BRAINWASHING VERSUS BRAINSTORMING

Mencermati beberapa kejadian yang memilukan terkait adanya bom bunuh diri di Kota Makassar baru-baru ini membuat beberapa rekan guru berdiskusi untuk menemukan penyebabnya. Mereka mengatakan bahwa otak orang yang mau melakukan hal seperti itu pasti sudah dicuci.

Fenomena pencucian otak seperti itu menarik untuk dibahas secara ringan. Jika boleh berpendapat, sejujurnya semua otak kita ini sudah dicuci atau dirubah pola pikirnya (mindset) dalam memandang semua aspek kehidupan. Hanya saja, kita tidak menyadarinya dan bisa dilihat dalam perilaku keseharian kita.

Saat batasan kebenaran dan kesalahan, kebaikan dan kejahatan, halal dan haram dan sebagainya itu saling terkontaminasi , hal itu akan memunculkan pola pikir berbeda dalam bertindak sesuai kapasitas kebenaran akan kemampuan dirinya. Bila hal itu terjadi, bisa dipastikan bahwa dirinya yang paling benar, paling mengerti dan seterusnya. Selanjutnya bisa ditebak jika kita bertemu dengan orang seperti mereka yang tidak bisa dan mau menerima perbedaan dalam semua aspek kehidupan

Selama mindset salah itu ada dalam dirinya, hal itu akan menjadikan bom waktu saat berinteraksi dan bersosialisasi dalam masyarakat dan dalam kehidupan berbangsa serta bernegara. Kita mengetahui bahwa hukum, adat, budaya, ideologi, nilai kearifan setempat sangatlah beragam di Negara mana pun. Bila tidak bisa menyesuaikan diri, bisa dipastikan akan berdampak pada pemaksaan kehendak baik secara mental maupun fisik, individu maupun kelompok. Bila dibiarkan bisa jadi akan menimbulkan krisis multidimensi di masyarakat.

Menurut Wikipedia, Brainwashing atau Cuci Otak adalah sebuah upaya pembentukan ulang tata cara berpikir, perilaku dan kepercayaan tertentu menjadi sebuah tata nilai baru, praktik ini biasanya merupakan hasil dari tindakan indoktrinasi, dalam psikopolitik diperkenalkan dengan bantuan obat-obatan, hipnosis/ bius dan sebagainya.

Secara subconscious atau di bawah alam sadar, sebagai contohnya, sebenarnya kita juga tidak menyadari bahwa iklan shampoo telah mencuci otak kita untuk selalu berpikir bahwa rambut hitam lurus dan panjang adalah rambut terindah. Iklan lotion pemutih kulit juga secara tidak sadar mempengaruhi kita bahwa kulit yang putih adalah kulit cantik, sehat dan menjadi idaman semua orang.

Misal lainnya. Ambil saja tokoh superhero, Superman. Bila ada orang yang berkulit hitam (non kaukasia) memakai kostum superhero itu, Anda pastilah tertawa, jengkel atau gusar serta merasa tidak terima karena akan mengganggu mindset yang sudah terbentuk sejak kecil di otak Anda selama ini, kan?

Jika pencucian otak dalam berpola pikir membuat kehidupan menjadi damai dan bermanfaat, hal itu tidak akan menjadi masalah. Akan tetapi, jika justru menimbulkan gesekan konflik sosial dan bersifat merusak, itu artinya ada hal yang salah dalam diri kita terhadap tatanan baik yang sudah terbentuk.

Bagaimana dengan Brainstorming?

Alex F. Osborn, pada awal tahun 1940-an mempopulerkan satu metode untuk mencurahkan pendapat dalam komunitas. Teknik kreativitas yang mengupayakan pencarian penyelesaian dari suatu masalah tertentu dengan mengumpulkan gagasan secara spontan dari setiap anggota kelompok.

Jika Anda pernah mengikuti seminar, workshop, diklat atau kegiatan sejenis, pasti lah pernah diagendakan kegiatan Brainstroming baik sebelum atau sesudah acara utama untuk bersama-sama menemukan kesimpulan atau jawaban dari permasalahan yang tepat.

Dengan kegiatan Brainstorming itu, akan terjadi take and give suatu pendapat sehingga tidak akan ada pemaksaan pendapat kepada individu lain. Pasti lah akan terjadi kegiatan positif dua arah dalam memberikan argumentasi untuk mendapatkan solusi yang solutif. Dari situ lah, kita diajari bagaimana hidup berdemokrasi.

Semoga, kita sebagai guru, bisa dan selalu memberikan kemampuan untuk mengubah pola pikir positif anak didik melalui Brainstorming dan bukan melalui Brainwashing. Bismillah

Salam

E.A.Wahyudiono