos: menulis sulit dan menulis bergantung pada bakat. Dengan kata lain, ia menyatakan bahwa anggapan itu tidak benar karena hanya merupakan mitos, bukan sesuatu yang telah teruji kebenarannya.
C. Penutup
Kesimpulan :
Konsep cakupan dan relasi pragmatik dengan ilmu lain adalah salah satu acuan penting yang harus kita ketahui sebelum masuk pada inti pembahasan dari ilmu pragmatik, Dan dalam ilmu pragmatik relasi pragmatik dengan ilmu ilmu lain sangat di pergunakan dan tetap memiliki kesinambungan yang erat antara ilmu lain dengan yang lainnya. Jadi dalam cabang ilmu-lain tetap memerlukan ilmu pragmatik di dalamnya.
Sumber referensi :https://educhannel.id/blog/artikel/pragmatik.html
Gunarwan, A. 1992. Persepsi Kesantunan Direktif di dalam Bahasa Indonesia di antara Beberapa Kelompok Etnik di Jakarta. Dalam B. Kaswanti-Purwo (Ed.), Pellba 5. Yogyakarta: Kanisius.
Buku pragmatik indonesia, Dr. Suhartono, M.pd.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Ulasan yang keren